Mahkamah Agung Batalkan Peran Paralegal dalam Memberi Bantuan Hukum

SUAKA – JAKARTA. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan sebagian permohonan uji materi atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2018 tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum.

Paralegal merupakan orang (bukan advokat) yang memiliki kapasitas dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma baik di pengadilan atau pun di luar pengadilan. Salah satu bentuk paralegalkerap dilakukan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat seperti LBH.

Dengan adanya putusan MA yang diterbitkan pada 31 Mei 2018 ini, maka peran paralegal dihapuskan.

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah membenarkan dikeluarkannya putusan tersebut.

“Ya jadi Mahkamah Agung telah memutus perkara dan hak uji materiil (terkait Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 Tahun 2018 tentang Paralegal),” ujar Abdullah saat dikonfirmasi, Senin (16/7/2018).

Dalam salinan putusan yang dilansir dari situs resmi MA, Senin (16/7/2018), majelis hakim yang dipimpin oleh Irfan Fachruddin dan anggota majelis Yusran dan Sudaryono ini menyatakan pasal 11 dan 12 dalam Permenkumham tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Pasal 11 dalam peraturan itu berbunyi, Paralegal dapat memberikan Bantuan Hukum secara litigasi dan nonlitigasi setelah terdaftar pada Pemberi Bantuan Hukum dan mendapatkan sertifikat pelatihan Paralegal tingkat dasar.

Sementara dalam Pasal 12 terdiri dari tiga ayat. Ayat pertama menyatakan, pemberian bantuan hukum secara litigasi oleh Paralegal dilakukan dalam bentuk pendampingan advokat pada lingkup pemberi bantuan hukum yang sama.

Dalam ayat kedua dinyatakan, pendampingan yang dimaksud meliputi pendampingan dan atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan dan penuntutan, pendampingan dan atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan persidangan atau pendampingan dan atau menjalankan kuasa terhadap penerima bantuan hukum di pengadilan.

Baca Juga:  Pengusaha dan Aktivis Bersatu Tekad Benahi Kota Banjarmasin

Dalam ayat ketiga disebutkan bahwa pendampingan advokat sebagaimana dimaksud ayat pertana dibuktikan dengan surat pendampingan dari advokat yang memberikan bantuan hukum.

Dalam dalil permohonannya, para pemohon yang terdiri dari 18 advokat itu mengungkapkan kedua pasal itu menyebabkan kedudukan paralegal menjadi sama dengan profesi advokat. Sehingga bertentangan dengan Undang-Undang tentang Advokat.

Majelis hakim mempertimbangkan, pasal 11 dan 12 memuat norma yang memberikan ruang dan kewenangan terhadap paralegal untuk beracara dalam proses pemeriksaan persidangan di pengadilan.

Ketentuan tersebut dapat dimaknai paralegal menjalankan sendiri proses pemeriksaan persidangan di pengadilan, dan bukan hanya mendampingi atau membantu advokat.

Sementara dalam pasal 4 juncto Pasal 31 Undang-Undang tentang Advokat menyatakan bahwa hanya advokat yang telah bersumpah di sidang terbuka pengadilan tinggi yang dapat menjalankan profesi advokat untuk dapat beracara dalam proses pemeriksaan persidangan di pengadilan.

“Dengan demikian muatan materi pasal 11 dan 12 objek HUM bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, sehingga dengan demikian melanggar asas lex superior derogate legi inferior, sehingga bertentangan dengan pasal 5, pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” bunyi amar putusan tersebut.

“Permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon harus dikabulkan sebagian dan pasal 11 dan pasal 12 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 Tahun 2018 tentang Paralegal Dalam Pemberian Bantuan Hukum yang menjadi objek perkara uji materiil a quo harus dibatalkan sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat untuk umum,” demikian bunyi amar putusan itu.

Dalam amar putusan, majelis hakim juga memerintahkan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk mencabut kedua pasal tersebut. (red)

Dibaca 14 kali.

Tinggalkan Balasan

Scroll to Top