SUAKA – PELAIHARI. Polemik fee tambang batu gunung di Desa Pemuda Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan yang di minta terhadap para sopir truk pengangkutan hasil tambang batu gunung tersebut untuk perbaikan arus jalan di persoalkan
Pasalnya arus jalan pengangkutan hasil tambang batu gunung yang melewati beberapa desa, yakni Desa Ambungan dan Desa Panggung tersebut arus jalannya cukup rusak dan rentan membuat kecelakan para sopir, ujar salah satu supir truk yang minta namanya di dirahasiakan, Rabu (20/2/2019) kepada wartawan.
Ia memaparkan, permasalahan tersebut malahan membuat keluhan para supir-supir truk pengangkut hasil tambang batu gunung di Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut ini, “Selain jalannya rusak, biaya yang ditarik oleh pihak pengusaha tambang H. Asnan dengan harga Rp. 15.000,00-/ Ritase di Desa Ambungan itu kami anggap cukup memberatkan,” kata Supir”
Disisi lain, menurut salah satu sopir truk pengangkutan hasil tambang batu gunung ini masih ada biaya lain, yaitu pihak PT. Perkebunan Nusantara meminta Retribusi sebesar Rp. 7.500,00- / Retribusi para sopir dengan dalih jasa pengaturan truk keluar masuk jalan raya, ujarnya.
Salah warga yang bermukim di Desa Ambungan Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan berinisial Ahmad mengatakan, sejak tambang batu gunung ini beroperasi sampai sekarang (Rabu, 20/2/2019) pihak pengusaha tambang batu gunung belum pernah memberikan, baik sembako, bantuan uang debu maupun bantuan berbentuk CSR kepada warga, ujar Ahmad.
Ia berkeyakinan bahwa Kuasa Pertambangan (KP) Galian C yang dimiliki oleh penambang batu gunung tersebut sudah lama mati, namun sampai sekarang masih tetapi tetap beroperasi aktifitas tambang batu gunungnya.
Wakil Sekretaris Jenderal Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN) Fathur Rahman mengatakan, jika benar izin Kuasa Pertambangan yang dimiliki pengusaha tambang batu gunung tersebut sudah mati, maka mereka jelas tidak dibenarkan melakukan aktivitas pertambangan.
Berbicara masalah Kuasa Pertambangan atau KP ini tertuang di dalam Pasal 2 huruf I UU 11/1967 yang menyebutkan bahwa kuasa pertambangan adalah wewenang yang diberikan kepada badan/perseorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan, jelas Fathur Rahman, Rabu (20/2/2019) kepada wartawan.
Menurutnya juga, pengaturan KP tertuang di dalam Pasal 10 ayat (1) UU 11/1967 yang menyebutkan bahwa Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan.
Di dalam ketentuan tersebut di antaranya diatur bahwa kuasa pertambangan, surat izin pertambangan daerah, dan surat izin pertambangan rakyat, yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum ditetapkannya PP 23/2010 tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhir serta wajib diperpanjang lagi apabila masanya aktifnya berakhir.
“Ok lah, nanti kami akan investigasi dulu, kami akan mencek kebenarannya apakah KP-nya sudah berakhir atau izin-izin lainnya juga bermasalah, di saat investigasi nanti akan kami ketahui. Disisi lain apakah pihak perusahaan sudah memenuhi kewajibannya diantaranya terhadap masyarakat sekitar tambang,” ujar Fathur mengatakan kepada wartawan. (abduh)