SuaraKalimantan.Com – Kalsel. SEJAK Kamis malam, 14 Januari 2021, banjir merendam sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Pengamat Hukum dan Lingkungan, Aspihani Ideris menduga, bencana banjir di Kalsel tak lepas akibat kerusakan lingkungan dan alih fungsi kawasan hutan menjadi tambang batubara yang mengabaikan reklamasi oleh perusahaan pengeruk emas hitam tersebut.
“Saya bersama kawan-kawan sudah puluhan kali investigasi ke daerah pertambangan batubara, mayoritas reklamasi tidak berjalan dengan baik, buktinya ribuan gubangan bak danau menyisakan seusai batubaranya yang sudah di keruk,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALINANTAN), Aspihani Ideris kepada awak media ini, Rabu (20/1/2021).
Tokoh pengacara muda Kalsel ini menyatakan, kerusakan alam pasca tambang batubara ini nyata terlihat dikarenakan penambang di Kalsel tidak menjalankan aturan dan kaidah pertambangan dengan semestinya.
“Tidak hanya ribuan danau-danau tak bertuan tercipta akibat pertambangan batubara yang tidak mematuhi aturan, infrastruktur jalan dan jembatan pun saya pastikan akan hancur akibat dilanda banjir ini,” kata Dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini.
Diketika banjir bandang melanda sebagian besar wilayah Kalsel ini, Apakah ada perusahaan tambang batubara yang peduli terhadap warga? Aspihani dengan tegas menjawab, tak terlihat perusahaan tambang maupun perusahaan besar lainnya yang peduli banjir tersebut, tak terkecuali sepengetahuan saya hanya perusahaan Sinar Mas Mining yakni PT Borneo Indobara dan Hutan Rindang Banua saja yang terpantau membantu dan peduli terhadap warga saat ini.
“Saya berharap perusahaan besar di Kalsel ini berkenan ikut berpastisipasi membantu warga yang terdampak banjir besar ini, tolong kalian jangan hanya mengeruk dan mengambil keuntungan dari hasil alam banua kami saja, sedangkan disaat kami terimbas dampak banjir, anda-anda sekalian malah diam seribu bahasa,” ucap Aspihani Ideris.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Presidium Koalisi Lintas LSM Kalsel, Fauzi Noor kepada awak media ini. Ia menuding banjir bandang yang terjadi di Kalsel ini diduga kuat akibat para penambang batubara yang tidak mematuhi aturan yang ada.
“Saya rasa gubernur harus bersikap tegas, cabut izinnya bagi perusahaan yang mengabaikan aturan pertambangan itu sendiri,” kata Fauzi, Rabu (20/1/2021).
Fauzi menegaskan, pihaknya bersama sejumlah LSM yang ada di Kalsel akan mengkaji dengan benar apa dan mengapa sebab musebabnya sehingga banjir besar ini melanda sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan.
Diketika ditanya oleh awak media ini, perusahaan tambang batubara mana saja yang wacana akan di gugat class action? Fauzi Noor menjelaskan, titik awal pangkal terjadinya banjir adalah di wilayah Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Banjar.
“Di Sungai Pinang kan ada dua perusahaan tambang batubara, yakni PD Baramarta dan PT Merge Mining Industry. Keduanya mendapatkan izin area konsesi PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara) dari pemerintah”, beber Fauzi.
Menurut Fauzi Noor, berdasar Kepmen ESDM nomor 417.K/34.02/DJB/2007 tanggal 22 November 2007, PD Baramarta mendapatkan izin konsesi PKP2B lahan paling luas, seluas 2.634,55 hektare.
“Artinya pertambangan di wilayah Sungai Pinang itu sebagian besar masuk konsesi wilayah tambang PD Baramarta dan juga PT Merge Mining Industry, sebuah perusahaan tambang bawah tanah (underground). Pangkal banjir itu kan berasal dari wilayah tersebut. Ngerti aja lah kalian maksud saya,” jelasnya.
“Kita sudah konsultasi dengan beberapa rekan ahli hukum lingkungan, mereka siap membantu atas kajian yang akan kami lakukan. Intinya kalau masyarakat banyak dirugikan akibat banjir ini, maka kami akan mengajukan gugatan class action,” tukas Fauzi Noor mengakhiri pembicaraannya.
Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris Jenderal P3HI, Wijiono SH MH mengatakan, pihaknya sebagai seorang advokat dan pengacara siap membantu kawan-kawan aktifis untuk mengkaji penyebab banjir melanda Kalsel.
“Kita lihatlah nanti, perusahaan mana saja yang tidak memenuhi kewajiban lingkungan termasuk kewajiban reklamasi dan rehabilitasi penanaman di Daerah Aliran Sungai (DAS). Karena kalau reklamasi di abaikan, maka dapat diduga bagian penyebab datangnya banjir besar di Kalsel ini,” kata mas Wiji, Rabu (20/1/2021).
Wijiono menegaskan, pihaknya nanti akan mengukur kerugian dari imbas banjir, karena faktur kerugian yang timbul, itulah sebagai alat ukur pengajuan gugatan. “Kita akan kaji dengan benar secepatnya, apa saja unsur-unsur yang bisa dipenuhi dan nilai kerugian yang timbul juga sebagai dasar kita akan melakukan gugatan class action tersebut”, tukasnya.
Penulis : Barlis Irawan