Foto Sungai Hampir Punah di Sungai Pinang
SUAKA – KALSEL. Aktivis LSM Kabupaten Banjar Kritisi Aliran sungai di Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan, mati akibat aktivitas pertambangan batubara oleh sejumlah pemegang Surat Perintah Kerja (SPK) yang bekerja di lahan konsesi Pemegang Perjanjian Karya Pertambangan (PKP2) PD. Baramarta sebuah perusahaan milik pemerintah Kabupaten Banjar.
Salah satu tokoh masyarakat kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Banjar, Syamsir mengeluhkan matinya aliran sungai yang diakibatkan aktivitas pertambangan batubara. Lebih parah lagi, kata dia, terdapat lubang-lubang sisa mengeruk mutiara hitam yang terkesan ditinggalkan begitu saja.
Alhasil, hal tersebut membuat air menumpuk di dalam bekas galian, hingga berdampak pada sumur-sumur warga yang tidak lagi berisi air. Syamsir sangat kesal, tetapi dia kebingungan hendak melapor sama siapa, papar Ketua LSM LEKEM KALIMANTAN Sungai Pinang ini menjelaskan.
Menurut Syamsir, dampak pertambangan batubara di daerahnya mengakibatkan lubang-lubang besar menganga bak danau tak bertuan dan ini sudah lumrah menjadi pemandangan tak lazim di lokasi tambang.
“Aliran sungai mati. Sumur-sumur juga kering, karena kalah dalam dengan lubang bekas galian tambang. Akhirnya warga yang menanggung dampaknya,” ujar Syamsir, Selasa (5/11/2019).
Dia menambahkan, sejak ditinggal kontraktor PT Pama Persada Nusantara (PAMA) kegiatan pertambangan kini dikerjakan oleh kontraktor lokal pemegang SPK dari PD Baramarta.
Pengerukannya pun, ujar Syamsir, tidak lagi dengan cara blasting atau peledakan, saat ini menggunakan cara konvensional menggunakan alat berat excavator. Padahal lokasinya tidak jauh dari permukiman warga.
“Lubang-lubang besar menganga lumrah menjadi pemandangan tak lazim di lokasi tambang. Debu sudah jadi makanan sehari-hari warga. Dan bahkan pihak perusahaan sama sekali tak pernah perduli dengan masyarakat, CSR pun tidak jalan, padahal jelas-jelas warga kami disini terkena dampak langsung akibat dari aktivitas tambang batubara konsesi Pemegang Perjanjian Karya Pertambangan (PKP2) PD Baramarta. Jika dimungkinkan kami akan melakukan gugatan class action terhadap perusahaan tersebut,” ujar Syamsir.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kelompok Pemerhati Kinerja Aparatur Pemerintah dan Parlemen (KPK–APP) Kalimantan Selatan Aliansyah menimpali, hasil investigasinya menemukan ada dua sungai di Desa Sungai Pinang, Kabupaten Banjar, alirannya mati terdampak aktivitas pertambangan batubara yang diduga telah mengabaikan aspek lingkungan.
“Sangat miris, ulah kegiatan pertambangan batubara yang dikerjakan tanpa memerhatikan dampak lingkungan setelahnya. Padahal, dulu dua sungai tersebut merupakan sungai besar, sama seperti sungai Martapura,” tuturnya Aliansyah Selasa, (5/11/2019).
Aliansyah berkata, akibat yambang batubara ini menciptakan lubang bekas galian tambang batubara di Kalimantan Selatan menganga dan menampung air hingga mengakibatkan sumur-sumur warga kering.
“Jalan dan jembatan peninggalan PT Pama juga hancur karena penambang yang sembrono. Tanaman pohon dari program reklamasi juga banyak yang mati, karena areal yang sudah direklamasi turut jadi sasaran penambang baru, dimana bentuk tanggungjawab PD Baramarta?,” ucap Aliansyah.
Sementara itu, Teguh Imanullah Direktur Utama PD Baramarta sempat membenarkan, pihaknya membagi-bagikan surat perintah kerja (SPK) kepada pengusaha lokal sebagai upaya optimalisasi produksi batu bara setelah PT Pama angkat kaki dan memutus kerjasama sebagai kontraktor pelaksana penambangan batu bara.
Dia mengakui tidak lagi memakai jasa perusahaan raksasa tersebut lantaran luasan areal tambang sudah menipis dan dekat dengan kawasan permukiman warga, sehingga tidak memungkinkan lagi dikerjakan dengan pola blasting atau mengandalkan bahan peledak. [Yun]