SUAKA – TANAH BUMBU. Sebuah bentrokan masal masalah lahan di saat ini sudah merupakan permasalah yang marak-maraknya terjadi di Republik Indonesia di era Orde Reformasi, salah satu timbulnya sebuah permasalahan itu akibat muncul oleh otoreternya sebuah perusahaan dalam menggarap hasil yang didapat dari lahan tersebut, sehingga tidak menoleh siapa pemilik lahan yang sebenarnya alias asal rampas saja. Hal ini juga terciumnya oleh mas media yang di indikasikan sedang terjadi di Batulicin, tepatnya di lokasi pertambangan wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Menurut Ketua Dewan Adat Dayak Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mundut DM, menepis adanya perpecahan dan konflik etnis antara Suku Dayak, Banjar (Gabungan) vs Suku Bugis, baik di Tanah Bumbu maupun di Kotabaru.
Menurutnya, Informasi yang beredar saat ini hanyalah sekedar issu dari pihak yang tidak bertanggungjawab penyebar fitnah, bahwa mengatakan, terjadi perang suku antara Dayak dengan Bugis dan bahkan mengatakan issu tersebut saat ini sudah berjatuhan korban dari pihak Bugis. Hal ini tidak benar terjadi. Ia berharap, semua pihak tidak termakan issu sesat tersebut, kata Mundut dengan tegas.
Yang beredar di masyarakat, terkait konflik etnis Bugis vs Dayak, semua itu tidak betul, semua hanya issu yang dibuat oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Kami minta masyarakat tidak terprovokasi dengan keadaan seperti ini dan kita harus bisa menjaga kedamaian antara sesama,” kata Mundut kepada beberapa wartawan hari ini di Batulicin (23/1).
Sementara itu, berita sebelumnya, Kapolres Tanah Bumbu sudah memastikan tidak pernah ada kejadian seperti yang disebarkan.issu di masyarakat Batulicin dan sekitarnya. “Semua hanya issu,” ucapnya.
Sebelumnya media kami mendapatkan SMS berbunyi:
“PEMBERITAHUAN, Kepada masyarakat Batulicin diberitahukan bahwa para suku Dayak sudah melakukan penyerangan terhadap suku Bugis dan sudah memakan korban 10 orang tewas di villa milik H. Syamsuddin (H. Isam). Jadi berhati-hatilah bagi keluarga anda yang bekerja di PT. JHONLIN BRATAMA. Karena mereka akan membunuh semua karyawan… dss…”.
Mendapat SMS tersebut redaksi SKU/Online “SUARA Kalimantan” langsung mengirim wartawannya untuk memantau kebenaran dari bunyi kalimat SMS tersebut, hasil dilapangan sampai berita ini diturunkan kro kami tidak mendapatkan bukti yang pasti tentang benar tidaknya kejadian issu konflik itu.
Akibat beredarnya issu tersebut diatas para tokoh-tokoh Dayak dan Banjar sempat mengadakan rapat mendadak di Banjarbaru, namun pihak mereka memutuskan untuk memantau perkembangan atas issu yang berkembang. Selain itu di daerah Tanah Bumbu kro kami mendapatkan informasi bahwa Rabu ini 25 Januari 2012 akan di adakan demo konon besar-besaran ke lokasi tambang PT. Tunas Inti Abadi (PT. TIA) Desa Sebamban Baru, Kecamatan Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Bumbu tuntutan minta pembayaran Fee lahan yang di garap, berdasarkan kesepakatan perjanjian/kontrak antara PT. TIA dan pihak pemilik lahan tersebut.
Menurut Abdullah Audah, seorang tokoh masyarakat Tanah Bumbu, ketika ditemui kro kami untuk mendapatkan informasi, mengatakan “Memang ada warga dari Suku Dayak yang di tangkap, tetapi itu bukan peperangan seperti issu yang memanas ini, melainkan masalah membawa senjata tajam dan kasus perkelahian belaka, jadi ini murni tindakan pidana, bukan terkait konflik etnis Bugis vs Dayak seperti issu yang beredar, yang mengakibatkan memanasnya keadaan.” tegasnya.
Ketua Umum Aliansi Jaringan Anak Kalimantan (AJAK), Aspihani Ideris S.AP SH MH menanggapi permasalah ini, “Saya rasa issu ini benar-benar dahsyat dan kalau memang benar hal demikian merupakan hanya sebuah issu kenyataannya, perlu verifikasi langsung dari pihak Muspida Kabupaten Tanah Bumbu untuk memberitahukan kemasyarakat luas agar masyarakat sekitar dapat beraktivitas dengan tenang.” ujarnya, senin, (23/1) yang terjun langsung kelapangan memantau situasi kebenaran issu tersebut.
“Sedikit banyaknya dampak dari sebuah issu ini membikin masyarakat terganggu beraktifitas dan merasa was-was dengan keselamatannya dan bahkan siapa tau bisa mengancam jiwanya, dan ini kewajiban pihak pemkab Tanah Bumbu beserta para tokoh-tokoh masyarakat secepatnya untuk memverifikasi ke publik, agar hal negatif yang tidak diinginkan jangan sampai terjadi kemudiannya, cukup kita belajar dari tragide Sampit tempo dulu,” tegas Aspihani. (TIM)