Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr M. Hatta Ali, SH., M.H menyatakan tidak mau terlibat urusan Advokat belakangan ini. Sebelumnya advokat meminta pengawasan dari Mahkamah Agung, namun yang terjadi di lapangan malah banyak masalah dari kalangan advokat sendiri lantaran Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 073 tahun 2015.
Demikian hal itu ditegaskannya, ketika Refleksi Akhir Tahun Mahkamah Agung RI dilaksanakan, Jum’at (27/12/2019) di Gedung Mahkamah Agung, dengan mengambil tema “Dengan Semangat Pelayanan Kita Songsong Tahun 2020 Melalui Penerapan e-Ligitasi”.
Kendati organisasi advokat yang selama ini berseteru antara PERADI dan KAI, yang konon meminta SKMA No. 073/2015 dicabut karena makin bertambahnya organisasi advokat yang menurut para advokat menghasilkan advokat yang tidak berkualitas disumpah oleh Pengadilan Tinggi tanpa melihat latar belakang organisasi advokat. Hatta Ali pun secara implisit tidak mau menimpali keinginan advokat terhadap hal itu.
“Di Peradi saja pecah menjadi tiga, ketiga – tiganya sama–sama sah. Saya serahkan semuanya kepada pangsa pasar,” tegasnya.
Namun ditandaskan Hatta Ali terhadap advokat yang tidak berkualitas setelah disumpah oleh Pengadilan Tinggi, Ia pun menjamin kalau dilepas berdasarkan pangsa pasar, masyarakat tinggal menilai mana yang berkualitas dan mana yang tidak berkualitas.
“Kalau tidak berkualitas, dengan sendirinya ditinggalkan oleh masyarakat,” jelasnya.
Lebih lanjut refleksi akhir tahun 2019 ini, Hatta Ali kembali bersilaturahim dengan Jurnalis karena dianggap sebagai mitra yang strategis menjembatani Mahkamah Agung dengan masyarakat. Dan menyampaikan informasi tentang program dan kinerja Mahkamah Agung kepada masyarakat, sekaligus menyampaikan ide, gagasan, dan pendapat dari masyarakat kepada Mahkamah Agung.
Lebih jauh kata Ketua MA, selain bersilaturahim dengan rekan jurnalis, berfokus pada masalah penanganan dan penyelesaian perkara sebagai core business Mahkamah Agung. Bahkan kebijakan utama Mahkamah Agung pada tahun 2019 ujarnya, diarahkan untuk melanjutkan proses modernisasi sistem kerja peradilan dan kesinambungan pembinaan dan pengawasan aparatur peradilan.
Sementara, implementasi kebijakan Mahkamah Agung dalam penanganan dan penyelesaian perkara terus menunjukkan hasil yang positif. Dari keterangannya menyatakan, tahun ini tercatat jumlah perkara yang diregister di Mahkamah Agung sebanyak 19.370 perkara. Sekalipun jumlah perkara masuk tersebut meningkat sebesar 12,91% dari tahun sebelumnya,
“Mahkamah Agung berhasil memutus 20.021 perkara dari keseluruhan jumlah beban sebanyak 20.276 perkara. Sedangkan jumlah perkara diputus meningkat 13,51%, sehingga kerja keras Mahkamah Agung tersebut dapat menekan jumlah sisa perkara menjadi hanya 255 perkara. Jumlah sisa perkara tahun 2019 tersebut, memecahkan rekor hasil terbaik yang pernah dicapai oleh Mahkamah Agung,” imbuh Ketua Mahkamah Agung yang dilanjutkam peresmian dan penandatanganan Museim, Command Center, Assesment Center, dan Lounge & Studio Center Pembelajaran e-Learning.