Foto : Salim Djati Mamma, Ketua Umum Perserikatan Journalist Siber Indonesia (PERJOSI)
SUAKA – JAKARTA. Ketua Umum (Ketum) Perserikatan Journalist Siber Indonesia (PERJOSI), Salim Djati Mamma, membantah dan mengecam pernyataan Ketua Dewan Pers (DP) Yosep Adi Prasetyo, yang lancang menyebutkan bahwa Dewan Pers adalah lembaga tunggal.
“Dewan Pers Indonesia juga bagian dari Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 sebagai wahana sosial sehingga kehadiran lembaga ini bisa menjadikan Pers Nasional semakin sehat dalam rangka mewujudkan Pers yang bebas dan bertanggunggjawab” paparnya, di Jakarta.
Menurut Bung Salim, sapaan akrab Ketum Perjosi ini, soal penetapan atau pengangkatan Dewan Pers oleh Presiden itu sudah benar, akan tetapi UU Pers tidak menyebut Dewan Pers adalah lembaga tunggal Pers.
“Benar Dewan Pers kita akui sebagai lembaga Pers di Indonesia yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, tapi tidak disebutkan dalam Undang Undang-Undang jika Dewan Pers adalah lembaga tunggal. Undang-Undang yang ada juga tidak membatasi atau melarang munculnya lembaga lain yang memiliki karakter yang berbeda, dalam rangka menyalurkan kebebasan berekspresi sebagaimana diamanahkan konstitusi,” tegasnya.
Bung Salim yang juga salah satu deklarator dan tim formatur Kongres Pers 2019 lahirnya DPI ini mengatakan, Kongres Pers Indonesia yang digelar di Gedung Serba Guna Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Rabu (6/3/2019) lalu merupakan tindak-lanjut dari hasil keputusan Musyawarah Besar Pers Indonesia bulan Desember tahun 2018 lalu yang dihadiri oleh lebih dari 3000 wartawan dan pimpinan media dari seluruh Indonesia, bertempat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Menanggapi pernyataan dari Yosep: “Kalau mereka akhirnya membentuk Dewan Pers Indonesia, lalu siapa saja anggota yang akan mengadu ke mereka”, jawabannya adalah, “Semua anggota Pers yang tergabung dalam Sekretariat Bersama 12 Organisasi Pers.”
“Kalau Bung Yosep mengatakan siapa yang akan mengadu, pastinya Masyarakat Pers, yang tergabung dalam Sekretariat Bersama yakni 12 organisasi yang mempunyai bukti legalitas,” tegasnya.
Bung Salim menyayangkan pernyataan Ketua Dewan Pers, bahwa dibentuknya DPI adalah salah satu bentuk kejahatan karena dianggap mencoba mengangkangi Undang-Undang Pers. Pernyataan itu jelas salah besar.
Menurut Bung Salim, Ketua Dewan Pers itu yang telah mengangkangi undang-undang Pers, dan melecehkan profesi Pers sebagai wartawan abal-abal.
“Kami tidak pernah merasa menjadi tandingan dari Dewan Pers. Dewan Pers Indonesia terbentuk demi menyelamatkan nasib 43.000 ribu media Pers dan ratusan ribu wartawan se Indonesia yang juga berhak untuk hidup layak. Dan saudara Yosep harus minta maaf kepada DPI, karena telah melecehkan Profesi Pers, sedangkan kita tahu dia Ketua Dewan Pers yang tidak patut mengucapkan kata-kata itu,“ tambah Bung Salim.
Ketum Perjosi ini mempersilahkan DP melakukan regulasi, kebijakan dengan kewenangannya untuk Anggotanya sendiri. Begitu juga halnya dengan DPI melakukan regulasi, kebijakan untuk anggotanya sendiri pula.
Menurutnya, DP bukan satu-satunya wadah tunggal, sebagai lembaga yang mengatur kehidupan Pers di Indonesia, karena kemerdekaan Pers menjamin hal itu.
Ditambahkannya, dibentuknya Dewan Pers Indonesia agar dapat mengakomodir kepentingan perusahaan Pers di seluruh Indonesia yang mengalami kesulitan mengikuti proses verifikasi di Dewan Pers.
Menurut Bung Salim, Dewan Pers Indonesia yang dibentuk melalui Kongres Pers Indonesia akan memudahkan perusahaan Pers melakukan verifikasi melalui Dewan Pers Indonesia Perwakilan Provinsi. Karena setiap warga masyarakat yang merasa dirugikan akibat pemberitaan akan dengan mudah mengadukan keberatannya di daerah melalui Dewan Pers Indonesia Perwakilan Provinsi, sehingga pihak yang merasa keberatan pemberitaan tidak perlu mengadu ke Dewan Pers di Jakarta karena sudah ada perwakilan di setiap provinsi sebagai perwakilan yang siap melayani aduan masyarakat.
Juga mencegah masyarakat untuk melaporkan ke pihak Kepolisian dengan tuduhan pencemaran nama baik, karena selama ini Dewan Pers tidak memiliki perwakilan di daerah, sehingga sering memilih penyelesaian sengketa pers melalui jalur hukum pidana bukan melalui mekanisme hak jawab dan kewajiban koreksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Bung Salim menegaskan, jika Dewan Pers menentang berdirinya Dewan Pers Indonesia maka masyarakat Indonesia akan kehilangan akses untuk mendapatkan pelayanan atas sengketa pers. Dan dampak negatifnya, setiap perkara pers akan berujung laporan polisi yang sama saja dengan Dewan Pers membiarkan kriminalisasi pers terus menimpa wartawan.
“Sudah ada satu nyawa melayang karena harus membayar harga sebuah berita seperti salah satunya Almarhum Muhamad Yusuf, wartawan asal Kalimantan Selatan (Kalsel) yang dipenjara karena Dewan Pers merekomendasi kasusnya diteruskan dengan pidana umum dengan alasan almarhum belum ikut UKW dan medianya belum terverifikasi Dewan Pers,” imbuhnya.
Selain itu, Bung Salim mengungkapkan masih banyak lagi wartawan yang sedang diproses polisi dan menunggu giliran dipenjara sehingga mengharapkan Dewan Pers Indonesia perlu mendapatkan FB legitimasi dari Presiden Republik Indonesia. (tim/ros)