Kerajaan dan Kesultanan Sebagai Penyejuk Hati, Antisipasi Gesekan Anak Bangsa Dalam Pemilu 2019

SUARAKALIMANTAN.COM. Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden 2019 berpotensi munculnya gesekan sesama anak bangsa dan dikhawatirkan akan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Kerajaan dan Kesultanan mempunyai peran strategis sebagai penyejuk hati rakyat serta pendamai pertikaian para elite politik dalam memelihara dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal ini ditegaskan Dewan Agung Majelis Raja-Sultan se Indonesia dan Ketua Forum Silaturahmi Keraton Nusantara, Sultan Haji Khairul Saleh Al Muhtasim Billah, di Batusangkar, Sumatra Barat, Sabtu (29/9/2018), dalam sambutannya di sela-sela acara penobatan Sutan Muhammad Farid Thaib menjadi Rajo Alam Minangkabau Pagaruyung Darul Qoror menggantikan Daulat Yang Dipertuan Taufik Thaib Tuanku Maharajo Sakti yang mangkat beberapa bulan lalu.

Dikatakan Khairul Saleh yang juga Raja Kesultanan Banjar ini, keberlangsungan Indonesia tidak akan bisa dilepaskan dari peranan Kerajaan–Kesultanan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Untuk itu, Kerajaan–Kesultanan Nusantara harus tetap menghadirkan dirinya ditengah masyarakat sebagai bagian dari sejarah, nilai-nilai adiluhung serta adab sebagai kearifan lokal dipersatukan dalam Peradaban Nusantara.

“Untuk itu, momentum Penobatan Sultan Pagaruyung, sebagai bagian Majelis Raja-Sultan se Indonesia dan Forum Silaturahmi Keraton Nusantara, menjadi tonggak kokoh fungsi-fungsi pelestari dan pengembang kebudayaan. Peran keraton dan kesultanan dalam rangka membangun karakter bangsa tidak perlu diragukan lagi. Keraton menjadi pusat pengembangan kebudayaan lokal ditengah serbuan nilai-nilai globalisasi. Keraton juga menjadi instrumen yang kokoh dalam mendiplomasikan kebudayaan bangsa, terutama pada generasi milineal hari ini,” tuturnya.

Kerajaan dan Kesultanan harus ada di barisan terdepan dalam gerakan kebudayaan, peradaban dan termasuk menjadi tempat rakyat mengadu dari segala kegundahan. Kedudukan Sultan atau Raja dalam konteks kekinian tidaklah lekat dengan kekuasaan. Sultan adalah pemimpin yang tidak berjarak dengan rakyat. Keraton harus mampu membaca zaman dan memanfaatkan momentum.

Baca Juga:  PANGKALAN TPBS DIDUGA MENGANGKUT DAN MENJUAL LPG BERSUBSIDI 3KG TANPA IZIN

Lebih jauh dikatakannya pascareformasi hingga saat ini pemerintah memberikan tempat yang sepatutnya kepada Kerajaan-Kesultanan dan segenap lembaga-lembaga adat dan budaya Nusantara. Pemerintah semakin menyadari bahwa Raja-Sultan Nusantara merupakan pewaris sejarah masa lalu, yang selama berabad-abad lampau telah memberikan sumbangsih besar dalam menjaga maruah bangsa. Memberikan sumbangsih bagi kemajuan peradaban Nusantara, khususnya peradaban saling menghargai dan menghormati sesama anak bangsa.

Pepatah mengilhami bangsa-bangsa Nusantara dalam membangun kesetaraan, membangun silaturahim dan membangun kebersamaan dalam keberagaman latar belakang bangsa dan agama. Kesadaran ber-Bhineka menjadi modal sosial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) agar tetap kokoh sampai kapanpun. Negara-negara Eropa berdiri atas berbagai suku bangsa namun melahirkan puluhan Negara, sedang kita cukup satu NKRI saja.

Alek gadang pengangkatan Farid Thaib akan diselenggarakan selama tujuh hari dan agenda ini merupakan kilas balik sejarah prosesi adat 200 tahun silam saat penobatan Raja Pagaruyung ke XI yakni, Muningsyah Sutan Abu Jalil. Acara dihadiri sekitar tiga ribu undangan, utusan rasa-sultan nusantara termasuk dari negara tetangga Malaysia dan Brunei Darussalam. Raja-raja sapiah balahan, bupati dan walikota Sumbar, niniak mamak, tokoh masyarakat serta undangan lain-lainnya. (Red)

Dibaca 33 kali.

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top