SUAKA-KALSEL. Memasuki awal Puasa bulan Ramadhan 1439 Hijriyah, sidang gugatan Sebuku (Silo) Group terhadap Gubernur Kalsel Sahbirin Noor tetap bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin. Dalam rangka menguji gugatan yang dilakukan oleh PT Sebuku Sejaka Coal, PT Sebuku Batubai Coal, dan PT Sebuku Tanjung Coal atas tiga surat keputusan (SK) gubernur atas pencabutan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP-OP), pihak tergugat Gubernur Kalsel Sahbirin Noor akhirnya mengajukan tiga orang saksi fakta pada siding yang berlangsung Kamis (17/05/2018).
Tiga orang saksi fakta yang dihadirkan oleh tim Kuasa Hukum Gubernur Kalsel Sahbirin Noor tersebut adalah Siswansyah, yang merupakan Staf Ahli Bidang Pemerintahan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, aktivis LSM kontra terhadap pertambangan Muhammad Erfan yang juga merupakan Ketua Panwaslu Kotabaru, serta Hendarto dari Dinas ESDM Propinsi Kalimantan Selatan.
Dalam kesaksian tiga orang saksi dari kubu tergugat ini, memang tidak ada fakta baru yang terungkap di persidangan PTUN Banjarmasin. Semua saksi ini satu kata menolak aktivitas tambang di Pulau Laut Kabupaten Kotabaru. Sebaliknya, tim pengacara Sebuku Group selaku penggugat mencecar berbagai pertanyaan terhadap para saksi ini untuk menggali hal yang baru. Namun ketiga orang saksi yang dihadirkan oleh pihak Gubernur Kalsel tersebut terlihat merasa kebingungan menjawab ceceran pertanyaan dari pihak Kuasa Hukum Penggugat.
“Seharusnya, pencabutan IUP-OP klien kami itu dikuatkan adanya pernyataan dari masyarakat yang menolak tambang itu diperjelas. Itu yang harus digali. Ini mengapa kami keberatan dengan tiga saksi yang diajukan pihak tergugat,” ucap Yusuf Pramono, Kuasa Hukum Sebuku Group.
Pengacara dari kantor hukum Ihza & Ihza Law Firm mengatakan yang perlu digali adalah apakah selama ini Bupati Kotabaru yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan izin pertambangan, kemudian mencabutnya karena ada penolakan dari segelintir masyarakat sebagai dasar pengambilan keputusan. “Ternyata, setelah digali tidak ada izin perusahaan tambang yang dicabut atas dasar penolakan masyarakat. Kami menilai yang mencuat hanya klaim-klaim saja,” kata Yusuf.
Dari itu semua, menurutnya jika alasan penolakan masyarakat dijadikan dasar pencabutan izin, justru akan sangat riskan. Mengapa? Menurut Yusuf, jika sebuah perusahaan tengah menjalankan aktivitas, tiba-tiba ada lawan atau saingan usaha menggerakkan demo kemudian hearing, lalu izin perusahaan dicabut pemerintah daerah. “Ini namanya tidak ada kepastian hukum bagi aktivitas perusahaan untuk berinvestasi,” ucap Yusuf.
Klaim yang disampaikan Yusuf ini langsung dibantah oleh Asisten I Pemerintahan Setdakprov Kalsel Siswansyah. Menurut dia, pencabutan IUP-OP oleh Gubernur Kalsel untuk tiga perusahaan tambang Silo Group itu justru ditopang banyak dasar pertimbangan. “Salah satunya adalah hasil kajian lingkungan yang dilakukan akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dan itu semua termasuk aspirasi masyarakat,” tegas Siswansyah.
Ia menegaskan aspirasi yang disuarakan masyarakat Kotabaru itu murni tanpa ditunggangi kepentingan lain dan kajian dampak lingkungan dari para akademisi. “Jadi, tidak ada tiba-tiba gubernur mencabut izin usaha pertambangan,” ujar Siswansyah.
Menurut dia, langkah-langkah yang diambil Pemprov Kalsel sudah melalui dan sesuai mekanisme yang berlaku, sebelum hasil akhir disampaikan ke Gubernur Sahbirin Noor untuk mengambil keputusan dengan mencabut tiga IUP-OP perusahaan tambang Sebuku Group tersebut, papar Siswansyah. (***)