Gambar H. ASPIHANI IDERIS, MH
SUARAKALIMANTAN.COM. Dalam perhelatan masa tenang Pemilu 2019 yang telah ditetapkan sejak Minggu sampai Selasa, tanggal 14-16 April oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Apa saja yang dilarang?
Dilansir media ini suarakalimantan.com, Jum’at (12/4/2019), para peserta pemilu dapat dijatuhkan sanksi jika melanggar aturan masa tenang yang telah ditetapkan lewat UU dan Peraturan KPU (PKPU).
Berdasarkan UU Pemilu No 7 tahun 2017, selama masa tenang, pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu presiden dan wakil Presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk: Tidak menggunakan hak pilihnya, memilih pasangan calon, memilih partai politik peserta pemilu tertentu, dan memilih calon anggota DPR/DPRD/DPD tertentu. Hal ini tertuang dalam Pasal 278 UU Pemilu No 7 tahun 2017.
Kemudian, merujuk pada Pasal 523 ayat (2) juncto Pasal 278 ayat (2) UU Pemilu, sanksi jika melanggar larangan di atas yaitu pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta.
Melalui PKPU, KPU mengatur tentang larangan berkampanye di media sosial. Larangan itu tertuang dalam Pasal 53 ayat (4) PKPU No 23 tahun 2018.
Bawaslu pun akan mengawasi kampanye di media sosial pada masa tenang. Bawaslu bekerja sama dengan Kominfo untuk mengawasi iklan di media sosial.
Selanjutnya, dalam Pasal 492 UU Pemilu, juga disebutkan tentang ketentuan tindak pidana pemilu. Pasal itu berbunyi tiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Selain bagi para peserta pemilu, UU Pemilu 7/2017 juga mengatur tentang publikasi hasil survei di masa tenang. Dalam Pasal 449 UU Pemilu, pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang pemilu tidak boleh dilakukan selama masa tenang.
Merujuk pada Pasal 509 UU Pemilu, lembaga survei yang melanggar ketentuan tersebut bisa dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Jika menemukan pelanggaran, masyarakat dapat melaporkan ke Bawaslu maupun ke Polisi. Baik Bawaslu maupun Polisi akan menindaklanjuti setiap laporan yang diterima dan diteruskan jika memenuhi syarat, yakni bukti pelanggarannya.
Penulis adalah. Pengamat Pembangunan dan Politik/ Aktivis, Akademisi, Advokat/Pengacara, Dosen Fakultas Hukum UNISKA.