SUAKA-BANJARMASIN. Pemasangan portal di hauling poros Marabahan-Margasari, yakni Jalan hauling Talenta Bumi, Binuang Mitra Bersama dan Jalan hauling Hasnur Group berimbas akan berujung ke meja hijau hanya karena Tim terpadu penegakan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pelarangan Angkutan Bahan Tambang dan Perusahan ini dituding telah menghalang-halangi aktivitas usaha angkutan pertambangan batubara berikut pelabuhan di kawasan itu.
Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN), Aspihani Ideris SAP SH MH mengungkapkan, sebagai dasar gugatan (legal standing) telah mendapat kuasa khusus dari para pengusaha (perusahaan), kontraktor, sopir dan para buruh yang dirugikan akibat pemortalan dari tim terpadu yang terdiri dari Dinas Perhubungan Kalsel dan Direktorat Lalu Lintas Polda Kalsel terhitung sejak Kamis (26/1/2017) lalu.
“Kita akan lakukan gugatan class action terhadap tim penegakan Perda No. 3/2012. Dari perhitungan awal, kerugian akibat pemortalan jalan khusus tambang batubara di tiga ruas hauling itu mencapai Rp 400 miliar per hari, sebab gara-gara penutupan itu aktivitas tiga pelabuhan di kawasan Sungai Puting terpaksa ditutup. Data untuk bahan gugatan sudah kami pegang,” ujar Aspihani Ideris, kepada sejumlah awak media di Banjarmasin, Minggu (5/2/2017).
Menurut Aspihani, materi gugatan sudah siap dan akan segera didaftarkan ke Pengadilan Negeri Rantau dan Pengadilan Negeri Marabahan. Karena mereka yang berwenang menyidangkan perkara gugatan warga tersebut. Ia menegaskan gugatan ini ditujukan kepada pihak-pihak sebagai tergugat adalah Pemprov Kalsel, terkhusus Gubernur H Sahbirin Noor, Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kalsel, sebagai tergugat I. Kemudian, tergugat II adalah Kapolri, Kapolda Kalsel, dan Direktur Lalu Lintas Polda Kalsel.
Ia berharap agar majelis hakim PN Rantau dan PN Marabahan nantinya bisa memeriksa berkas gugatan class action serta memanggil pihak-pihak tergugat untuk dihadapkan dalam persidangan. “Kami juga mengajak para advokat yang peduli dengan umat untuk bergabung dalam gugatan class action ini,” ucap Aspihani.
Seperti dikutip dalam pemberitaan yang lalu di suarakalimantan.com, Sekjen Aspektam Kalimantan Selatan, Muhammad Solikin menuding pemasangan portal jalan tambang ini kontark dengan Perda Nomor 3/2012 itu, karena posisi jalan itu masih berstatus jalan kabupaten, bukan jalan provinsi atau negara.
“Jangan tambang hanya memotong ruas jalan penghubung Kabupaten Barito Kuala dan Tapin yang masih berstatus jalan kabupaten,” cetus Solikin. Ia mengungkapkan akibat tindakan Tim Terpadu Penegakan Perda 3/2012 itu, terpaksa para pengusaha tambang merumahkan 5 ribu karyawanya.
“Jika aktivitas pertambangan batubara terhenti, bisa menimbulkan kerugian negara dan royalti. Termasuk, pajak produksi, pengangkutan serta trading batubara,” ucapnya. Ia menyebut angka kerugian mencapai Rp 500 miliar per hari, dihitung dari bisnis pertambangan, angkutan, pelabuhan dan bisnis ikutan lainnya. “Padahal, saat ini pengiriman batubara lewat tiga pelabuhan khusus itu untuk keperluan sejumlah pembangkit listrik di Pulau Jawa cukup signifikan,” ujar Solikin.
Sedangkan, Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kalsel, Rusdiansyah menegaskan telah lama menyosialisasikan penerapan perda itu kepada pelaku usaha pertambangan, sebelum menutup akses jalan tersebut. Mantan Camat Banjarmasin Timur ii mengatakan ruas jalan Kabupaten Tapin-Barito Kuala sudah berstatus jalan nasional sejak 2014. Ia mengingatkan agar para pengusaha tambang dan usaha ikutan lainnya sudah seharusnya membangun under pass, seperti yang diterapkan di beberapa wilayah seperti Kabupaten Tapin dan Tabalong. (Kas)