Reklamasi Tidak Berjalan Semestinya di Eks Tambang Batubara, Siapa yang Bertanggung Jawab Akibat Rusaknya Alam tersebut? 

Oleh : Aspihani Ideris (Direktur Eksekutif Pemerhati Lingkungan Hidup “PELIH”)

Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan dalam kehancuran. Karena sebagian besar para pengusaha tambang tidak pernah memperhatikan lingkungan eks tambang yang mereka lakukan. Lubang hasil galian tidak tertata dan terciptanya danau-danau yang tak bertuan bak lautan nan luas seperti halnya di eks tambang batubara milik PT Arutmin Indonesia, lokasinya masuk dari simpang 4 Sumpol, Sungai Danau Kecamatan Satui arah ke Gunung Lumut maupun arah ke Tanduy Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan

Perubahan kimiawi akibat aktivitas pertambangan, khususnya batubara sangat berdampak terhadap air tanah dan air permukaan, berlanjut pula secara fisik perubahan morfologi dan topografi lahan sehingga perubahan iklim mikro yang disebabkan perubahan kecepatan angin, gangguan habitat biologi berupa flora dan fauna, serta penurunan produktivitas tanah berakibat menjadi tandus dan atau gundul oleh sebab tidak maksimalnya reklamasi dijalankan sebagaimana mestinya.

Mengacu kepada perubahan tersebut perlu dilakukan upaya reklamasi yang sesungguhnya. Karena dengan adanya reklamasi, hal demikian bertujuan dapat mencegah erosi atau mengurangi kecepatan aliran air limpasan, dan juga reklamasi dilakukan untuk menjaga lahan agar tidak labil dan lebih produktif lagi. Karena pada akhirnya reklamasi diharapkan dapat menghasilkan nilai tambah bagi lingkungan dan menciptakan keadaan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.

Bentuk permukaan wilayah bekas tambang pada umumnya tidak teratur penuh lubang besar besar yang tidak tertata dan sebagian besar dapat berupa morfologi yang terjal. Pada saat reklamasi, lereng yang terlalu terjal dibentuk menjadi teras-teras yang disesuaikan dengan kelerengan yang ada, terutama untuk menjaga keamanan lereng tersebut guna penyesuaian terhadap eks tambang tersebut.

Berkaitan dengan potensi bahan galian tertinggal yang belum dimanfaatkan, diperlukan perhatian yang serius, mengingat hal tersebut berpotensi untuk ditambang oleh masyarakat atau ditangani agar tidak menurun nilai ekonominya yang ada. 

Baca Juga:  Kantor Pencarian Dan Pertolongan Banjarmasin Gelar Rapid Test Antigen Pegawainya

Dari itu semua reklamasi bisa dikatakan merupakan sebuah kegiatan yang bertujuan guna memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan yang telah dilakukan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Pembangunan berwawasan lingkungan menjadi salah satu suatu kebutuhan penting bagi setiap bangsa dan negara yang menginginkan kelestarian sumberdaya alam agar tetap terjaga keasliannya.

Oleh sebab itu, sumberdaya alam perlu dijaga dan dipertahankan kelestariannya untuk kelangsungan hidup manusia masa kini, maupun untuk generasi yang akan datang sesudah kita. Jangan sampai anak keturunan kita mendapatkan dampak imbas buruk akibat perbuatan orang-orang terdahulu dari generasi kita.

Saat ini rusaknya lingkungan jelas akibat dari perbuatan tangan manusia juga, yakni para pengusaha tambang yang tidak bertanggungjawab dan tidak peduli terjadinya kerusakan lingkungan (ekosistem). Dengan semakin bertambahnya jumlah populasi manusia, kebutuhan hidupnya pun meningkat, akibatnya terjadi peningkatan permintaan akan lahan seperti di sektor pertanian dan pertambangan.

Sejalan dengan hal tersebut dan dengan semakin hebatnya kemampuan teknologi untuk memodifikasi atau merubah lingkungan yang ada, maka manusialah yang merupakan faktor yang paling penting dan dominan dalam merestorasi ekosistem yang rusak.

Kegiatan pembangunan juga seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan, sehingga menyebabkan penurunan mutu lingkungan, berupa kerusakan ekosistem yang selanjutnya mengancam dan membahayakan kelangsungan hidup manusia itu sendiri. 

Kegiatan seperti pembukaan hutan, penambangan, pembukaan lahan pertanian dan pemukiman. Apakah mereka bertanggung jawab terhadap kerusakan ekosistem yang terjadi saat ini?

