
SUAKA – JAKARTA. Ditangkap dan Ditahannya Danjen Kopassus Mayjen TNI (Purn) Soenarko dengan tuduhan penyelundupan senjata api ilegal dan makar di Rutan Guntur membuat ribuan mantan anggota Kopassus risau.
Mantan Kepala Badan Intelijen ABRI Mayjen (Purn) Zacky Anwar Makarim mengaku khawatir terhadap perkembangan situasi keamanan Indonesia ke depan pasca-penangkapan mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko.Soenarko ditangkap dan ditahan di Rutan Guntur dengan tuduhan kepemilikan senjata api ilegal dan makar.
“Saya mendapatkan kunjungan dari para purnawirawan Kopassus, ratusan jumlahnya, apakah itu dari Serang, Batujajar, apakah itu dari Kandang Menjangan Solo, mereka mendesak datang menyampaikan kerisauan yang ada. Ingat ada ribuan pensiunan Kopassus di negeri ini dan mereka kemungkinan risau,” kata Zacky saat menggelar jumpa pers bersama Purnawirawan Jenderal di Hotel Atlet Century, Jakarta, Jum’at (31/5/2019).
Bahkan, sambung Zacky, belum lama dia ini didatangi lagi oleh 60 purnawirawan Kopassus dari Serang atas kerisauan mereka panca ditangkap dan ditahannya mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko tersebut.
Mereka menyebut ada 300 orang mau menjenguk Soenarko yang kini ditahan di Rutan milik Denpom Jaya ini.
“Ada sepuluh bus, akhirnya hanya 80 orang yang diterima, mereka marah-marah dan ibu-ibunya lebih marah lagi, mau diapakan kami punya komandan ditangkap seperti ini,” ujarnya.
Selain Purnawirawan Kopassus, pensiunan jenderal bintang dua yang pernah menjadi Ketua Satgas Panitia Penentuan Pendapat Timor Timor itu mengaku mendapat telepon dari para mantan kombatan GAM di Aceh.
“Ada sekitar 30 orang yang ingin berangkat ke Jakarta untuk menengok Pak Narko (Soenarko),” bebernya.
Melihat eskalasi yang demikian, kata Zacky ini tidak bagus untuk perkembangan situasi keamanan nasional kedepan nantinya.
“Penangkapan dan penahanan pak Soenarko ini justru akan memanaskan situasi negara saat ini,” tegasnya.
Terpisah, Kuasa Hukum mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) TNI Soenarko dari tim Advokat Senopati-08, Ferry Firman Nurwahyu dalam konferensi pers di Hotel Century Park, Senayan, Jakarta Pusat, Jum’at (31/5/2019) menjelaskan, penetapan tersangka sekaligus penangkapan Soenarko atas kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal disaat yang bersangkutan diperiksa di Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI oleh penyidik Kepolisian.
Ia juga menyebutkan, mekanisme penetapan tersangka terhadap Soenarko juga menyalahi prosedur hukum.
“Tanggal 19 Mei 2019 Pak Soenarko ditelepon dan menerima surat pemeriksaan untuk tanggal 20 Mei 2019, beliau datang sendiri tanpa didampingi kuasa hukum. Saat itu beliau diperiksa dari pukul 09.00 sampai 17.30 WIB.” ujar Ferry Firman Nurwahyu menjelaskan.
Selanjutnya, menurut Ferry, setelah diperiksa, Pak Soenarko berbincang-bincang dengan dua anggota Badan Intelijen Strategis (BAIS) bernama Mardono dan Asep, setelah dialog selama kurang lebih 2 jam tiba-tiba ada anggota kepolisian datang dan melakukan pemeriksaan kembali, dan Pak Soenarko langsung ditetapkan sebagai tersangka.
“Aturan hukum penetapan tersangka ini tidak seharusnya seperti itu,” tegas Ferry.
Beliau datang sendiri ke Puspom TNI secara ‘gentleman’, tapi haknya di muka umum tak pernah disampaikan oleh aparat,” imbuhnya.
Di samping itu Ferry mengatakan Soenarko sama sekali tak pernah melakukan kejahatan yang dituduhkan yaitu melakukan penyelundupan senjata api dan makar.
“Itu fitnah”. Bahkan menurutnya, Soenarko tak pernah memegang senjata api yang dituduhkan oleh penyidik polisi tersebut.
“Awalnya ada operasi penertiban senjata api di wilayah Kodam Iskandar Muda di Aceh, kemudian masyarakat menyerahkan tiga jenis yaitu dua jenis AK-47 dan satu M16A1 yang kemudian disimpan di dalam peti. Kemudian Pak Soenarko pada tahun 2009 saat menjabat sebagai Pangdam Iskandar Muda memerintahkan anak buahnya Sintel (Staf Intelijen) Pangdam Iskandar Muda, Sri Radjasa Chandra untuk mengirimkan senjata api yang sudah rusak itu untuk diperbaiki oleh Mabes Kopassus di Jakarta,” jelas Ferry.
Diakhir pembicaraannya, Ferry menjelaskan, senjata api itu diperbaiki untuk kemudian disimpan di Museum Kopassus dengan tujuan sebagai sarana pendidikan bagi anggota Kopassus TNI yang aktif saat ini dan bukan disimpan pribadi oleh mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko.
Senada juga, mantan Kasum TNI Letjen TNI (purn) Johannes Suryo Prabowo mengaku sakit hati dengan tuduhan dan framming Kepolisian kepada mantan Danjen Kopassus, Mayjen TNI (purn) Soenarko yang disebut melakukan makar dan menyelundupkan senjata.
“Sadis ya disidang di depan media. Apa pantas dibilang makar hanya karena ada orang mengirim senjatanya, sementara dia (Soenarko) sendiri enggak mengerti ada yang mengirim?” kata Suryo Prabowo di Hotel Century Park, Jakarta Pusat, Jum’at (31/5/2019).
Meski dirinya mengetahui pemberitaan soal kasus Soenarko lewat media, Suryo Prabowo tahu betul senjata yang dipertontonkan di banyak media bukanlah milik Soenarko.
“Saya kecewa dan saya bisa buktikan bahwa mereka-mereka itu tidak lebih hebat dari Pak Narko dalam berjuang, karena senjata saja mereka enggak mengerti,” lanjutnya.
Dirinya lantas menyebut peredam dari senjata M4 yang sempat ditunjukkan dalam konferensi pers di Menkopolhukam.”Silencer-nya” (peredam) yang dipasang pada mencong senjata itu bikinan Medan bung, ujar mantan Kasum TNI Letjen TNI (purn) Johannes Suryo Prabowo dengan lantang.
“Oke lah saya enggak ngerti dalam aspek hukum Pak Narko salah apa?, tapi jangan dibilang makar dong!!!. Saya dan Pak Narko ini sudah siap enggak bisa masuk surga karena berjuang demi negara, dimusuhi dunia juga karena negara,” pungkasnya.
Seperti diketahui dari berbagai pemberitaan, Eks Danjen Kopassus Mayjen TNI (Purn) Soenarko ditangkap atas kasus dugaan penyelundupan senjata dan makar.
Ia kini ditahan di Rutan Guntur bersama Praka BP yang juga ditangkap atas kasus serupa. Soenarko dengan tuduhan melanggar Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 110 jo 108 KUHP, dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 163 bis Jo 416 mengenai keamanan negara atau makar. (Red)