Rencana pembuatan kebijakan terlebih dahulu disebarkan ke publik untuk menakar sejauhmana perhatian atau respon publik baik itu dalam bentuk dukungan maupun penolakan terhadap agenda kebijakan yang ditetapkan.
Itulah yang dilakukan pemerintah sekarang yang dalam hal ini pihak eksekutif tentang Agenda Kebijakan Haluan Ideologi Pancasila.
Penetapan Agenda Kebijakan Haluan Ideologi Pancasila yang berupa rancangan undang-undang ini mendapatkan pertentangan dan penolakan dari berbagai kalangan.
Tidak ketinggalan, para oraganisasi umat Islam juga melakukan pertentangan dan penolakan terhadap rancangan undang-undang Haluan Ideologi Pancasila. Sebagaimana yang penulis kutip dalam laman republika.co.id menyatakan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan maklumat penolakan rancangan undang-undang Haluan Ideologi Pancasila yang diantaranya dalam pasal tersebut dianggap memeras pancasila menjadi trisila lalu menjadi ekasila merupakan upaya nyata pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila. Sikap tersebut juga sebagai bentuk penolakan terhadap paham komunis.
Hal serupa juga dilakukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang mengirim tim “jihad konstitusi” untuk mengawal rancangan undang-undang Haluan Ideologi Pancasila agar isinya tidak menimbulkan kontroversi. Karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Berbagai pertentangan dan penolakan terhadap rancangan undang-undang Haluan Ideologi Pancasila ini dapat menjadi pertimbangan sekaligus keputusan bagi pemerintah untuk memperbaiki atau mengahapus pasal-pasal yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang 1945.
Karena bagaimanapun juga dalam paradigma kebijakan publik, kebijakan yang ditetapkan disebabkan nilai yang berada di belakang kehendak. Berbicara tentang nilai yang dipandang sebagai penyebab kebijakan yang dimaksudkan adalah nilai yang menjadi pandangan hidup suatu bangsa sebagaimana nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Namun pertentangan dan penolakan yang dilakukan berbagai kalangan juga dapat saja tidak ditanggapi pemerintah terhadap pasal-pasal yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila.
Mengingat pengalaman yang pernah terjadi sebelumnya mengenai Undang- Undang Revisi KPK yang juga mendapatkan penolakan yang serius dari berbagai kalangan. Karena dianggap melemahkan wewenang KPK untuk melakukan pemberantasan korupsi.
Penolakan yang dilakukan para aktivis, mahasiswa serta masyarakat peduli korupsi waktu itu dengan berbagai cara mulai dari diskusi hingga aksi turun ke jalan melakukan unjuk rasa yang masif terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Akan tetapi penolakan yang dilakukan tersebut tidak diperdulikan pihak pemerintah dan Revisi Undang-Undang KPK tetap dilaksanakan.
Sehingga pada akhirnya polemik Agenda Kebijakan Haluan Ideologi Pancasila ini berada di tangan pihak legislatif, apakah menyetujui pasal-pasal yang dianggap bermuatan pahan komunis serta bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 atau sebaliknya tidak menyetujui dalam perumusannya untuk di adopsi sebagai sebuah kebijakan.
Kalaupun agenda kebijakan Haluan Ideologi Pancasila yang isi pasalnya terdapat muatan paham komunis serta yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan sebagai kebijakan, maka judicial review sebagai jalan terakhir.
Rahimullah
Alumni FISIP Universitas Lambung Mangkurat
Mahasiswa Pascasarjana FISIP Universitas Airlangga