SUAKA-JAKARTA. Muhammad Yusuf, wartawan media online yang meninggal dalam tahanan Lapas Kelas II B Kotabaru membuat Komnas HAM melakukan pemantauan terkait hal itu. Tim Komnas HAM menemukan adanya pelanggaran HAM atas kematian M. Yusuf saat berada di dalam lapas.
“Telah terjadi pelanggaran HAM dengan cara melakukan pembiaran atas sakit yang diderita M. Yusuf yang harusnya atas dasar pertimbangan medik diberlakukan sifat khusus pula,” kata Komisioner Komnas HAM Hairansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Jum’at (27/7/2018).
Tim Komnas HAM melakukan pemantauan pada 27-30 Juni 2018 dengan bertemu jajaran Polres Kotabaru, Lapal Kelas II Kotabaru, Kejaksaan Negeri Kotabaru, masyarakat Pulau Laut Tengah, hingga pengacara dan istri M. Yusuf. Kematian M. Yusuf dikatakan Hairansyah tidak lepas dari faktor penyakit yang diderita almarhum.
Akan tetapi, Komnas HAM menilai ada pelanggaran HAM mengenai penyakit M. Yusuf yang mengakibatkannya meninggal. Ia mengatakan sebelumnya istri M. Yusuf sudah memberitahu pihak kepolisian maupun lapas jika M. Yusuf menderita penyakit berat sehingga diharuskan melakukan cek up rutin di rumah sakit. Akan tetapi, pihak lapas kurang memberikan fasilitasi itu.
“Walaupun sudah diterangkan pihak kepolisian disitu ada klinik dan di lapas ada klinik tapi klinik yang dimaksud ada keterbatasan tentu tidak memungkinkan untuk secara dan ini terbukti saat almarhum menurun kesehatannya tetap dibawa ke rumah sakit sehingga klinik yang dimaksud tidak cukup mewadahi, mengobati almarhum,” kata Hair.
“Saudara M. Yusuf hanya diperbolehkan mengkonsusmsi obat dari resep dokter dan itu membuat menurunnya kesehatan M. Yusuf. Kelebihan lapas di lapas II B tentu ini tidak baik untuk tahanan ditambah kondisi almarhum yang tidak sehat,” sambungnya.
Ia mengatakan saat pertama kali M. Yusuf ditempatkan di sel, kondisi M. Yusuf kian menurun. Over kapasitas di dalam lapas itu juga menjadi faktor menurunnya kesehatan M. Yusuf hingga Ia sempat dirawat inap dirumah sakit dan dikembalikan ke lapas sebelum akhirnya jurnalis itu meninggal.
“Saat pertama kali masuk ke tahanan titipan Kejaksaan, almarhum tempatkan dalam tahanan K5 dengan ukuran tahanan 12×15 meter dihuni lebih dari 250 orang, dimana semua tahanan hanya bisa duduk dan tidak bisa berbaring. Saat di sel K5 nilah dia menurun kesehatannya dan sempat dirawat inap rumah sakit,” imbuhnya.
Untuk itu, Komnas HAM memberikan rekomendasi kepada instansi terkait mengenai hal itu. Pertama, Komnas HAM meminta kepada Kapolda Kalimantan Selatan untuk menindaklanjuti penanganan peristiwa kematian M. Yusuf serta menginformasikan hasil otopsi kepada pihak keluarga dan masyarakat. Komnas HAM meminta dilakukan evaluasi terkait kapasitas rutan di Polda, Polres dan meminta pihak Kejaksaan Negeri Kotabaru untuk melakukan evaluasi pengawasan terhadap tahanan titipan kejaksaan di Lapas Kelas II Kota baru.
Selain itu, Komnas HAM memberikan rekomendasi untuk Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM agar mengevaluasi kondisi lapas, kapasitas tahanan agar memberikan suasana yang sehat untuk tahanan. Komnas HAM juga meminta agar menambah fasilitas klinik kesehatan di dalam lapas.
Sebelumnya, M. Yusuf meninggal pada Minggu (10/6) setelah mengalami sesak nafas. M. Yusuf diproses hukum karena laporan sebuah perusahaan sawit di daerah Kitabaru, Kalsel yang merasa terus-menerus diserang lewat pemberitaan di media online oleh Yusuf.
Dia dijerat Pasal 45 ayat 3 atau 45A ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Kasusnya saat ini sudah sampai tahap pengadilan. Yusuf meninggal saat berstatus tahanan pengadilan. (Red)