SUAKA/ Media SBM – Jakarta – Kasus kematian wartawan sinar pagi baru Muhammad Yusuf yang meninggal dalam proses tahanan Polres Kotabaru, Kalimantan Selatan menjadi perhatian khusus bagi pewarta, Tim Pencari Fakta (TPF) yang diawaki oleh Persatuan Wartawan Indonesia dituding miring oleh Wilson Lalengke, Ketua Umum PPWI terindikasi dibiayai oleh pengusaha hitam bernama Andi Syamsuddin dengan nama tenarnya Haji Isam.
“Endingnya mudah ditebak, PWI akan mengeluarkan pernyataan bahwa almarhum meninggal secara wajar,” ungkap Wilson Lalengke, Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dalam WA-nya di grup Menggugat Dewan Pers, malam ini 21/6/18. sekitar 10.30 WIB.
Wilson juga meminta hati-hati terhadap manuvet PWI yang dinilainya pengkhianat pers. “Waspada dan siapkan semangat perlawanan,” pintanya kepada jajaran pers yang tidak tercatat pada PWI dan Dewan Pers.
Apalagi, tambahnya, mendiang Muhammad Yusuf tidak tercatat sebagai anggota PWI, yang selalu dicibir dan dianggap sebelah mata sebagai wartawan abal-abal.
“Lho kok, tiba-tiba mereka peduli menelisik kematian almarhum dengan membentuk TPF,” ujar Wilson.
Begitupun Ketua Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI), Taufiq Rachman, SH, S.Sos, teman Wilson sesama Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012. juga mensinyalir ketidak beresan PWI sebagai TPF.
“Kan, PWI selama ini tidak pernah membela wartawan yang bukan anggotanya. Lho kok sekarang, adanya dugaan pelanggaran berat tewasnya mendiang, kok PWI punya solidaritas tinggi. Mau jadi pahlawan kesiangan,” semprot Taufiq.
Padahal, menurut dia, tewasnya Muhammad Yusuf, tak bisa dilepaskan dari induk semangnya PWI, Dewan Pers. Sebab, Dewan Pers yang memberikan rekomendasi sehingga almarhum di pidana. Bukan delik pers.
“Rekomendasi itu yang membuat penyidik menahan sehingga tewas di tahanan,” ujar Taufiq yang menyakini tidak adanya pembelaan dari Dewan Pers.
“Jika ada, saya yakin nasib Muhammad Yusuf tidak mengenaskan,” sambungnya.
Taufiq menyebut, andai saja rekomendasi meminta Haji Isam untuk melakukan bantahan sesuai Kode Etik Jurnalistik, kasusnya tidak akan seperti itu.
“Cuma, karena Dewan Pers memandang sebelah mata, ya akhirnya Allah punya cara lain membuka aib diskriminasi Dewan Pers pada wartawan di Indonesia,” papar Taufiq mengakhiri.
Profesi wartawan sebagai kontrol monitor mewakili masyarakat hendaknya lah mendapatkan apresiasi yang baik, bagi sebuah lembaga sekelas Dewan Pers walaupun pada kenyataannya tidak dalam organisasi notabene sama dengan pengurus di dalam DP yang terhormat.
Kutipan dari : Group WhatsApp “MENGGUGAT DEWAN PERS”
Editorial : Daerobi
www.suaraborneomembangun.com