SUAKA – BANJARMASIN. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Rakyat Dukung (GARDU) PRABOWO Propinsi Kalimantan Selatan, Aspihani Ideris menilai penyelenggaraan pada Pemilu Rabu, 17 April 2019 merupakan paling jelek dalam sejarah pesta demokrasi selama ini.
“Yang jelek itu adalah sistem pemilunya dan petugasnya tidak takut dengan hukum tuhan,” kata Aspihani yang merupakan dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini saat di minta tanggapannya oleh awak media suarakalimantan.com usai sidang di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Senin (22/4/2019).
Menurut tokoh aktivis dan pengacara Kalimantan ini, penyelenggaraan pemilu 2019 tersebut rentang dengan kecurangan. Pasalnya, dari petugas PPS hingga ke KPU di duga mudah bermain curang. Sebab menurutnya, Bawaslu kurang maksimal melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pesta demokrasi yang berlangsung.
“Anda lihat sendiri, money politic terjadi dimana-mana, para caleg berbagai cara dengan menghalalkan keadaan demi mendapatkan suara rakyat. Mereka itu hanya kurang iman, dan tidak begitu paham ilmu agama.” ujar tokoh Advokat Muda Kalimantan Selatan ini.
Senandung nada juga, Advokat Muda lainnya, Marli memaparkan, pemilu 2019 ini merupakan pesta demokrasi paling buruk sepanjang sejarah perpolitikan di Indonesia. Pasalnya menurut Marli, banyak kontestan lainnya yang dirugikan hanya diduga petugas penyelenggara pemilu nya mudah bermain curang terbuai dengan nilai rupiah.
Hal demikian terbukti, diduga kuat banyak nya angka-angka baik hasil pileg maupun pilpres yang tidak sesuai dengan data C1 hasil yang sebenarnya. “Disaat diketahui oleh publik, KPU berdalih salah input. Jika kejadian ini berulang-ulang, apakah itu memang ke khilafan, tidak kan? Ini jelas ada unsur kesengajaan”, tutur Marli, Senin (22/4/2019) saat di temui di Pengadilan Negeri Banjarmasin.
Menurut Marli, petugas penyelenggara pemilu yang curang tersebut akan mempertanggungjawabkan perbuatannya kelak di akhirat, begitu juga dengan para peserta kontestan yang bermain politik uang,
“biarlah Allah yang akan menghukum mereka nanti. Karena menyuap dan disuap keduanya dilaknat oleh Allah SWT. Terlalu murah harga diri anda, hanya dengan Rp 50ribu hingga Rp 100ribu suara anda dapat dibeli. Semoga Bawaslu benar menindak mereka dan KPU tidak menetapkan pelaku celeg Money Politic sebagai anggota Legeslatif. Kalau tuh mereka tetapkan juga, selama anggota legeslatif tersebut menerima gajinya, maka selama itu juga KPU mendapatkan aliran dosa dari hasilnya. Ingat wahai KPU, kematian itu pasti menjemput anda dan azab Allah sangat pedih,” papar alumni Pondok Pesantren Datuk Kalampaian Bangil-Jawa Timur ini.
Didampingi rekan-rekan advokat lainnya, Marli mengatakan, di Kalimantan Selatan, 90 persen yang mengisi kursi-kursi di parlemen di duga kuat aktor money politic.
“Masyarakat Kalsel sebagian besar dalam memilih CALEG tidak lagi melihat dari latar belakang dan ke tokohannya. Mereka melihat siapa yang memberi alias bermain money politic, itu yang mereka pilih, sekalipun latar belakang CALEG tersebut tidak begitu baik terlihat dari kaca mata zahir, padahal pemilih mendapatkan suap itu dilaknat Allah SWT. Jika mereka mati, maka pelaku dan penerima money politik itu dalam kematian tergolong orang kafir,” tuturnya.
Pengacara Muda yang tergabung dalam organisasi advokat dari Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) Kalimantan Selatan ini mengharapkan, dalam penyelenggaran pemilu akan datang, harus ada ketegasan dan aturan hukum terhadap petugas maupun kontestan yang berbuat curang.
“kalau perlu sanksi pidana dan sanksi administrasi harus bersifat tegas dan partai politik pengusung pun harus mendapatkan sanksi jika ada kadernya yang berbuat curang. Sehingga money politic dapat di hindari dan di minalisir,” ujarnya. (red)