SuaraKalimantan.com, Palangka Raya
Tokoh masyarakat yang juga selaku perwakilan warga lima Desa di Kecamatan Kapuas Barat Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah (Prov.Kalteng) Kalpendi, menegaskan bahwa dalam hasil pertemuan perwakilan masyarakat dan Kelompok Tani Kecamatan Kapuas Barat dengan Kanwil ATR/BPN Prov. kalteng sesuai dengan kesimpulan sidang Panitia B yang dilaksanakan pada 12 Januari 2022, ada tujuh point penting diantaranya, (1). Lahan masyarakat dan kelompok tani yang serobot PT. KSS legalitas SPPT dan register di Desa Pantai seluas 109,1 Ha, Desa Teluk Hiri seluas 16 Ha, Desa Penda Ketapi seluas 4,6 Ha.
Selanjutnya Desa Anjir Kelampan seluas 3,6 Ha, Kelurahaan Mandomai seluas 964 Ha, supaya dikeluarkan atau di enclave dari peta kadastral PT. KSS dan mengembalikan kepada masyarakat dan kelompok tani.
(2). Lahan masyarakat yang legalitas SHM di Desa Pantai 30 Ha, Desa Teluk Hiri 18,5 Ha, Desa Penda Ketapi 17 Ha, Desa Anjir Kalampan 6 Ha yang tidak masuk peta kadasteral dikembalikan ke masyarakat (sebagai tindak pidana penyerobotan).
(3). Sesuai dengan penjelasan pihak Dinas PUPR Kalimantan Tengah dan Perda Kapuas No.5 perihal tata ruang terdapat kawasan pemukiman perkotaan seluas ± 12,24 Ha, kawasan tanaman pangan seluas ± 119,06 Ha, saluran irigasi, sungai dan jalan Kabupaten yang masuk peta kadastral PT. KSS.
(4). Sesuai dengan penjelasan pihak Dinas PUPR Kalimantan Tengah dan Perda Kapuas No.5 perihal tata ruang bahwa didalam peta kadastral terdapat lokasi food estate yang telah diserobot dan ditanami kelapa sawit seluas ± 250 Ha.
(5). Bahwa fakta dilapangan PT. KSS menyerobot lahan masyarakat dan kelompok tani berupa SHM, SPPT, Register, masih dalam proses PTSL sekaligus menanam kelapa sawit diatasnya tanpa ada bukti perolehan tanah yang jelas. Diduga modus perolehan tanah PT.KSS dilakukan sebagian besar dengan memanipulasi dokumen ganti rugi, dengan membuat surat keterangan ganti rugi (SKGR) kepada yang bukan pemilik lahan.
Uji petik disidang panitia B beberapa nama pada dokumen ganti rugi tanah yang dilakukan oleh PT.KSS masyarakat justru tidak mengenal orang yang mengaku pemilik lahan tersebut artinya ganti rugi dilakukan kepada orang yang salah, hal ini terindikasi adanya MAFIA TANAH.
(6). PT. KSS diduga sudah melakukan tindak pidana atas penyerobotan lahan masyarakat yang status SHM seluas 65,5 Ha, tindak pidana lingkungan (pengrusakan dan penutupan 21 sungai), sesuai UU perkebunan penanaman.
(7). Sidang Panitia B memberikan waktu paling lambat 30 hari kepada PT. KSS untuk dapat menyelesaikan permasalahan lahan yang diserobot kepada masyarakat dan kelompok tani, namun sampai hari ini hal tersebut tidak dilakukan.
Dari hal-hal diatas maka masyarakat dan kelompok tani meminta kepada KANWIL ATR/BPN Provinsi Kalimantan Tengah agar :Â (a). Lahan masyarakat dan kelompok tani supaya di enclave (dikeluarkan) dari peta kadastral PT. KSS, dan lahan tersebut dikembalikan kepada masyarakat. (b). Mencabut peta kadastral PT.KSS dan (c) Menghentikan proses pendaftaran tanah untuk HGU PT.KSS.
Kalpendi kembali menceritakan bahwa, dalam jangka waktu 30 hari pemohon yaitu PT. KSS sejak rapat pada 12 Januari 2022, cuma sampai saat ini PT. KSS tetap cuek tanpa respon apa pun.
Dirinya menegaskan, seharusnya ada koordinasi dengan pihak masyarakat atau perwakilan masyarakat tetapi sudah lebih dari 2 bulan tidak ada kordinasi dan niat baik dari perusahaan untuk menyelesaikan lahan yang masih sengketa itulah maka kami mendatangi Kanwil ATR/ BPN Kalteng untuk mempertanyakan hasil kelanjutan rapat panitia B di maksud.
“Berdasarkan tujuh point penting dari pertemuan sebelumnya ini lah kenapa kami kembali mendatangi Kanwil ATR/BPN Prov. Kalteng kemarin pada Kamis (24/3/2022), dalam hal ini selaku perwakilan masyarakat saya menjelaskan pertemuan di maksud. Tidak ada respon dari PT. KSS atas hal ini tentunya kami sangat kecewa,” Pungkas Kalpendi kepada awak media ini melalui telepon selulernya pada Sabtu (26/3/2022).
Yohanes Eka Irawanto, SE