BANJARMASIN, Suarakalimantan.com – MARAK Nya pemberitaan di berbagai media bahwa Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Mardani H Maming sebagai saksi tindak pidana korupsi (Tipikor) bukan di kriminalisasi, namun beliau tersebut di sudutkan dengan harus hadir secara offline dalam kesaksiannya langsung memenuhi Panggilan Sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin.
Mardani Maming sendiri sudah berhadir memenuhi panggilan majelis hakim di persidangan Tipikor Banjarmasin pada Senin (18/4) walau hanya virtual online, dan menurut hukum sah-sah saja dikarenakan kapasitasnya hanya sebatas seorang saksi, hal ini disampaikan oleh advokat, aktivis, dan akademisi (Dosen) Kalimantan Selatan, Aspihani Ideris, kepada awak media ini Sabtu, (24/4/2022).
Aspihani menduga, dikarenakan Mardani H Maming masih dalam kesibukan yang tidak bisa di tinggalkan di suatu negeri, sehingga yang bersangkutan tidak bisa mengikuti persidangan secara langsung, ditambah kondisi masa pendemi Indonesia saat ini, di rasa sangat wajar dan sah beliau hadir di persidangan secara online memenuhi panggilan hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin.
“Intinya kooperatif bapak H Mardani Maming memenuhi panggilan sidang majelis hakim tindak pidana korupsi itu sudah sesuai dengan kaidah KUHP. Jika majelis hakim dan JPU menolaknya, itu adalah kesalahan mereka, bukan kesalahan saksi,” ucap laki-laki pencetus penuntutan pemekaran wilayah Gambut Raya ini.
Majelis Hakim maupun Jaksa Penuntut Umum menurut Aspihani, tidak wajar mempermasalahkan kehadiran Mardani H Maming sebagai salah satu dari saksi persidangan Tipikor hanya lewat online.
“Perlu diketahui, beliau itu hanya seorang saksi bukan terdakwa. Kita tidak boleh men-judge orang lain selama kita tidak mengetahui fakta yang sebenarnya,” kata Ketua Umum P3HI ini.
Kehadiran Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mardani H Maming di Pengadilan Tipikor Banjarmasin walau lewat zoom, kata Aspihani sudah memenuhi kewajaran, dikarenakan kata dia sebagai warga negara yang berdemokrasi harus bangun dari mimpi kita yang buruk ini sehingga bisa merubahnya untuk mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia.
“UUD 1945 pada pasal 28 menegaskan, bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat sudah diatur. Artinya Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokrasi dan tidak bisa memaksakan seseorang yang hanya berstatus sebagai saksi untuk harus bisa hadir di persidangan tersebut,” jelas Aspihani.
Laki-laki kelahiran Gudang Hirang (Sungai Tabuk), 23 Januari 1975 ini menduga Majelis Hakim berpedoman kepada Perma Nomor 4 tahun 2020 PERMA tentang Adminstrasi Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik, namun kata Aspihani patut di pertanyakan PERMA dan UU tinggi mana dan acuan mana yang perlu lebih dulu dilaksanakan? Ya jelaskan UU lebih di utamakan, kecuali belum ada di atur oleh UU. Dalam Polemik ini, walau di KUHP menegaskan siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam pidana 9 bulan penjara.
“Yang jelas beliau (Mardani H Maming-red) sudah memenuhi panggilan dalam persidangan Tipikor Banjarmasin, dan kemungkinan karena kondisi beliau adanya sesuatu hal yang tidak bisa ditinggalkan saat itu, beliau tetap kooperatif memenuhi penggilan sidang walau hanya lewat online. Jadi tidak ada yang patut di permasalahkan lagi,” ujarnya.
Ia pun berasumsi dan mengindikasikan terkesan penegakan Hukum di Indonesia, jika ada tekanan atau patut di duga intimidasi, mereka lantas mengacu pada aturan lainnya, yakni aturan kekuasaan.
“Seharusnya seorang hakim itu harus bisa menjadikan hukum bagian dari Panglima, jangan sampai hukum tajam kebawah dan tumpul ke atas. Coba kita pelajari Pasal 259 KUHAP, disana bahwa hadirnya seorang saksi tidak ada aturan lain yang mengatur apakah hadir secara online atau online, kecuali pak Mardani H Maming itu tidak memenuhi panggilan sama sekali, baru boleh di lakukan pemanggilan paksa,” tegasnya.
Aspihani menjabarkan, katanya bukan berpihak ke siapapun, hanya saja ia menyampaikan pendapat hukum yang dia ketahui, walau menurutnya dua orang ahli hukum berpendapat, pasti menghasilkan pendapat hukum yang berbeda.
Dari itu Aspihani pun menyarankan, guna mengakhiri Polemik di berbagai kalangan, sebaiknya bapak Mardani H Maming bisa menghadiri Persidangan Tidak Pidana Korupsi mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu Raden Dwijono tersebut di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
“Advokat/Pengacara P3HI dan LSM LEKEM Kalimantan siap memberikan bantuan hukum ataupun pengawalan terhadap bapak Mardani H Maming dalam memenuhi panggilan sebagai saksi, jika itu di perlukan,” tukasnya. (Red)