Keterangan Gambar : Advokat Muda Kalsel H. Aspihani Ideris, MH dan H. Marli, SH saat usai Sholat Subuh berjamaah di Masjid Al-Falah Beruntung Jaya Banjarmasin (8/4/2019)
SUAKA – BANJARMASIN. PRAKTIK money politics atau politik uang dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) masih menjadi musuh utama pada pesta demokrasi dan seakan-akan sudah mendarah daging dikalangan masyarakat, padahal pemberi dan penerima dalam Pemilu tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dapat dipidana serta dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits dilaknat oleh Allah SWT.
H. Aspihani Ideris, MH mengatakan, KUHP kepanjangan dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang merupakan sebuah peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbuatan pidana secara materiil di Indonesia.
“Dalam KUHP, sudah jelas terdapat pada pasal 149 ayat (1) dan (2) untuk menjerat pelaku money politics atau politik uang”, ucap Dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin dan juga diketahui Ketua Advokasi Hukum Front Pembela Islam (FPI) Kalimantan Selatan ini, Senin (8/4/2019).
Didampingi rekannya H. Marli, SH sesama advokat muda Kalimantan Salatan, Aspihani menjelaskan, didalam KUHP ayat 1 berbunyi “Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling besar empat ribu lima ratus rupiah.”
Sedangkan penjelasan ayat (2) didalam pasal 149 KUHP, menurut Aspihani hal yang sama diterapkan kepada pemilih mendapatkan sanksi pidana bagi yang menerima pemberian atau janji, mau disuap oleh para caleg tersebut, tukas Aspihani Ideris yang juga Ketua Dewan Kehormatan Perkumpulan Advocaten Indonesia (PAI) Kalimantan Selatan (Kalsel) ini menegaskan.
Aspihani juga mengatakan, bermain uang itu juga sama halnya dengan meminta seseorang untuk menggunakan hak pilihnya sesuai arahan pemberi uang tersebut.
Menurut Aspihani, perbuatan mengarahkan seseorang dalam pilihan tersebut melanggar UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagaimana terdapat pada Pasal 500 yang berbunyi, “Setiap orang yang membantu Pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan Pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 364 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
Selain itu pula perlu di antisipasi perbuatan curang dengan penggelembongan suara nantinya bisa saja terjadi. “Pemilu sebelumnya marak terjadinya permainan suara antara kontestan dan petugas pemilu dengan cara mengambilan dengan penggelembongan suara, sehingga seorang tersebut mendapatkan suara terbanyak. Biasanya permainan ini terjadi sesama dalam naungan partai politik dan daerah pemilihan yang sama. Panwaslu ataupun Bawaslu harus benar-benar jeli dengan permainan ini. Undang-Undang Pemilu mengatur sanksi pidannya 4 tahun penjara bagi pelakunya,” tutur Aspihani.
Undang-Undang Nomor (UU) 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) Pasal 532 berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).”
Senandung nada, Tokoh Pemuda Kabupaten Banjar dan juga Advokat Muda Kalsel lainnya, H. Marli, SH menjelaskan, bahwa seorang caleg memberikan sesuatu kepada pemilih dengan tujuan supaya dirinya dipilih sebagai anggota DPR, DPD dan DPRD, selain dipidana penjara, maka iapun dilaknat oleh Allah SWT.
Dalam hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menyebutkan, dari Abu Hurairah RA berkata: Rasul SAW bersabda: Allah SWT melaknat penyuap dan yang di suap. “artinya bagi yang memberi dan menerima pemberian sesuatu dengan tujuan untuk dirinya dipilih sebagai Caleg, maka itu semua dilaknat oleh Allah SWT,” tutur Marli, Senin (8/4/2019) kepada wartawan.
Hasan, Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Umar juga Rasulullah bersabda dalam hadits ke 7251 yang artinya “Allah Melaknat (ditimpakan) atas orang yang memberi suap (minta dipilih) dan yang menerima suap (pemilih),” ulas H Marli memaparkan dalam hadits nabi Muhammad SAW.
Tegasnya dan perlu di ingat dalam Pemilu Rabu 17 April 2019 kita harus benar-benar memilih pemimpin tanpa ada suap menyuap. Suap tersebut bukan hanya berupa uang, bisa juga berupa barang. Dari itu siapapun yang melakukannya, kelak dia akan di azab oleh Allah SWT di dalam NERAKA Jahanam, ucap Marli dengan tegas.
Intinya, tutur Marli, hukum suap menyuap bagian perbuatan dari dosa besar, karna inipun juga dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa “Allah SWT melaknat penyuap dan yang di suap”, sehingga jika kita simpulkan, bagi Caleg yang memberikan sesuatu untuk dirinya dipilih dan masyarakat yang menerima pemberian tersebut jelas dilaknat dan terjauhkan dari rahmat Allah SWT.
Disisi lain menurut alumni Pondok Pesantren Datuk Kalampaian, Syech Muhammad Arsyad Al-Banjary Bangil Jawa Timur ini, setiap calon anggota legislatif (caleg) harus melaporkan dana kampanyenya ke KPU. Didalam PKPU dana kampanye wajib dilaporkan kepada KPU.
“Pelaporannya bersifat wajib. Untuk caleg yang tidak melaporkan, maka akan dikenakan sanksi berupa sanksi sosial, karena ini akan di umumkan ke publik oleh KPU setelah diaudit oleh Auditor Independen yang ditunjuk,” ujar advokat dari Kongres Advokat Indonesia (KAI) Kalimantan Selatan ini kepada sejumlah awak media.
Sanksi sosial ini dimaksudkan, menurut Marli dalam penjelasannya, agar masyarakat bisa memahami dan menjadi pertimbangan untuk menentukan pilihan. Komitmen caleg tersebut bisa menjadi faktor positif sehingga yang bersangkutan punya faktor kuat untuk dipilih dibanding caleg yang tidak melaporkan. (H@tim)