SUAKA-PELAIHARI. Putusan Majelis Hakim yang mengadili perkara tindak pidana pemilu terhadap lima terdakwa yang merupakan para pejabat Pemerintah Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan di Pengadilan Negeri (PN) Pelaihari, Senin (4/6/2018) dengan menjatuhkan pidana masing-masing dua bulan penjara dengan tanpa harus menjalani dan denda Rp 2,5 juta dengan masa percobaan satu tahun, dan apabila di kemudian hari melakukan tindak pidana, maka dihukum satu bulan penjara dinilai oleh Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN) merupakan sebuah putusan yang tidak wajar dan terkesan direkayasa.
“Kan majelis hakim mengatakan, kelima terdakwa tersebut terbukti melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 188 jo Pasal 71 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Masa dijatuhkan pidana namun tidak harus menjalani, ini jelas dong putusan diada-ada saja,” kata Direktur Eksekutif LEKEM KALIMANTAN, Aspihani Ideris kepada wartawan saat diminta konfirmasinya, Senin (4/6/2018).
Menurut aktivis yang gentol melaksanakan aksi demonstrasi ini, putusan majelis hakim tersebut, seakan-akan dan patut diduga sepertinya terpengaruh dengan sesuatu hal. Padahal mereka seharusnya memutuskan berdasarkan alat bukti, hukum, dan keyakinan yang ada, dan jangan sampai terpengaruh pihak lain, “Hakim wajib independen sebagai penegak keadilan. Kan semuanya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak,” ujar Aspihani.
Aspihani berharap hakim jangan sampai memutuskan sebuah perkara terpengaruh oleh tekanan dari berbagai pihak melalui isu, maupun tekanan penguasa yang dapat mempengaruhi jalannya putusan sidang kasus tersebut. “Saya berharap hakim berlaku independen dalam memutuskan perkara. Kami percaya hakim memiliki integritas dan keberanian agar hukum dan pengadilan tetap tegak sehingga jangan sampai tajam kebawah dan tumpul keatas,” ucap Dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini.
Diketahui ke lima terdakwa tersebut yakni Akhmad Mustadi (Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Tanah Laut), HM Gazali (Sekretaris Kecamatan Tambangulang, H Muhamad Gazali yang juga Ketua PPK Tambang Ulang), Muhammad Noor (Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tanah Laut), M Rafiki Effendi (Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Perdagangan Kabupaten Tanah Laut) dan Suharyo (Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Tanah Laut).
Terpantau oleh awak media ini, ada hal tang cukup menarik, sebelumnya, tim JPU Pelaihari yang terdiri dari Ahdya Satlya LB SH, Reza Oktaviani SH dan Pipit Susrian SH menuntut agar majelis hakim PN Pelaihari menjatuhkan hukuman satu bulan penjara dan denda Rp 600 ribu.
Namun ternyata majelis hakim yang diketuai Boedi Haryantho dan dua hakim anggota, Leo Mampe Hasugian dan Andika Bimantoro, justru menambah masa hukuman bagi lima terdakwa menyatakan lima terdakwa ini terbukti melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 188 jo Pasal 71 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana masing-masing dua bulan penjara dengan tanpa harus menjalani dan denda Rp 2,5 juta. Masa percobaan satu tahun, dan apabila di kemudian hari melakukan tindak pidana, maka dihukum satu bulan penjara,” kata Ketua Majelis hakim PN Pelaihari Boedi Haryantho, saat membacakan amar putusannya dalam sidang di Pengadilan Negeri Pelaihari, Senin (4/6/2018)
Menanggapi vonis yang dijatuhkan majelis hakim, kuasa hukum lima terdakwa Badrul Ain Sanusi Al Afif SH.I MH mengatakan menerima putusan hukum. Sedangkan, tim JPU dari Kejari Pelaihari masih pikir-pikir karena diberi tempo tiga hari untuk menerima putusan hakim atau mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banjarmasin. (Wan/Yan)