Jakarta – suarakalimantan.com. Sedikitnya tujuh orang Senator DPD RI dari berbagai daerah pemilihan terindikasi sebagai terduga pelaku korupsi sebelum yang bersangkutan masuk Senayan. Sinyalemen ini dikemukakan oleh anggota internal Senatorial DPD RI, yang mengatakan bahwa sejumlah anggota DPD RI yang baru terpilih pada pemilu legislatif 2019 lalu, merupakan pemain mafia jaringan korupsi berjamaah sebelum terpilih menjadi anggota DPD RI.
“Setidaknya, yang sudah terpantau berdasarkan data yang saya miliki, ada 7 orang anggota DPD RI yang tidak bersih dari kasus korupsi sebelum masuk jadi anggota Senator DPD RI,” ujar sumber terpercaya, yang minta namanya tidak dipuplikasikan dengan alasan kurang enak terhadap sesama senator lain yang ditudingnya itu.
Ketika ditanya siapa saja ketujuh orang itu, sang narasumber menjawab diplomatis, silahkan cari sendiri. “Tapi yang pasti, mereka berada pada berbagai posisi, termasuk di level pimpinan puncak DPD RI, sampai dengan yang anggota biasa. Salah satunya, senator yang sering diberitakan media itu, yang dari daerah pemilihan Lampung,” ujar narasumber itu, sebut saja Pak Uraikorup.
Menurut Uraikorup, dirinya sangat prihatin melihat Lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) saat ini yang telah berubah makna dan fungsi menjadi Dewan Pensiunan Daerah, Dewan Penitipan (anak pejabat) Daerah, Dewan Penampung (politisi buangan) Daerah, dan lain-lain. “DPD RI saat ini sudah tidak lagi sebagai lembaga terhormat seperti yang dimaksudkan konstitusi. Lembaga ini sudah jadi tempat para pensiunan pejabat, yang hampir pasti tidak bersih dari KKN. DPD juga jadi tempat menitipkan anak pejabat daerah serta politisi afkiran yang tak terpakai di DPR, mereka masuk DPD RI. Eh, malah mereka banyak terpilih. Berkumpullah di sana para pensiunan, anak pejabat, politisi buangan, yang hampir pasti adalah para aktor KKN,” ungkap Uraikorup.
Menyikapi hal tersebut, Wilson Lalengke, salah satu alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, menyatakan bahwa kondisi itu akan lebih buruk lagi di kemudian hari jika tidak dilakukan perbaikan sistim demokrasi di Indonesia, termasuk sistim pemilihan umum. “Kondisi lembaga legislatif kita, baik DPD maupun DPR RI, akan makin buruk jika tidak dilakukan reformasi dalam hal sistim demokrasi di Indonesia. Sistim demokrasi itu bukan hanya pada pemilihan umum, tetapi keseluruhan rangkaian alur demokrasi dari hulu hingga ke hilir. Dari pengkaderan calon anggota legislatif di keluarga, masyarakat, ormas, partai politik, hingga kader itu masuk bursa kandidat anggota legislatif di ajang pemilihan umum,” jelas Wilson yang mendapatkan materi ilmu politik di jenjang pendidikan Strata-1 maupun Strata-2 bidang Global Ethics di Birmingham University Inggris ini.
Kerancuan dan kelemahan sistim demokrasi yang dikembangkan selama ini dengan mudah dapat kita lihat dari masuknya orang-orang yang kurang pantas mewakili rakyat masuk parlemen. “Bayangkan saja, ada terduga koruptor dengan lenggang-kangkung bisa masuk daftar calon legislatif, dan terpilih melalui berbagai strategi politik yang juga kotor, penuh aroma koruptif berupa suap dan gratifikasi. Contoh kongkritnya, ada Senator DPD RI dari Lampung yang merupakan anggota mafia korupsi berjamaah Bupati Lampung Selatan non aktif, bernama Ahmad Bastian, sekarang nangkring di Senayan. Mirisnya, negara tidak mampu melakukan apa-apa untuk menghalangi oknum semacam itu jadi wakil rakyat, sudah pasti ada yang salah dalam proses pelaksanaan demokrasi di negeri ini,” tegas Wilson yang juga merupakan Presiden Persaudaraan Indonesia Sahara Maroko (Persisma) itu.
Jadi, menurut Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia ini, pembenahan peraturan terkait dengan pendidikan demokrasi, rekrutmen para kader politisi yang berkualitas secara kemampuan kerja dan moralitas, hingga ke peningkatan kecerdasan demokrasi rakyat banyak sudah sangat mendesak untuk dilakukan. “Benar sekali pernyataan Prof. Emil Salim baru-baru ini di sebuah perbincangan di televisi, bahwa masalah demokrasi kita sangat krusial untuk dibenahi dan diperbaiki. Orang-orang yang lolos terpilih masuk ke Parlemen Indonesia sangat mungkin adalah orang-orang bermasalah. Dengan sistim demokrasi yang ada sekarang ini, sangat kecil kemungkinan munculnya orang-orang yang memiliki integritas, kredibilatas, dan akuntabilitas yang baik masuk lembaga legislatif,” pungkas alumni Program Persahabatan Indonesia Jepang Abad 21 itu. (APL/Red)