Foto : Mohammad Firdaus Oiwobo, SH (Ketua Umum KWRI).
SUAKA – TANGERANG. Ketua Umum Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI), Mohammad Firdaus Oiwobo SH menyesalkan sikap Kapolda Kalsel, Brigadir Jenderal Rachmat Mulyana yang menyatakan akan menerapkan pasal 222 KUHP bila keluarga almarhum Muhammad Yusuf batal melakukan autopsi jenazah bekas wartawan Berantas News dan Kemajuan Rakyat itu pada 29 Juni nanti. Dan Kapolda Kalsel ini pantas dilaporkan ke Propam dan Komisi Kepolisian Nasional atas nada ancaman pidana terhadap keluarga almarhum Yusuf tersebut.
Menurut Firdaus, sikap Rachmat Mulyana menandakan tidak mengayomi masyarakat, tidak netral serta disinyalir melanggar kode etik profesi Polri dan tidak pantas menjadi kapolda. “saya mau lihat sejauh mana keberanian Kapolda untuk memenjarakan orang yang sedang berduka. Jika beliau melakukan hal itu maka kita akan laporkan segera Kapolda ini ke Propam, atau kompolnas ” ucap Firdaus kepada beberapa wartawan saat di wawancara di kediamannya Tangerang Selatan Minggu (17/6/18).
Ia menilai persoalan statement Rachmat bukan perintah autopsi, melainkan ancaman melalui media yang akan memenjarakan keluarga korban apabila membatalkan proses autopsi. Sebab, kata Firdaus, pernyataan itu suatu pelanggaran karena mengancam orang yang sedang dalam keadaan berduka dan melukai hati para insan pers terlebih keluarga wartawan yang telah menjadi korban.
Firdaus bahkan berkata Kapolda Kalsel patut diduga melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan peraturan kepolisian republik indonesia. Karena seorang Kapolda harus berbicara objektif dan transparan serta mengayomi masyarakat, bukan malah menggiring opini.
Ia berjanji akan mengawal terus kasus almarhum M. Yusuf sampai terbukti kebenarannya secara terang benderang. ”Jangan sampai Jurnalis selalu disalahkan oleh aparat, apalagi di intimidasi. Yang paling benar itu Kapolda segera memerintahkan anak buahnya untuk menyelidiki kasus dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perusahaan yang mengakibatkan wartawan meninggal. Masa tega sih seorang kapolda berbicara kepada pihak korban yang sedang berduka dengan nada ancaman,” ucapnya.
Firdaus dengan tegas meminta kepada Kapolri agar menegur Kapolda Kalsel dengan teguran keras. “saya minta agar Kapolri menegur keras Kapolda tersebut, dan saya berharap Kapolda segera meminta maaf kepada awak media atas ucapannya tersebut. Terlebih meminta maaf kepada pihak keluarga korban” tegas Firdaus.
Selain itu, ia berdalih, Tim Pencari Fakta (TPF) PWI harus solid dan memerlukan pengacara yang tahan banting, karena dihadapkan dengan sebuah perusahaan besar dan memiliki pengaruh kuat.
Kapolda Kalsel Rachmat Mulyana sebelumnya mengatakan, keluarga Yusuf mesti komitmen melakukan autopsi jenazah. Sebab jika autopsi batal, kata Rahmat, maka ada konsekuensi hukum yang akan menjerat pihak keluarga Yusuf. “Jika tanggal 29 Juni tak melakukan autopsi, maka bisa diancam pasal 222 KUHP tentang upaya menghalangi proses penyelidikan,” kata dia saat open house Lebaran Idul Fitri 1439 Hijriah, kemaren Sabtu (16/06/2018).
Pasal 222 KUHP itu berbunyi: “barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” (Red MH/intelmedia.co)