SUAKA – JAKARTA. Kepolisian dan TNI diminta menindak tegas terhadap oknum – oknum maupun kelompok yang menggunakan isu penolakan Omnibus Law Undang – undang (UU) Cipta Kerja dan pandemi Covid-19 untuk menjatuhkan pemerintahan Jokowi secara melawan hukum atau inskonstitusional.
“Siapa pun yang ingin menjatuhkan pemerintah secara tidak sah, kami minta Polisi dan TNI untuk bertindak tegas dan lakulan proses hukum atas rencana dan perbuatan makar oleh pihak-pihak tertentu terssebut. Jangan diberi ruang gerak bagi mereka untuk membuat kekacauan atas nama apapun diwilayah NKRI. Apalagi ingin menjatuhkan pemerintahan Jokowi-Amin ditengah jalan seca tidak sah,” kata Direktur Ketenagakerjaan Relawan Jokowi (ReJO) Institute Mudhofir Khamid dalam siaran pers Selasa 20 Oktober 2020.
Menurut Mudhofir, presiden Jokowi mempunyai visi ke depan dan mengantisipasi agar kita mempersiapkan secara baik perlindungan khususnya terhadap para pekerja atau buruh yaitu melalui UU Omnibus Law Cipta Kerja yang didalamnya ada cluster Ketenagakerjaan.
Lanjut Mudhofir, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi pemerintah bersama DPR mensahkan Undang undang Omnibus Law tersebut, diantaranya faktor demokgrafi pada tahun 2030 bertambahnya usia produktif, revolusi Industri 4.0, bertambahnya pengangguran (Bapenas 11 jutaan) serta angkatan kerja lebih dari 2 juta (data BPS) setiap tahun, tentu ini harus ada solusi atau jalan keluar yang baik yang tentu tdk akan memuaskan semua pihak.
Menurut Sekjend ReJO ini, dari perspektif buruh ada empat hal yang melatarbelakangi buruh dan serikat butuh menolak UU Cipta Kerja, yaitu; jumlah pesangon PHK, pekerja kontrak, outsorcing dan upah minimum.
Akan tetapi ada nilai positifnya juga dalam Undang undang ini. Diantaranya sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak bayar pesangon, adanya tunjangan jaminan kehilangan pekerjaan, ada akses pekerjaan dan pelatihan untuk buruh, adanya uang kompensasi bagi buruh tenaga kontrak yang abis kontraknya.
Sebaiknya, kata Mudhofir, jika ada pihak – pihak yang menolak dan tidak puas terhadap UU Cipta Kerja bisa melakukan judicial review ke Mahkamah Konsituisi atau MK.
“Jalan judicial review ke MK adalah jalur yang paling tepat bagi serikat pejerja/serikat buruh untuk menguji UU tersebut secara hukum,” ujar dia.
Dirinya menyaranakan, untuk memperbaiki serta dalam rangka melindungi hak – hak buruh, serikat buruh harus mempunyai gagasan, ide, usulan maupun masukan yang bisa disampaikan kepada pemerintah.
“Dan pemerintah pasti akan memberikan kesempatan kepada semua pihak, khususnya buruh, serikat buruh atau serikat pekerja untuk memberikan masukan dalam aturan pelaksanaan UU tersebut,” ujarnya.
Sehingga, kata Mudhofir, apa kekurangan yang ada di UU Cipta Kerja dapat dimasukan dalam PP atau Perpres seperti misalnya ada kepastian pekerja kontrak juga mendapat jaminan sosial. Tidak ada lagi penangguhan upah minimum, penerapan struktur skala upah, upah yang layak untuk pekerja Kontrak atau outsourcing, memastikan pekerja kontrak mendapatkan konpensasi akibat selesainya kontrak kerja dan lain – lain.
“Sehingga buruh tetap terlindungi dan mendapatkan kepastian hukum”
“Jadi, kami berharap tidak ada lagi demontrasi penolakan UU Cipta diseluruh wilayah. Mari bersama – sama kita ciptakan suasana yang aman kondusif dinegara ini. Jika ada pihak yang kurang puas silahkan ajukan judicial review ke MK,” pungkas Mudhofir. (Witan).