JAKARTA. Beberapa hari lalu saya menerima broadcast link berita tentang susunan tim pemenangan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin. Strukturnya belum lengkap dan hanya mencantumkan 11 direktur pemenangan. Mulai dari bagian logistik, jaringan, advokasi dan lain sebagainya.
Tadinya saya tidak peduli dengan nama-nama yang tercantum. Karena bagi saya itu urusan dapur sebelah dan wajar bila mereka membuat tim terbaik untuk memenangkan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Hingga akhirnya, ada satu nama yang mengganggu pikiran saya. Adalah nama Yadi Herdiana yang tercatat sebagai Direktur IV Tim Pemenangan Jokowi-Ma’ruf yang khusus menangani media massa dan sosial media. Yadi tercatat sebagai delegasi dari Partai Perindo.
Saya mengenal orang ini. Dia adalah pemimpin redaksi di iNews TV, salah satu stasiun televisi yang bernaung di MNC Group milik Hary Tanoesoedibdjo. Selain itu, saat ini dia juga tercatat sebagai Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).
Saya berusaha mencari informasi apakah nama Yadi Hendriana yang tercatat sebagai direktur media/sosmed Jokowi-Ma’ruf ini adalah orang yang sama seperti yang saya maksud. Ternyata benar, itu memang dia.
Jujur saya terganggu. Kok bisa wartawan aktif terlibat dalam politik praktis dan memegang jabatan strategis. Karena dalam Kode Etik Jurnalistik pasal 1, wartawan Indonesia harus bersikap independen, berimbang dan tidak memihak. Selain itu, di pasal 6 juga tercatat bahwa wartawan Indonesia tidak boleh menyalahgunakan profesi.
Bagaimana mungkin saudara Yadi bisa menjaga independensi dalam menyikapi dua kubu yang sedang berkompetisi, sementara dia sudah berdiri di satu sisi. Terlebih dia seorang pemimpin redaksi yang bisa memerintahkan semua reporternya untuk menciptakan framing berita dan narasi.
Apalagi, saudara Yadi adalah ketua umum organisasi jurnalis televisi se-Indonesia. Seharusnya dia memberikan teladan kepada para pengurus dan kadernya tentang integritas dan netralitas seorang wartawan. Terlebih saat ini kepercayaan publik terhadap pemberitaan media massa sedang dipertaruhkan.
Saya ingin sekali menemui dan tabayun langsung kepada saudara Yadi. Tapi berdasarkan informasi, saat ini dia sedang berada di Tanah Suci. Entah sedang bertugas atau sedang menunaikan ibadah haji.
Melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikan kepada saudara Yadi, bila Anda masih setia dengan profesi jurnalis, sebaiknya Anda mundur dari tim pemenangan Jokowi. Namun bila Anda memilih fokus menjadi tim sukses Jokowi, sebaiknya anda berhenti sebagai wartawan dan pamit dari jabatan ketua umum ikatan jurnalis televisi.
Tetapi bila Anda memilih aktif di dua-duanya, maka dengan terpaksa dan sangat berat hati saya akan melaporkan Anda ke Dewan Pers dan instansi terkait lainnya.
Semua ini demi menjaga nama baik profesi jurnalistik, nama baik media massa yang Anda pimpin, nama baik organisasi jurnalis televisi yang Anda ketuai dan menjaga marwah demokrasi.
Saya adalah junior Anda sebagai wartawan yang memutuskan berhenti karena memilih aktif di lembaga politik. Sebenarnya bisa saja saya nyambi dan menjalankan keduanya, tapi saya sadar ini tidak akan baik buat profesi jurnalis dan wajah demokrasi. Hingga akhirnya kita harus memilih salah satu. Saya harap Anda memiliki pemikiran yang sama.
Demikian tulisan ini saya buat, semoga Anda berkenan dan dan mengindahkan pernyataan saya. Kita woles saja dan tidak perlu tersinggung. Sekali lagi, ini demi kebaikan kita semua. Sukses selalu buat Anda. (Red)