Haidar Alwi
Inisiator Gerakan #2022GantiGabener melihat kenyataan yang ada saat ini, hati kita menjadi miris ketika melihat segelintir orang yang konon dikatakan sebagai tokoh namun justru lebih terlihat sebagai provokator jalanan yang tidak berpendidikan.
Kata dia, menggunakan atau memakai kalimat yang provokatif untuk memberi spirit positif guna memotivasi seseorang agar dapat bangkit dari keterpurukan adalah salah satu dari sekian banyak contoh positif. Karena, rakaian kata provokatif itu digunakan atau dipakai untuk saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya secara baik dan benar.
“Tetapi, yang terjadi saat ini justru segelintir orang yang katanya ‘tokoh’ malah merangkai kalimat demi kalimat dengan sengaja untuk memprovokasi orang melakukan tindakan anarkis dan brutal seperti yang terjadi pada kerusuhan ‘ByDesign’ bulan Mei lalu,” ujarnya Selasa (4/6/2019).
Ironisnya, menurut dia, para provokator jalanan ini semakin menunjukkan kebodohannya. Dimana, saat ini mereka berusaha mencuci tangannya dengan mencari kambing hitam atas kerusuhan yang mereka ciptakan. Salah satunya, mereka menggunakan logika sesaat yang sesat dengan mengkambing hitamkan Kapolri. Dengan tujuan, agar tercipta opini di masyarakat bahwa; kerusuhan yang lahir dari aksi anarkis dan brutal pada Mei lalu dipicu oleh tindakan represif aparat kepolisian.
“Dengan harapan, masyarakat dapat dengan mudah percaya begitu saja. Sehingga, pada akhirnya mereka dapat menggulinggkan Presiden RI setelah Kopolri yang tegas melawan intoleransi, radikakisme dan terorisme dicopot dari jabatannya,” ujarnya.
Semua masyarakat sudah mengetahui bahwa; aksi anarkis dan brutal yang berakhir rusuh itu bukan dipicu oleh Kapolri beserta jajarannya. Tetapi, rentetan persoalan itu dimulai sejak provokator jalanan ini secara terstruktur, sistematis dan masif mengatakan pemilu curang.
Padahal, saat itu pemilunya belum dimulai. Dan, sudah dikatakan curang. Lebih bodohnya lagi, provokator jalanan ini justru berani mengatakan pemilu curang secara terstruktur, sistematis dan masif tanpa bisa membuktikannya. Faktanya, provokator jalanan itu sendiri yang secara terstruktur, sismatis dan masif mengkampanyekan pemilu curang.
“Oleh karena itu, sangatlah naif jika provokator jalanan itu mengkambing hitamkan Kapolri dari rentetan persoalan yang terjadi karena sebab akibat yang dibuatnya sendiri. Karena, semua peristiwa yang terjadi saat ini adalah sebuah mata rantai pemilu. Dan, tidak bisa dipisahkan begitu saja,” ujar Haidar.
Kalau kita mau bicara obyektif, maka seharusnya kita harus meminta pertanggung-jawaban Gubernur DKI. Karena, aksi anarkis dan brutal yang berakhir rusuh terjadi diwilayah hukum Provinsi DKI Jakarta. Dan, dari awal seharusnya Gubernur DKI Jakarta sudah intensif berkoordinasi dengan TNI Polri secara rutin untuk mengantisipasi para perusuh dari luar kota yang ingin memporak-porandakan DKI Jakarta.
“Karena, sudah kewajiban Gubernur DKI Jakarta menjamin keamanan dan kenyamanan warganya,” pungkas Haidar Alwi. (bip)