SUAKA – BANJARMASIN. Menyeruaknya isu berhembus di H-3 ini, para caleg berlomba-lomba membeli suara masyarakat menghadapi Pemilu Rabu, 17 April 2019, membuat Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) menyebarkan anggotanya guna memberantas politik uang dalam pelaksanaan Pemilu yang bakal dilaksanakan tiga hari lagi.
Gakkumdu yang terdiri atas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kepolisian RI, dan Kejaksaan sudah siap dari berbagai aspek, mengincar pelaku dan caleg yang terindikasi melakukan perbuatan terlarang, yaitu memberikan imbalan uang terhadap pemilih agar caleg yang diajukan bisa dipilih.
Kabid Humas Polda Kalimantan Selatan Kombes Pol Mochamad Rifai berpendapat, semua pihak yang terlibat kontestasi berpotensi melakukan politik uang untuk meraih kemenangan pada Pemilu 2019 mendatang ini.
“Potensi politik uang bisa saja terjadi disaat. Tergantung si caleg dan pemilihnya. Semuanya punya potensi pelanggaran politik uang dan SARA,” kata Kombes Pol Mochamad Rifai kepada sejumlah wartawan di Banjarmasin, Minggu (14/04/2019).
Menurut Rifai, pengawasan praktek pemberian uang kepada pemilih atau disebut dugaan money politic itu sangat rentan terjadi.
Segala daya upaya akan dikerahkan oleh seluruh peserta pemilu untuk memenangkan kontestasi dengan menghalalkan cara.
“Untuk itu kami sudah persiapkan penyidik khusus yang dilatih untuk penegakkan hukum ini, mereka juga berintegritas yang tidak pernah terkena pelanggaran disiplin. Penyidik dikhususkan untuk menangani tindak pidana pemilu agar memudahkan koordinasi antara Bawaslu dan juga Kejaksaan. Baik pemberi maupun penerima money politic dua-duanya kena pidana,” sebutnya lagi.
Oleh sebab itu, Polisi dengan tiga melati tersebut mengingatkan pasangan calon kepada wakil rakyat yang akan mengikuti Pemilu 2019 untuk menghindari politik uang, begitu juga dengan para pemilih.
“Karena ini sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Ancaman pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda hingga Rp 1.000.000.000,” tandas Rifai.
Sejauh ini, terang Rifai, Sentra Gakkumdu belum mendapatkan laporan perihal praktik money politik, walaupun isu sudah menyebar di kalangan masyarakat praktik money politik itu sudah akan terjadi.
Meski demikian, pihaknya akan terus memantau jalannya Pemilu, mulai dari masa kampanye, masa tenang, dan bahkan dihari pemungutan suara hingga penghitungan suara. “Sejauh ini kita belum temukan (money politik), namun tetap kami siaga memantaunya,” ucapnya.
Rifai juga mengajak masyarakat untuk ikut serta mengawasi jalannya pesta demokrasi lima tahunan ini. Jangan ragu jika ada yang melihat dan punya data, laporkan saja kepada petugas bila ada pihak yang mencoba melakukan politik uang.
“Ke pemilih, kita harapkan di minggu tenang matangkan pilihan politik anda. Turut awasi, turut kawal sampai hari H nanti pencoblosan. Bukan hanya mencoblos tapi hasilnya juga ikut awasi. Kalau ada pelanggaran segera laporkan ke petugas terdekat,” pungkasnya.
Dalam pemberitaan sebelumnya ditegaskan oleh dua tokoh aktivis Kabupaten Banjar, H. Aspihani Ideris, MH dan H. Marli, SH bahwa money politics atau politik uang dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan musuh utama pada pesta demokrasi dan seakan-akan sudah mendarah daging dikalangan masyarakat, padahal pemberi dan penerima dalam Pemilu tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dapat dipidana serta dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits dilaknat oleh Allah SWT.
H. Aspihani Ideris, MH mengatakan, KUHP kepanjangan dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang merupakan sebuah peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbuatan pidana secara materiil di Indonesia.
“Dalam KUHP, sudah jelas terdapat pada pasal 149 ayat (1) dan (2) untuk menjerat pelaku money politics atau politik uang”, ucap Dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini, Senin (8/4/2019).
Didampingi rekannya H. Marli, SH sesama advokat muda Kalimantan Salatan, Aspihani menjelaskan, didalam KUHP ayat 1 berbunyi “Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling besar empat ribu lima ratus rupiah.”
Sedangkan penjelasan ayat (2) didalam pasal 149 KUHP, menurut Aspihani hal yang sama diterapkan kepada pemilih mendapatkan sanksi pidana bagi yang menerima pemberian atau janji, mau disuap oleh para caleg tersebut, tukas Aspihani Ideris yang juga Ketua Dewan Kehormatan Perkumpulan Advocaten Indonesia (PAI) Kalimantan Selatan (Kalsel) ini menegaskan.
Senandung nada, Tokoh Pemuda Kabupaten Banjar dan juga Advokat Muda Kalsel lainnya, H. Marli, SH menjelaskan, bahwa seorang caleg memberikan sesuatu kepada pemilih dengan tujuan supaya dirinya dipilih sebagai anggota DPR, DPD dan DPRD, selain dipidana penjara, maka iapun dilaknat oleh Allah SWT.
Dalam hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menyebutkan, dari Abu Hurairah RA berkata: Rasul SAW bersabda: Allah SWT melaknat penyuap dan yang di suap. “artinya bagi yang memberi dan menerima pemberian sesuatu dengan tujuan untuk dirinya dipilih sebagai Caleg, maka itu semua dilaknat oleh Allah SWT,” tutur Marli, Senin (8/4/2019) kepada wartawan.
Intinya, tutur Marli, hukum suap menyuap bagian perbuatan dari dosa besar, karna inipun juga dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa “Allah SWT melaknat penyuap dan yang di suap”, sehingga jika kita simpulkan, bagi Caleg yang memberikan sesuatu untuk dirinya dipilih dan masyarakat yang menerima pemberian tersebut jelas dilaknat dan terjauhkan dari rahmat Allah SWT.
Disisi lain menurut alumni Pondok Pesantren Datuk Kalampaian, Syech Muhammad Arsyad Al-Banjary Bangil Jawa Timur ini, setiap calon anggota legislatif (caleg) harus melaporkan dana kampanyenya ke KPU. Didalam PKPU dana kampanye wajib dilaporkan kepada KPU.
“Pelaporannya sifatnya wajib. Untuk caleg yang tidak melaporkan maka akan dikenakan sanksi berupa sanksi sosial, karena ini akan di umumkan ke publik oleh KPU setelah diaudit oleh Auditor Independen yang ditunjuk,” ujar advokat dari Kongres Advokat Indonesia (KAI) Kalimantan Selatan ini kepada sejumlah awak media.
Sanksi sosial ini dimaksudkan, menurut Marli dalam penjelasannya, agar masyarakat bisa memahami dan menjadi pertimbangan untuk menentukan pilihan. Komitmen caleg tersebut bisa menjadi faktor positif sehingga yang bersangkutan punya faktor kuat untuk dipilih dibanding caleg yang tidak melaporkan. (red)