SUAKA – SLEMAN. SEORANG Guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta terpaksa harus merasakan dinginnya teralis besi Polres Sleman lantaran mencabuli 12 siswinya.
Aksi bejat SUP tersebut, diketahui usai siswinya mengikuti kemah di Lapangan Mororejo, Kecamatan Tempel, Sleman pada 13 Agustus 2019 lalu. SUP yang juga wali kelas 6 di sekolah itu masuk ke tenda perempuan. Di sana, SUP meraba bagian sensitif siswinya.
“Tersangka SUP oknum guru ini melakukan cabulnya terakhir 13 Agustus 2019. Pada saat siswa melaksanakan kemah di Tempel. Oknum (guru) ini masuk ke tenda perempuan dan melakukan perbuatan cabul, meraba payudara dan kelamin kepada empat siswa perempuan yang tidur di tenda. Ini kejadian paling terakhir,” kata Kanit PPA Satreskrim Polres Sleman, Iptu Bowo Susilo di Mapolres Sleman, Selasa (7/1/2020).
Bowo menjelaskan, setelah diraba, salah seorang siswi yang jadi korban mengadu ke guru yang lain. Siswi itu menceritakan kejadian malam hari sebelumnya. Orang tua korban pun kemudian mengetahui dan melapor ke Polres Sleman pada 22 Agustus 2019.
SUP diketahui juga pernah melakukan pencabulan pada siswi lain di Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Sejak kasus itu mencuat, SUP juga sudah tidak mengajar dan ditarik ke Dinas Pendidikan Sleman.
“Siswi lainnya sebetulnya ada, melakukan penyelidikan yang awal itu sampai 12 siswi yang jadi korban. Namun karena pertimbangan psikologis yang bisa dimintai keterangan sebagai korban dan saksi di unit PPA ada enam anak. Yang enam lainnya kita tidak melakukan pemeriksaan dari orang tuanya juga mempertimbangkan psikologis anak tidak diperbolehkan,” kata Bowo.
Pencabulan di UKS yang terjadi bulan Juli itu memiliki modus yang berbeda. SUP seakan-akan mengajarkan pelajaran IPA soal reproduksi. Siswi-siswinya diminta masuk satu per satu dan di sana terjadilah pencabulan. SUP meraba bagian sensitif siswinya.
Agar aksinya tidak diketahui orang lain, SUP mengancam siswi-siswinya agar tidak membeberkan peristiwa tersebut. Jika siswinya nekat membeberkan maka diancam mendapat nilai C dan tidak lulus.
Bowo mengatakan polisi baru menetapkan SUP sebagai tersangka pada 8 Desember 2019. Padahal, SUP dilaporkan sejak Agustus 2019. Bowo mengakui institusinya lama menetapkan SUP sebagai tersangka.
Bowo Susilo menjelaskan,lamanya penetapan SUP sebagai tersangka itu karena polisi harus melengkapi alat bukti.
“Penetapan tersangka tanggal 8 Desember 2019. Proses agak panjang karena yang dilaporkan guru. Kita betul-betul melengkapi alat bukti, alat bukti yang kita lengkapi prosesnya panjang juga termasuk visum psikiatrikum. Kita lakukan pemeriksaan psikiater anak mengalami cemas, sedih dan perasaan ketakutan yang berlebih. Dengan alat bukti (visum) tersebut SUP kita tetapkan tersangka,” ujarnya.
Pelaku ini untuk jadi untuk kepuasan diri untuk melakukan suatu perbuatan cabul. Sudah punya keluarga, anak dua dan istri. SUP dijerat Pasal 82 ayat (1) dan (2) jo Pasal 76e UU tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara.
“Karena tersangka ini tenaga pendidik, ancaman hukumannya diperberat di Pasal 82 ayat 2 itu, apabila tersangka adalah sebagai tenaga pendidik atau orang tua wali ancaman hukumannya diperberat sepertiganya. Ini ancaman hukumannya 15 tahun,” ujarnya.(red)