KPK Tangkap Tangan Hakim Mahkamah Konstitusi

SUAKA – JAKARTA. Basuki Hariman (BHR), tersangka penyuap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar akhirnya buka suara usai diperiksa selama lebih dari 12 jam oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia menyatakan, Patrialis Akbar tidak pernah menerima suap darinya. “Benar Mas, saya tidak pernah kasih uang,” kata Basuki di Gedung KPK pukul 02.25 WIB, sebelum memasuki mobil tahanan, Jumat (27/1/2017).

Disinggung keterkaitan dalam uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2015 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK, Basuki menyanggah hubungan langsung dalam gugatan tersebut. “Enggak (berhubungan). Yang beperkara orang lain, saya hanya kepingin perkara itu bisa menang, (ini) mengenai daging,” jelas dia.

Basuki mengklaim, andilnya dalam kasus ini semata mendorong agar tidak ada lagi daging impor masuk merajai pasar dan berimbas kepada pedagang kecil. “(Penggugat) PPS, persatuan sapi apa gitu (kepanjangan). Saya lupa namanya. Jadi, pertama masuknya daging India ini merusak peternak lokal karena harganya murah sekali. Sedangkan ini, tidak juga menurunkan harga sapi sampai sekarang. Kedua, di sana (India) masih terjangkit sakit PMK (penyakit mulut kuku). Jelas sertifikatnya tertulis dari negara terinfeksi,” beber Basuki.

Atas alasan tersebut, Basuki tergerak memberi pencerahan kepada Patrialis Akbar guna bisa memutus gugatan uji materi dilayangkan pada 12 Mei 2016 dan 16 Oktober 2016. “Jadi, hari ini masuknya daging India terlalu banyak. Kalau saya lihat ada gugatan seperti ini, saya mau bantu aja memberi penjelasan kepada hakim dalam hal ini Patrialis, karena dia tidak begitu ngerti. Ketika dia (sudah) ngerti dia coba pelajari,” kata Basuki.

Pemimpin KPK, Basaria Pandjaitan, sebelumnya mengatakan, hakim MK Patrialis Akbar terjaring operasi tangkap tangan (OTT) bersama barang bukti sejumlah uang ribuan dolar Amerika Serikat dan Singapura. Dan uang tersebut merupakan hadiah yang dijanjikan pemberi suap kepada Patrialis Akbar. “PAK (Patrialis Akbar) menerima hadiah US$ 20 ribu dan 200 ribu dolar Singapura,” ucap Basaria dalam konferensi pers yang digelar di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis 26 Januari 2017.

Baca Juga:  Dinas Pariwisata Kotabaru Akan Kembangkan Pelebaran pembangunan Lantai Beton Siring Laut

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap kepada hakim MK terkait judicial review UU 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Karena Patrialis Akbar dan KM diduga penerima disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Patrialis Akbar diduga menerima suap US$ 20 ribu dan 200 ribu dolar Singapura.

Kemudian BHR dan NGF diduga sebagai pemberi suap untuk Patrialis Akbar, disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Terkait perkara ini, pengacara senior Prof Yusril Ihza Mahendra ikut menanggapi penangkapan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yusril menganggap, tak mungkin ada aksi suap menyuap saat uji materi undang-undang (UU).

Pakar hukum tata negara ini mengatakan, dalam kasus Patrialis, informasi yang dia dapatkan baru pada saat MK tengah mengumpulkan semua hakim dipanggil terkait OTT KPK. Dia pun belum secara rinci mendapatkan informasi terkait OTT KPK yang mengamankan 11 orang tersebut, yang mana salah satunya merupakan Hakim MK Patrialis Akbar. “Kalau perkara pilkada, kepada hakim sangat mungkin suap menyuap karena kuncinya pada panel hakim itu yang memeriksa lebih detail lalu dilaporkan ke sidang paripurna,” ujarnya pada wartawan di Jakarta Selatan, Kamis kemaren (26/1/2017).

Sedang dalam pengujian UU, kata Yusril, kemungkinan kasus suap-menyuap cukup kecil terjadi. Sebabnya, ada pemeriksaan pendahuluan terlebih dahulu meski tak masuk substansi. Apabila materi UU itu sudah diuji sebelumnya, tentu akan ditolak saat dibawa ke sidang MK. “Lalu, menyogok satu hakim apa iya bisa mempengaruhi delapan orang lainya, itu sia-sia, kecil kemungkinannya (ada suap-menyuap),” ucapnya.

Baca Juga:  Ketua DPRD Kotabaru, Dukung Lomba Perahu Ketinting Mini Dan Apresiasi Kreativitas Pemuda

Yusril menerangkan, kalau pun ketua MK bisa dipengaruhi misalnya, tentu ketua MK pun tak mudah pula memengaruhi hakim lainnya sehingga kemungkinan terjadinya sogok-menyogok itu kecil. Apalagi, tambah Yusril, dalam sidang MK itu, khususnya dalam pengujian UU, yang bakal dijadikan putusan itu bergantung dari suara terbanyak hakim, bukan dari satu hakim yang disuap tersebut.

Informasi yang didapatkan.bahwa Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, setelah menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (27/1/2017) dini hari langsung ditahan. Patrialis keluar dari Gedung KPK sekitar pukul 00.45 dengan mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye.

Patrialis sempat menjelaskan perihal kasusnya kepada awak media yang menunggu pemeriksaannya. Membantah terlibat suap, Patrialis justru merasa dizalimi.  “Saya ingin menyampaikan kepada yang mulia? Bapak Ketua MK, Bapak Wakil Ketua MK, dan para hakim MK yang saya muliakan, dan kepada seluruh rakyat Indonesia. Saya mengatakan, saya hari ini dizalimi, karena saya tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari Pak Basuki,” kata Patrialis sebelum menaiki mobil tahanan.

Diketahui sebelumnya bahwa Patrialis Akbar ditangkap dalam operasi tangkap tangan, Rabu (25/1/2017). Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini ditangkap setelah diduga menerima suap sebesar sebesar 20.000 Dollar AS dan 200.000 Dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.

Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.

Perkara gugatan yang dimaksud yakni, uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. (TIM)

Dibaca 24 kali.

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top