Karena dari hal tersebut diatas akibat yang ditimbulkan antara lain kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi buruk, seperti contohnya lapisan tanah tidak berprofil, terjadi bulk density (pemadatan), kekurangan unsur hara yang penting, pH-Nya menjadi rendah, pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, lereng-lereng tanah menjadi tandus tidak tertata dengan baik serta penurunan populasi mikroba tanah itu sendiri.

Baca Juga:  Ketua dan Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Datangi MK dengan Nyelip Kawat Berduri

Untuk itu diperlukan adanya suatu kegiatan sebagai upaya pelestarian lingkungan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut atau yang berkesinambungan yakni pemerintah wajib memikirkan upaya yang bisa ditempuh dengan cara merehabilitasi ekosistem yang rusak. Dengan rehabilitasi tersebut diharapkan akan mampu memperbaiki ekosistem yang rusak sehingga dapat pulih kembali, mendekati atau bahkan lebih baik dibandingkan kondisi sebelumnya.

Saat ini kegiatan pertambangan bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Banyak hal yang digali dan diambil hasilnya dari perut bumi, seperti tambang batubara, biji besi, tembaga dan lain sebagaimana, namun selama kurun waktu 50 tahunan berjalan, konsep dasar pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah sekala kegiatannya serta kebanyakan pihak mereka tidak peduli dengan kerusakan ekosistem yang ada.

Mekanisasi peralatan pertambangan juga dari bagian penyebab pemicu sekala pertambangan semakin membesar. Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan semakin dalam mencapai lapisan bumi jauh di bawah permukaan.

Hal demikian diatas menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting untuk menjadi perhatian serius. Karena pengaruh kegiatan pertambangan mempunyai dampak yang sangat signifikan terutama berupa pencemaran air permukaan dan air tanah.

Jika anda terbang naik pesawat ke daerah Pulau Kalimantan ataupun daerah Pulau Sumatera, coba lihat kebawah disaat anda berada didalam pesawat, sungguh menyedihkan alam sekitar eks tambang batubara sangat hancur dan tidak ditata reklamasinya oleh para pengusaha tambang itu sendiri, lalu siapa yang bertanggungjawab? Karena saat ditanya, jawab para pengusaha penambang bahwa mereka sudah membayarkan dana buat reklamasi tersebut ke pemerintah, khususnya Dinas Pertambangan setempat. Lalu kemana dana reklamasi tersebut digunakan?

Baca Juga:  PWNU Kalsel Tegaskan 100 Persen Netral di PSU

Dari acuan yang ada solusi yang tepat adalah hendaknya pemerintah mengurangi aktivitas pertambangan secara nasional, terutama pertambangan batubara.sebagaimana yang saat ini marak dilaksanakan didaerah Kalimantan dan Sumatera.

Dilihat saat ini malah pemerintah mentargetkan poyek pembangkit listrik 35.000 MW yang sebagian besar menggunakan ketergantungan batubara, memang.pembangkit listrik 35.000 MW merupakan kebutuhan rakyat secara nasional, bahkan di Kalimantan para aktivis Melawan Kadap yang tergabung dalam Aliansi Jaringan Anak Kalimantan (AJAK) memperjuangkan ketersediaan listrik yang memadai, namun tidak mengharuskan pembangkit listrik tersebut mengharuskan menggunakan bahan batubara, kan masih ada solusi penggunaan yang lainnya. 

Karena jika selalu menggunakan bahan bakar batubara, maka hal demikian hanya akan meluaskan pembongkaran dan penghan­curan kawasan hutan dan lind­ungan yang ada, program demikian tidak akan sesuai dengan rencana moratorium lahan untuk tambang yang disebut Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.

Pembangunan sejumlah PLTU dan perluasan tambang batubara di bawah program pembangunan pembangkit listrik 35.000 Megawatt (MW) yang sudah berjalan dan sepertinya sudah tidak memperhatikan dampak sosial dan lingkungan yang serius lagi, ini Pri dipikirkan pemerintah guna memikirkan jalan keluarnya. 

Dan malahan saat ini oleh pemerintah sudah dibangun 42 PLTU yang sudah beroperasi di Indonesia serta dampaknya terhadap lingkunga telah menghasilkan polusi udara yang mengeluarkan polutan-polu­tan berbahaya seperti PM 2.5, merkuri dan arsenik.

Masihnya penggunaan batubara dalam kelistrikan nasional, khususnya di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), menurut pengamatan kami memiliki dampak sosial dan lingkungan yang sangat serius. Oleh karena itu pe­merintah hendaknya, segera beralih ke energi terbarukan yang lebih bersih dan berkesinambungan. ###

Dibaca 40 kali.

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top