Sejarah Makam Datuk Abulung

suarakalimantan.com, Kalimantan Selatan

ABAD ke-18 terdapat tiga tokoh ulama yang terkenal dari Kalimantan Selatan, yaitu Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary, Syekh’Abd Al-Hamid Abulung, dan Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari (Zafry Zamzam, 1979). Dua dari ketiga ulama tersebut, makamnya terdapat di daerah Martapura, sementara yang terakhir terdapat di daerah Hulu Sungai Utara (Amuntai).

Makam Syekh Arsyad Al-Banjari (1707-1812 M) yang berada di tanah seribu sungai ini lebih dikenal dengan sebutan Datu Kalampayan, kubah Syekh ‘Abd Al -Hamid Abulung, lebih dikenal dengan sebutan Datu Abulung.

Datu Abulung tidak memiliki karya tulis dan juga bisa dikatakan senasib dengan Syekh Siti Jenar di Jawa yang meninggal karena dibunuh akibat perselisihan mengenai pandangan keagamaan dalam tasawuf

Perjalanan menuju kubah Datu Abulung di Desa Sei Batang Kecamatan Martapura Barat Kabupaten Banjar, menyeberangi Sungai Martapura yang biasanya menggunakan kelotok (perahu mesin)

Di sisi lainnya kelotok yang jasanya digunakan mengantar peziarah untuk menyeberang sungai Martapura menuju Kubah Datu Abulung merupakan pelayanan warga setempat untuk para peziarah.

Tokoh masyarakat Suryani mengatakan, para peziarah yang menyeberang menggunakan kelotok (perahu mesin) tidak dikenakan biaya. Pengemudi kelotok di kubah datu Abulung berjaga selama 24 jam dengan cara bergantian.

“Peziarah datang tidak menentu, kadang-kadang jam 01.00 malam, mau tidak mau pengemudi kelotok harus bangun untuk mengantarkan,” ungkapnya.

Pemakai jasa kelotok tidak dipungut Biaya, namun di sini peziarah memberi seikhlasnya untuk menggati biaya operasional, dana yang diberikan peziarah kepada penjaga parkir dan pengemudi klotok dikumpulkan dan diberikan kepada panitia, untuk kegiatan haul dan renovasi kubah Datu Abulung. (@tim)

Dibaca 655 kali.
Baca Juga:  Angkasa Pura I Fasilitasi Program Serbu Vaksin Covid-19

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top