PENANGGUNG Jawab Tunggal Aliansi Relawan Jokowi atau ARJ Haidar Alwi
meminta isu referendum provinsi Aceh dan lainnya tidak dibesar-besarkan. Karena, menurut dia, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
“Jangan pernah bermimpi disiang hari bolong akan hadir referendum pada sore harinya di NKRI ini. Sebab, hal itu tidak baik dan bisa berdampak buruk terhadap masyarakat. Karena, akan jauh lebih baik dan bijak jika kita semua bekerja keras bergandengan tangan membangun bangsa demi masa depan anak cucu kita dikemudian hari,” katanya Senin (3/6/2019).
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, di negara Indonesia yang dibenarkan adalah otonomi daerah atau otonomi khusus seperti yang diberikan pada Aceh dan Papua. Karena, memang itu diatur dalam Undang-undang (UU).
“Demi rakyat, janganlah bermain api dengan isu referendum lagi. Karena, pada akhirnya rakyat kecil yang akan selalu menjadi korban. Rakyat tentunya juga sudah bosan kalau dipaksa terus menerus harus memilih ini itu,” tegasnya.
Ditambahkannya, pengertian referendum dengan makar jelas berbeda. Namun, kedua hal itu tetap tidak diperbolehkan dalam negara ini. Apalagi, gerakan-gerakan seperti itu menjadi aneh ketika terhembus setelah perhitungan suara resmi KPU.
“Referendum untuk memisahkan diri dari pemerintah Indonesia. Sementara makar akan ‘menggulingkan’ atau tidak mengakui adanya pemeritahan yang sah. Tetap saja dua hal itu tidak diperkenankan,” tegasnya.
Untuk itu, dirinya meminta pemerintah segera mengambil tindakan tegas atas upaya-upaya seperti itu. Termasuk juga mengungkap motif dalang sesungguhnya dibalik isu-isu referendum yang sepertinya saut menyaut layaknya paduan suara. “Oleh karena itu, jangan dikasih hati kelompok atau orang-orang seperti itu. Jadi, pemerintah harus segera mengambil sikap,” pungkasnya.
Sebelumnya, Mantan Panglima Gerekan Aceh Merdeka (GAM) yang saat ini menjabat sebagai ketua umum Komite Peralihan Aceh (KPA) dan sekaligus ketua umum Partai Aceh (PA), Muzakir Manaf menyerukan masyarakat Aceh melakukan referendum atau jajak pendapat. Pilihannya, mau tetap di Indonesia atau lepas dan jadi negara baru.
Seruan referendum itu dikatakan Muzakir Manaf alias Mualem dalam sambutannya pada peringatan kesembilan (3 Juni 2010-3 Juni 2019), wafatnya Wali Negara Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk. Muhammad Hasan Ditiro dan buka bersama di salah satu Gedung Amel Banda Aceh, Senin (27/5/2019) malam.
“Alhamudlillah, kita melihat saat ini, negara kita di Indonesia tak jelas soal keadilan dan demokrasi. Indonesia diambang kehancuran dari sisi apa saja. Itu sebabnya, maaf Pak Pangdam, ke depan Aceh kita minta referendum saja,” ujar Mualem yang disambut tepuk tangan dan yel yel “Hidup Mualem”.
Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Irwan Prayitno menilai tidak ada isu atau wacana terkait refrendum yang bisa diterima dalam konteks NKRI.
“Apapun alasannya dalam konteks NKRI tidak bisa diterima referendum itu,” katanya usai memimpin upacara peringatan Kesaktian Pancasila di Padang, Sabtu.
Bahkan ia menyebut isu itu sudah hampir sama dengan isu separatis sehingga tidak mungkin diterima.
Irwan yakin wacana itu tidak akan menyebar di Sumbar karena tidak sesuai dengan karakteristik orang Minang. Apalagi, para pendiri bangsa banyak yang berasal dari Sumbar sehingga tidak mungkin masyarakat “menghianati” apa yang telah diperjuangkan datuk-datuknya. (bip/red)