15 WN China Serang Aparat TNI dan Petugas Tambang di Ketapang, Kendaraan Perusahaan Dirusak

Ketapang, Kalbar — SUARA KALIMANTAN – Aksi kekerasan yang melibatkan warga negara asing (WNA) terjadi di kawasan tambang emas milik PT Sultan Rafli Mandiri (PT SRM), Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Sebanyak 15 WNA asal China diduga melakukan penyerangan terhadap petugas pengamanan perusahaan dan lima anggota TNI, Minggu (14/12/2025) sore.
Akibat insiden tersebut, lima anggota TNI menjadi korban penyerangan, sementara satu unit mobil dan satu sepeda motor milik PT SRM mengalami kerusakan berat. Para pelaku disebut membawa senjata tajam, airsoft gun, serta alat setrum.
Chief Security PT SRM, Imran Kurniawan, membenarkan kejadian tersebut. Ia menjelaskan, peristiwa terjadi sekitar pukul 15.40 WIB di Desa Pemuatan Batu, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang.
“Dalam aksi penyerangan ini, satu mobil dan satu sepeda motor perusahaan kami dirusak oleh WN China,” ujar Imran, dikutip dari detikKalimantan, Senin (15/12/2025).
Menurut Imran, kejadian bermula sekitar pukul 15.30 WIB saat petugas pengamanan sipil PT SRM sedang melaksanakan tugas jaga dan mendapati adanya aktivitas penerbangan drone di sekitar area perusahaan.
Pada saat bersamaan, lima anggota TNI dari Batalyon Zeni Tempur 6/Satya Digdaya (Yonzipur 6/SD) Anjungan yang berada di lokasi tengah melaksanakan Latihan Dasar Satuan (LDS) di area PT SRM dan turut melakukan pengejaran terhadap pilot drone tersebut.
“Total ada enam orang yang melakukan pengejaran, terdiri dari satu petugas pengamanan dan lima anggota Yonzipur 6/SD,” jelas Imran.
Sekitar 300 meter dari pintu masuk PT SRM, petugas pengamanan dan anggota TNI mendapati empat WNA yang diduga sebagai pilot drone. Namun, situasi tiba-tiba memanas ketika sebelas WNA lainnya datang menyusul.
“Mereka membawa empat bilah senjata tajam, airsoft gun, dan alat setrum, lalu langsung melakukan penyerangan,” ungkapnya.
Karena kalah jumlah dan untuk menghindari bentrokan yang lebih besar, petugas pengamanan dan anggota TNI memilih mundur dan berlari kembali ke area perusahaan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian maupun TNI terkait status hukum para WNA, motif penyerangan, serta legalitas aktivitas drone di kawasan tambang tersebut.
Peristiwa ini menambah daftar panjang persoalan keamanan dan pengawasan aktivitas WNA di kawasan pertambangan, khususnya di wilayah Kalimantan Barat.
Sumber: Detik