SUARAKALIMANTAN.COM. Terdakwa Aman Abdurrahman alias Oman menjalani sidang keterangan saksi di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Jum’at (23/2/2018). Terdakwa serangan teror bom Thamrin, Aman Abdurrahman seusainya mengeluarkan secarik kertas dari gamis.
Kertas diserahkan ke pengacara Aman, Asludin Hatjani.
Jaksa Penuntut Umum menuntut agar hakim menjatuhi vonis hukuman mati kepada Aman.
Ketua Majelis Hakim Akhmad Jaini menanyakan kepada Aman mengenai mekanisme pembelaan.
Aman menjawab, pembelaan akan dilakukan oleh dirinya sendiri, dan pengacara Asludin. “Masing-masing,” ujar Aman di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018).
Setelah mendengar tuntutan hakim, Aman yang mengenakan peci abu-abu beserta gamis cokelat muda langsung menghampiri Asludin.
Aman menyerahkan secarik kertas yang diambil dari kantong gamisnya kepada Asludin.
Ditanya seusai persidangan, kata Asludin, kertas itu diminta Aman agar dimasukkan ke pembelaan. “Itu tentang akan beliau ajukan sendiri pembelaan dan pengacara akan mengajukan pembelaan sendiri,” ujar Asludin.
Menurut Asludin, Aman akan membacakan pembelaannya sendiri, “Iya,”Untuk kepentingan pembelaan kami minta seminggu,” sambungnya.
Akhmad Jaini memutus sidang pembelaan akan dilakukan pada Jumat (25/5/2018) pagi. “Kita semua jam 08.30 kita mulai ya. Sidang ditutup,” ucap Akhmad sambil mengetukkan palu tiga kali.
Aman Tersenyum
Saat pembacaan tuntutan, Aman terlihat santai. Ia bahkan sempat tersenyum di pengadilan.
Usai pengadilan, Aman yang mengenakan peci abu-abu dengan gamis cokelat muda langsung digiring belasan polisi bersenjata laras panjang menuju mobil tahanan menuju ke luar PN Jakarta Selatan.
Aman didakwa sebagai sebagai aktor intelektual lima kasus teror, yaitu Bom Gereja Oikumene di Samarinda tahun 2016, Bom Thamrin (2016) dan Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017).
Aman disangkakan melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6, subsider Pasal 15 juncto Pasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Aman juga disangka dengan Pasal 14 juncto Pasal 7 subsider Pasal 15 juncto pasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan ancaman pidana penjara seumur hidup.
Tuntutan Hukuman Mati
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman mati terhadap terdakwa serangan teror bom Thamrin Aman Abdurrahman.
Anggota JPU, Mayasari menyebutkan, Aman dinilai terbukti melanggar sesuai dakwaannya. Ia membacakan beberapa poin yang memberatkan, sehingga Aman dituntut hukuman mati.
Poin-poin memberatkan dibacakan Mayasari di depan hakim. “Terdakwa merupakan residivis dalam kasus terorisme yang membahayakan kehidupan kemanusiaan,” ujarnya di PN Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018).
Poin kedua, Aman dianggap penggagas, pembentuk, dan pendiri Jamaah Ansharut Daulah (JAD), organisasi yang jelas-jelas menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dianggapnya kafir dan harus diperangi.
Ketiga, terdakwa itu penganjur, penggerak kepada pengikutnya untuk melakukan jihad, amaliyah teror, melalui dalil-dalilnya sehingga menimbulkan banyak korban.
Keempat, bebernya, perbuatan terdakwa telah mengakibatkan banyak korban meninggal dan korban luka berat. “Kelima, perbuatan terdakwa telah menghilangkan masa depan seorang anak yang meninggal di tempat kejadian dalam kondisi cukup mengenaskan dengan luka bakar lebih 90 persen serta lima anak mengalami luka berat yang dalam kondisi luka bakar dan sulit dipulihkan kembali seperti semula,” ujarnya.
Sedangkan hal yang meringankan, tambahnya, JPU tidak menemukan adanya hal-hal yang meringankan dalam perbuatan terdakwa. “Terakhir, pemahaman terdakwa tentang syirik demokrasi telah dimuat di internet dalam blog www.millaibrahim wordpress yang ternyata dapat diakses secara bebas sehingga dapat memengaruhi banyak orang,” katanya.
Dalang 5 Kasus Teror
Aman didakwa sebagai sebagai aktor intelektual lima kasus teror, yaitu Bom Gereja Oikumene di Samarinda tahun 2016, Bom Thamrin (2016), dan Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017).
Aman disangkakan melanggar pasal 14 juncto Pasal 6, subsider Pasal 15 juncto Pasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati. (***)