Foto : Almarhum M Yusuf saat didalam Penjara dalam keadaan gundul.
SUAKA – BANJARMASIN. Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan menanggapi permintaan keluarga almarhum Muhammad Yusuf (42) untuk melakukan autopsi. Muhammad Yusuf merupakan wartawan Kemajuan Rakyat dan Berantas News yang tewas di penjara Lapas Kelas IIB Kotabaru pada Minggu (10/6/2018).
Kepala Polisi Daerah Kalimantan Selatan Brigadir Jenderal Rachmat Mulyana mengatakan, keluarga Yusuf mesti komitmen melakukan autopsi jenazah. Sebab jika autopsi batal, konsekuensi hukum yang akan menjerat pihak keluarga Yusuf.
“Jika tanggal 29 Juni tak melakukan autopsi, maka bisa diancam Pasal 222 KUHP tentang upaya menghalangi proses penyelidikan,” tegas Rachmat selepas halal bihalal di rumah dinas Kapolda Kalsel, Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin, Sabtu (16/6/2018).
Duketahui, Pasal 222 KUHP itu berbunyi, “Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Menurut Rachmat, polisi telah meminta jenazah Yusuf untuk secepatnya diautopsi agar kasus ini menjadi jelas. Pihaknya sudah membentuk Tim Audit yang dipimpin langsung oleh Irwasda Polda Kalsel dibantu Kabid Propam, Ditreskrimsus, dan Ditreskrimum untuk penyelidikan prosedur penangkapan.
“Tim Audit sudah melakukan proses penyidikan, di mana hasilnya sudah sesuai mekanisme atau prosedur. Proses penyidikan yang telah dilakukan penyidik Polres Kotabaru ketika menangani kasus Muhammad Yusuf sudah tepat,” kata Rachmat.
Selain itu, Rachmad menegaskan, penyidik sudah mengantongi rekam medis dan riwayat penyakit Yusuf. Mengutip pengakuan penyidik, Rachmat mengklaim bahwa sebelumnya keluarga Yusuf meminta agar jenazah langsung dikubur setelah proses visum selesai.
Ia juga mengatakan tidak keberatan jika pihak keluarga hendak menggugat kepolisian. “Tapi ketika kasus terus mencuat, Polda Kalsel langsung mengambil sikap untuk melakukan autopsi. Tapi pihak keluarga Muhammad Yusuf meminta tanggal 29 Juni 2018. Silahkan dilakukan gugatan ke polres. Pasti akan kita hadapi hingga di pengadilan.”
Selain itu, Rachmat juga menanggapi pembentukan Tim Pencari Fakta dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Menurutnya, TPF itu mesti mengacu pada peraturan undang-undang yang berlaku.
Tim kuasa hukum almarhum Yusuf, Nawawi SH, sebelumnya mengatakan akan menggugat secara pidana dan perdata Polres Kotabaru dan Kejaksaan Negeri Kotabaru karena ada dugaan kesalahan prosedur ketika menjebloskan M Yusuf ke penjara.
Nawawi juga mengatakan, keluarga Yusuf meminta proses autopsi jenazah untuk mengetahui pemicu kematiannya. Menurut Kapolda Kalsel, Polres Kotabaru sempat menawarkan keluarga untuk mengautopsi jenazah Yusuf pada Kamis (14/6), tapi ditolak karena alasan menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Nawawi akan memasukkan laporan gugatan selepas perayaan lebaran, menyesuaikan hari aktif aparatur sipil negara kembali bekerja. “Kejaksaan tahu bahwa klien kami ada penyakit serius, paru-paru dan asma. Kematian Yusuf kami duga tidak wajar sesuai ciri-ciri yang kami dapat, tapi lebih jelasnya setelah autopsi. Autopsi ini perintah Kapolda langsung. Rencana autopsi 29 Juni, sebenarnya terlalu lama,” ucap Nawawi.
Dugaan sementara berdasarkan hasil visum dokter, M Yusuf tewas akibat serangan jantung mendadak dan meninggal ketika tiba di UGD RSUD Kotabaru sekitar pukul 14.30 WITA.
Diketahui bahwa M Yusuf ditangkap polisi atas laporan PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM) sebuah perusahaan sawit di bawah kendali pengusaha sukses Haji Syamsudin Andi Arsyad alias Haji Isam dengan tuduhan atas dugaan penghasutan, provokasi, dan pencemaran nama baik perusahaan lewat pemberitaan yang dibuat almarhum Muhammad Yusuf sendiri.
Muhammad Yusuf didakwa Pasal 45A UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Adapun ancamanannya pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
“Tersangka melakukan pidana pencemaran nama baik dan ujaran kebencian yang diberitakan melalui koran online (e-paper KemajuanRakyat.co.id),” demikian dikutip dari risalah kejadian perkara.
Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum membacakan tuntutan pidana karena masih proses pemeriksaan saksi-saksi di persidangan. Setelah Yusuf tewas, JPU akan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3). (Red. TIM)