Gambar : saat anggota DPRD Banjar di lantik Periode 2014-2019
Foto : Penandatanganan Kuasa Gugatan Class Action di SKY BAR Coffee, Resto, Lounge & Rooftop Km. 4,500 Banjarmasin, Selasa (19/2/2019)
Gambar : Penyerahan Dokumen/ data oleh Aliansyah (Hem Putih), Aspihani Ideris (Kaos Hitam/Peci Putih) didampingi rekan advokat H Marli dan Andi Nurdin di Kantor LBH LEKEM KALIMANTAN, Selasa pagi (19/2/2019)
SUAKA – KALSEL. Pasca Aksi Demontrasi di depan Markas Kejati Kalsel yang di hadiri puluhan tokoh-tokoh LSM Kalimantan Selatan, diam-diam ternyata tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan sudah melakukan ekpose kasus Perjokian dan Perjalanan Dinas Fiktif sejumlah anggota DPRD Banjar di Kejaksaan Tinggi Kalsel. Ekpose digelar sekitar dua minggu lalu dan kini menunggu petunjuk dari Kejaksaan Agung.
Kasipenkum Kejati Kalsel, Makhpujat membenarkan, bahwa untuk kasus Perjokian dan Kunker DPRD Banjar dua minggu yang lalu sudah dilakukan ekpose di Kejati Kalsel. Hadir saat ekpose di Banjarmasin itu Kasipidsus Kejari Martapura Kabupaten Banjar, Tri Taruna Fariadi beserta tim penyidik Kejari Martapura.
“Hasil ekpose sudah dilaporkan kepada Kejaksaan Agung selanjutnya tinggal menunggu petunjuk apakah masih diperlukan ekpose di Kejagung atau tidak,” katanya, Rabu (20/2/2019) kepada sejumlah wartawan.
Terkait desakan agar Kejaksaan Tinggi Kalsel mengambilalih kasusnya, Makhpujat pun menghimbau agar semua kalangan menunggu hasil dari proses hukum yang berjalan dan dirinya mengajak bersama-sama agar tetap menjaga suasana kondusif. “Kawan-kawan LSM anti Korupsi diharap bersabar, Insya Allah prosesnya tetap berjalan dengan semestinya,” ucapnya.
Sekedar diketahui, Kejaksaan Tinggi Kalsel pada akhir 2016 melimpahkan kasus perjokian anggota DPRD Banjar M Fadli yang berasal dari Fraksi Partai Nasdem ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar agar dikembangkan. Pada Februari 2017, Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar menaikan ke tahap penyidikan.
Terpisah, pengacara atau advokat di Kabupaten Banjar berencana mengajukan gugatan perdata class action dengan tergugat pertama adalah DPRD Kabupaten Banjar dan ikut tergugat kedua adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar atas kasus perjokian dan perjalanan dinas fiktif DPRD Banjar.
Mewakili pengacara atau advokat di Kabupaten Banjar, H Marli mengatakan, sedikitnya sudah ada belasan pengacara yang saat ini siap ikut bergabung mempersiapkan gugatan class action tersebut. Selanjutnya menyampaikannya ke Pengadilan Negeri Martapura Kabupaten Banjar.
Ia mengaku, pihaknya bersama tim pengacara menerimakan kuasa dari masyarakat untuk mengajukan class action, dikarenakan jika menolak maka melanggar kode etik sebagai pengacara atau advokat. “Sebagai advokat, kalau kami dipercayakan sebagai penerima kuasa, maka kami wajib menerimanya selama data dan dokumen itu untuk kebenaran dan keadilan hukum. Kalau kami menolak itu jelas melanggar kode etik seorang advokat,” beber Marli.
H Marli mengatakan, alasan gugatan ditujukan kepada DPRD Banjar dan Pemkab Banjar karena lembaga legislatif sebagai pembuat undang-undang atau peraturan daerah berkaitan dengan hukum atau aturan jangan sampai melanggar aturan, sedangkan ditujukan pula kepada Pemkab Banjar karena anggaran yang digunakan dugaan perjokian dan perjalan dinas fiktif tersebut merupakan dana hasil APBD. Class action juga agar masyarakat di Kabupaten Banjar khususnya dan di Kalimantan Selatan umumnya mengetahui proses hukum yang sebenarnya, sehingga hukum tidak bisa dipermainkan begitu saja,
“Saat ini kami dari tim advokasi sedang mempelajari berkas dokumen terkait pengajuan class action tersebut. Mohon do’a masyarakat semoga kami bisa maksimal bekerja sesuai dengan keadilan dan kebenaran, sehingga masyarakat mengetahui siapa yang salah dan siapa yang benar. Kasian para anggota DPRD Banjar banyak yang was-was dikarenakan sampai saat ini penyidik Kejaksaan belum menyebutkan tersangkanya,” kata Marli.
