SUAKA – PALANGKA RAYA. Badan Restorasi Gambut (BRG) melaksanakan pertemuan di Hotel Bahalap, dengan tajuk Lokakarya Pengelolaan Gambut Untuk Budidaya Pertanian Di Talio Hulu, Pandih Batu, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, “Kemungkinan dan Kesulitannya”, Kamis (17/12/2020) sekitar jam 09.00 WIB.
Peraturan Menteri LHK No.14 Tahun 2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut, lahan gambut dengan ketebalan yang tipis (kurang dari 1 meter) dapat digunakan untuk budidaya tanaman atau pertanian.
Pemanfaatan lahan gambut tipis yang terbengkalai lk di zona budidaya bisa meningkatkan nilai ekonomi sekaligus melindungi lahan gambut dari kerusakannya.
Sebagian besar lahan gambut yang terbakar adalah lahan terbengkalai, terbuka, dan tidak ada yang menjaga. Tentunya pemanfaatan lahan gambut tersebut harus memperhatikan pengelolaan gambut berkelanjutan.
Apalagi Selama 20 tahun terakhir, lahan gambut terus mengalami degradasi di wilayah Kalimantan Tengah hal ini diakibatkan oleh aktivitas penebangan hutan rawa gambut, konversi lahan menjadi tanaman industri atau perkebunan kelapa sawit, pembangunan drainase buatan, dan kebakaran berulang.
Pielepasan karbon yang signifikan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan penurunan kualitas ekosistem gambut menjadi salah satu dampak dari degradasi lahan gambut.
“Budidaya pertanian di Desa Talio Hulu Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, menjadi sawah produktif diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat serta mendukung ketahanan pangan, khususnya di masa pandemi Covid-19,” kata kKepala Pokja Perencanaan anggaran dan Hukum, sekaligus ketua tim kordinasi PEN BRG Didy Wuryanto dalam wawancara dengan awak media ini.
Pada kegiatan di lokasi tersebut juga dilaksanakan pengaturan sistem tata air pada budidaya pertanian, dengan tetap menjaga kebasahan pada lahan gambut dan memastikan ketersediaan air untuk pertanian. Budidaya pertanian di lahan gambut tersebut, tentunya mempunyai tantangan yang besar.
“BRG bersama dengan mitranya, telah menyusun perencanaan revitalisasi sawah di Desa Talio, termasuk juga sistem tata air dan implementasinya di lapangan,” tambah Didy.
Lebih lanjut Didy menyampaikan, dengan adanya kegiatan tersebut, diharapkan dapat memberdayakan petani dengan cara mengkondisikan petani, yang nantinya dapat tercipta kemandirian petani untuk bercocok tanam di lahan gambut.
Program yang dilaksanakan di Desa Talio ini juga diharapkan menjadi contoh yang baik dan dapat diterapkan di lokasi lain untuk mendukung progam pemerintah terkait ketahanan pangan, pemulihan perekonomian, dan tetap memperhatikan aspek lingkungan, dengan pengelolaan berbasis lingkungan dan praktek budidaya pertanian di lahan gambut tersampaikan dan mendapat masukan-masukan dari kelompok ahli maupun stakeholders untukx penyempurnaan tahap berikutnya, sehingga memperoleh hasil yang lebih baik lagi dari yang sebelumnya,” ungkap Didy.
Dedy menerangkan, sejauh ini pertanian di lahan gambut sudah menghasilkan padi kurang lebih setengah ton per hektarnya.
“Memang ini masih jauh dari kata berhasil, tapi setidaknya ini membuktikan bertani di lahan gambut itu bisa dilakukan dan menghasilkan, dan saya yakin hasil ini akan terus meningkat dengan pengalaman yang telah kami dapatkan selama ini,” pungkas Didy. (Yohanes Eka Irawanto, SE)