SUAKA – KAPUAS. Pekerjaan Pembangunan Gedung Pertemuan Umum (GPU) di Desa Warna Sari Kecamatan Tamban Catur Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah satuan kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Kapuas yang menggunakan dana APBD tahun 2019 senilai Rp 899.630.451.16. Pelaksana CV. ARSIRA OKANSLI pada kantor pusat di Kuala Kapuas dengan masa waktu pengerjaannya selama 90 hari kalender MANGKRAK hingga menuai kritikan aktifis LSM LEKEM KALIMANTAN.
Foto Aspihani Ideris bersama rekannya di LSM serta LBH LEKEM KALIMANTAN, H. Marli, SH.
Berdasarkan informasi dan hasil penelusuran awak media suarakalimantan.com bersama gabungan rekan-rekan petinggi Lembaga Swadaya Masyarakat LEKEM KALIMANTAN dan KIB Kabupaten Kapuas di lapangan, ditemukan fakta pisik bahwa terlihat jelas pengerjaan proyek pembangunan GPU tersebut terhenti pengerjaannya, kata Aspihani Ideris yang merupakan pimpinan LSM LEKEM KALIMANTAN, Jum’at (26/7/2019).
“Pembangunan Gedung Pertemuan Umum atau yang disingkat GPU ini terhenti pengerjaannya. Dan kami lihat proyek itu dalam kondisi habis batas waktu pelaksanaan pekerjaan sesuai dokumen kontrak perjanjian kerja”, ucap Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN) ini kepada sejumlah awak media, Jum’at (26/7/2019).
Didampinggi H. Marli, SH merupakan rekannya sesama advokat/pengacara, Aspihani Ideris yang juga diketahui Ketua Dewan Kehormatan dan Etik, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) ini menegaskan, hasil investigasi lembaganya, pekerjaan pembangunan Gedung Pertemuan Umum (GPU) dimaksud tidak selesai tepat waktu dan pada saat ini pekerjaan tersebut sudah melewati batas waktu yang ditentukan sekitar dua puluh hari lebih.
Selanjutnya Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) ini memaparkan, didalam Perpres 54/2010 diubah terakhir kali dengan Perpres 172/2014 Pasal 93 ayat 2. “Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang / Jasa. Artinya dikarenakan kesalahan kontraktor, maka PPTK berhak memutus sepihak atas proyek tersebut,” tutur Aspihani.
Selain itu, menurut Aspihani yang merupakan tokoh Advokat dan Pengacara Kalimantan ini menegaskan dalam celutusnya kepada sejumlah awak media yang hadir saat itu, kesalahan kontraktor itu dikarenakan pekerjaan tersebut pengerjaannya tidak selesai tepat waktu, maka kontrakor wajib membayar denda atas keterlambatan pengerjaan proyeknya dan juga perusahaannya harus dimasukkan didalam Daftar Hitam. (manuparyadi)