Disebutkannya, selain dirinya ikut didalamnya, tim pengacara yang akan mengajukan class action diantaranya adalah H Aspihani Ideris, Andi Nurdin, Hairani, Syarifah Zakiah Al Habsyi, Muhammad, Abdul Gafur, M Mahyuni dan Sudarmadi.
“Class action ini agar masyarakat mengetahui proses yang dilakukan oleh Kejaksaan, bukan rahasia umum lagi kasusnya sudah dua tahun lebih bergulir sehingga muncul prasangka-prasangka yang seakan memojokan Kejaksaan Negeri Martapura Kabupaten Banjar. Inilah moment bagi korps baju cokelat menunjukan kredibilitas dan integritasnya dalam penegakan hukum,” kata H Marli.
Dia juga menjelaskan, terlebih saat ini menjelang Pileg, sedangkan kasus kunker DPRD Banjar yang melibatkan peserta pemilu legislatif belum tuntas. Oleh sebab itulah menurutnya, penting memberikan edukasi atau pemahaman hukum kepada masyarakat terkait proses hukum.
Menurutnya, kejaksaan Negeri Martapura Kabupaten Banjar sudah menaikan ke tahap penyidikan Februari 2016 lalu, berarti ada dua unsur alat bukti yang terpenuhi, artinya harus ada tersangka. Beda jika belum menaikan ke tahap penyidikan, maka masyarakat pun patut mempertanyakan perkembangan proses hukum yang sedang ditangani oleh Kejaksaan.
Sebelumnya saat di hubungi via telepon, salah satu pengacara lainnya H Aspihani Ideris menambahkan, saat ini Kejaksaan sudah menaikan tahap dari penyelidikan ke tahap penyidikan, artinya sudah melalui proses-proses hukum yang sebenarnya, maka harus disidangkan. Beda jika masih dalam tahap penyelidikan, maka bisa saja menerbitkan SP3, ucap dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini saat di telpone awak media ini, Selasa (19/2/2019)
“Jika dalam proses penyelidikan tidak memenuhi unsur maka tidak akan naik ke tahap penyidikan. Dari itu kelihatan menjadi aneh jika Kejaksaan Negeri Martapura Kabupaten Banjar nantinya menerbitkan SP3,” tambahnya.
Tokoh LSM Anti Korupsi Kalimantan Selatan, Bahrudin akrab disapa Udin Palui mengatakan, kasus tersebut sekaligus menjadi tolak ukur profesionalitas Kejasaan dalam menangani perkara. Jika dianggap tidak mampu, maka Kejaksaan Tinggi Kalsel berhak mengevaluasi jajarannya.
Udin Palui pun meminta agar kasus Pejokian dan Perjalanan Dinas Fiktif anggota DPRD Banjar segera diambil alih Kejaksaan Tinggi Kalsel, sebab kasus tersebut telah viral dan menjadi perhatian masyarakat di Kalsel, terlebih telah berlangsung cukup lama sehingga terkesan diduga dengan kasus tersebut menjadi ATM oknum Kejaksaan., katanya Rabu (20/2/2019)
“Jika sudah diambilalih oleh Kejati Kalsel, maka apapun hasilnya demi keadilan kami serahkan semuanya, jangan gantung seperti sekarang yang muncul prasangka-prasangka yang tidak baik. Anggota dewan pun merasa dirugikan terlebih menjelang pemilu legislatif, banyak anggota dewan tidak tenang karena tidak ada kepastian hukum,” katanya.
Senada juga dengan aktivis anti korupsi lainnya Rifka Jaya, menurutnya saat ini kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum berbaju cokelat tersebut sudah berkurang hanya lantaran ketidakpastian hukum dalam memproses kasus dugaan Perjokian dan Perjalan Dinas Fiktif DPRD Banjar tersebut, ujar salah satu Direktur Lembaga Pemantau Korupsi (LEMPEKOR) Kalsel ini, Rabu (20/2/2019) kepada wartawan.
“Sebaiknya jika Kejari Martapura tidak mampu memproses nya, serahkan saja ke Kejati Kalsel untuk melanjutkannya. Sehingga penanganan kasus ini jangan sampai berpolemik. Insya Allah besok (Kamis, 21-02-2019) kami-kami akan mempertanyakannya ke pihak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan. Mudahan-mudahan ada kabar baik yang sebenarnya demi tegaknya hukum di bumi Lambung Mangkurat ini,” ujar Rifka menutup pembicaraannya.(H@tim)