13 – 02 – 2007
SUAKA-BANJARMASIN. Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) menyatakan prihatin terhadap kondisi lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tersebut.
Keprihatinan tersebut berhubungan dengan situasi keanggotaan DPRD Kalsel ini yang terkesan tak mau akur, yang dalam per bahasa daerah Banjar “bacakut papadaan”, demikian informasi yang dapat di galang suarakalimantan.com, Selasa, 13 Februari 2007.
“Saya merasa sangat-sangat prihatin terhadap kondisi dewan (DPRD Kalsel) sekarang, karena sesama anggota tak mau mau akur, jadi menimbulkan kesan bacakut papadaan,” kata H.Karno, anggota DPRD Kalsel dari Fraksi Partai Golkar (FPG).
Menurut dia, dalam percaturan politik perbedaan pendapat suatu hal yang wajar, tapi maunya jangan memaksakan kemauan sendiri dengan mengenyampingkan pendapat orang lain.
“Begitu pula di dalam kelembagaan dewan, tidak perlu dibesar-besarkan, apalagi hanya isi internal Dewan sampai diekspose sampai ke publik,” lanjutnya didampingi rekannya satu komisi dan satu fraksi Ir Gusti Perdana Kesuma. Tapi wakil rakyat dari FPG yang duduk di Komisi III bidang pembangunan DPRD Kalsel ini pun ikutan tak menampik, kisruhnya kalangan anggota dewan antara lain karena ringan wibawa pimpinan dewan itu sendiri.
Faktor lain, karena Badan Kehormatan (BK) DPRD sendiri juga kurang berperan dalam tugas dan fungsinya.
Oleh sebab itu, perlu tambahan sekaligus pembenahan lebih baik lagi ke depan, baik unsur pimpinan dewan maupun BK, saran Karno yang diaminkan rekannya Perdana Kesuma.
Kisruhnya kalangan anggota DPRD Kalsel suster ini berawal dari rencana perubahan Tata Tertib (Tatib) kelembagaan tersebut, dengan pembentukan Tim Perumus yang melakukan studi banding keluar provinsi.
Pembentukan tim perumus itu oleh beberapa anggota DPRD Kalsel, khususnya dari Komisi I bidang pemerintahan yang juga membidangi hukum tersebut, menyalahi aturan atau ketentuan yang berlaku.
Ketua Komisi I DPRD Kalsel yang menyoroti tim perumus itu seperti Sjazli Arsyad Abdis dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Drs Riduan MS dari Fraksi Partai Bintang Reformasi (PBR) dan H Puar Djunaidi S.Sos dari FPG.
“Sebab dalam Tatib DPRD Kalsel yang masih berlaku tak mengenal adanya Tim Perumus, kecuali hanya Panitia Khusus (Pansus),” kata Sj.A.Abdis yang dibenarkan rekannya satu komisi Puar Djunaidi.
Namun anggota DPRD Kalsel termasuk wakil ketuanya, Riswandi SIP dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan H.Bachruddin Syarkawi dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), berpendapat, pembentukan tim perumus tak salahi aturan.
“Karena pembentukan tim tersebut dalam forum Panitia Musyawarah (Panmus) DPRD Kalsel sendiri, tanpa ada peristiwa saat itu,” kata wakil rakyat dari PKS dan PDIP tersebut.
Untuk menyelesaikan beda pendapat tersebut, Riswandi berpendapat, bisa melalui internal dewan sendiri, tapi tak menutup kemungkinan menempuh jalur hukum.
“Bagi kita, baik penyelesaian secara internal maupun melalui jalur hukum, tak masalah, dan semua itu penilaiannya kita serahkan pula ke publik,” demikian Riswandi.
Sementara beberapa pengamat dan akademisi di Banjarmasin, menilai, situasi DPRD Kalsel sekarang lebih condong lagi “camuh” (tak akur / tak kompak) bila dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Dengan ketidakkompakan anggota dewan, dikhawatirkan lembaga tersebut hanya akan menjadi pelengkap pendukung ekskutif dan bisa pula jadi bulan-bulanan, kata Akhmad, seorang akademisi perguruan tinggi swasta di Banjarmasin. (###)