SUAKA-BUNTOK. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jaraga Sasameh Buntok, Kabupaten Barito Selatan Propinsi Kalimantan Tengah, diduga melakukan pungutan biaya perawatan pasien, melebihi dari ketentuan (mark up), benarkah?
Dugaan pungutan biaya perawatan tersebut, dikeluhkan oleh keluarga pasien berinisial Y, kepada KabarKalteng, Senin (23/4/2018). Dirinya mengaku bingung dengan pungutan biaya perawatan yang dilakukan oleh pihak RSUD Jaraga Sasameh Buntok, yang dinilainya tidak sesuai dengan seharusnya.
Pasalnya, istri Y diketahui yang mengalami keguguran itu, masuk dan dirawat di RSUD Jaraga Sasameh, pada hari Selasa (17/4/2018) dan dinyatakan boleh keluar oleh Dokter yang menanganinya pada Rabu (18/4/2018). Namun di dalam kwitansi pembayaran, pasien dikenakan biaya dengan kuantitas hari inap dan pelayanan perawatan selama empat hari.
“Saya bingung mas, istri saya kan masuk Selasa pagi, sekitar pukul 10.00 dan keluar pada hari Rabu pagi sekitar pukul 10.00, tapi dikenakan biaya chas empat hari,” keluh Y, sembari menunjukkan bukti-bukti kwitansi dan surat masuk serta keluar RSUD Jaraga Sasameh kepada awak media.
Akibat dari adanya biaya yang dikenakan dihitung empat hari tersebut, Y harus membayar sejumlah Rp1.783.000,- kepada pihak RSUD, atau lebih besar kurang lebih Rp.400 ribu, dibanding nota pembayaran yang dikeluarkan oleh pihak ruangan Meranti, yakni sebesar kurang lebih Rp.1.300.000,-.
Dan karena hal tersebut, akhirnya Y yang diketahui merupakan salah satu warga Desa Penda Asem, Kecamatan Dusun Selatan, Barsel, mau tidak mau menggadaikan sepeda motor satu-satunya miliknya, untuk menambah kekurangan pembayaran dimaksud.
Meskipun terpaksa, diakui oleh Y, ia harus menggadaikan sepeda motor satu-satunya yang selalu digunakannya untuk mencari nafkah tersebut, dikarenakan isterinya sempat ditahan oleh pihak RSUD Jaraga Sasameh, agar tidak boleh pulang hingga pembayaran lunas dilakukan.
“Dari hari Rabu (18/4/2018), isteri saya sudah tidak diperbolehkan tinggal di dalam ruangan dan tidak diberi perawatan ataupun pelayanan makanan, namun juga dijaga ketat agar tidak meninggalkan areal RSUD, isteri saya sampai nangis-nangis mas. Mau tidak mau, Kamis (19/4/2018), saya harus menggadaikan sepeda motor saya, untuk menebus isteri saya, agar bisa cepat pulang dan istirahat di rumah,” cerita Y dengan raut wajah kesalnya terlihat.
Sebelumnya, Y juga sempat menceritakan, perihal dirinya sempat hendak bersitegang dengan pihak RSUD. Sebabnya adalah, awal dirinya membawa isterinya yang kala itu dirujuk dari Puskesmas Desa Kalahien, Kecamatan Dusun Selatan, Barsel, mengalami pendarahan karena keguguran.
Menurut Y, ketika sekitar pukul 9.00 Selasa pagi (17/4/2018), ketika dirujuk dari Poli RSUD menuju ruang perawatan inap, dirinya dimintai oleh pihak RSUD kartu BPJS untuk jaminan, namun karena ia tidak memiliki BPJS maka Y pun diminta menyerahkan Fotocopy KTP dan KK, untuk dimasukkan kedalam program BPJS Klas III yang ditanggung program jaminan kesehatan gratis melalui APBD Barsel tahun anggaran 2018, yang nilainya mencapai Rp22 miliar lebih.
Namun ternyata, ia pun ditolak oleh pihak BPJS, sebab menurut pihak BPJS keluarga Y sudah terdaftar di BPJS Mandiri, sejak tahun 2016 lalu dan karena belum pernah dilakukan pembayaran untuk pengaktifannya, makanya data keluarga Y masih tersimpan dalam daftar anggota BPJS dan tidak bisa dimasuki oleh program lainnya, hingga yang bersangkutan mampu melunasi pembayaran guna mengaktifkan kepesertaan mereka.
Meskipun sebenarnya Y sudah mengakui, bahwa dirinya tidak pernah merasa mendaftarkan diri sebegai peserta BPJS Kesahatan secara mandiri, namun dengan adanya masalah tersebutlah, akhirnya Y dimasukkan kedalam pasien umum dan harus membayar biaya perawatan.
“Saya sebenarnya seandainya dari awal mereka (pihak RSUD) memberitahu bahwa saya masuk pasien umum, saya tidak akan mau dirawat di RS, karena saat itu saya benar-benar sedang tidak punya uang sepeserpun!” tutur Y kepada wartawan.
Saat dikonfirmasi wartawan, Senin pagi (23/4/2018), selesai melaksanakan apel pagi di halaman RSUD, Direktur RSUD Jaraga Sasameh, dr Leonardus P Lubis SPoG menepis semua tudingan Y.
Menurut dokter muda yang akrab disapa Leo tersebut, perihal adanya dugaan pembayaran keluarga pasien Y, yang dianggap melebihi biaya yang seharusnya, itu dikatankannya sudah sesuai dengan seharusnya, karena sistem sejak Direktur RSUD pendahulunya, memang mengatur seperti itu.
“Enggak ada itu pungutan biayanya yang ditambah, sudah saya cek sesuai kok dengan seharusnya, itukan memang sistemnya begitu, kita masukkan datanya print ya sudah begitu dari dulu-dulu, semenjak sebelum saya. Makanya kedepannya saya akan lihat dan perbaiki lagi sistem tersebut,” jelasnya.
Dilanjutkan oleh Leo, perihal tidak ditanggungnya pasien yang merupakan istri Y tersebut, oleh pihak BPJS, bukan merupakan kesalahan RS. “Urusan BPJS janganlah RSUD yang disalahkan, BPJS kan punya aturan sendiri,” tukasnya.
Ketika ditanya kebenaran mengenai adanya dugaan “penyanderaan” terhadap pasien, yang merupakan isteri Y tersebut, ditentang keras oleh Leo, menurut dia, hal tersebut tidak mungkin terjadi. “Tidak mungkinlah itu penyanderaan pasien dilakukan oleh pihak RS, saya tahu betul tidak ada itu!” tegasnya.
Ketika ditanya berapa biaya inap 1 x 24 jam di ruangan Meranti, yang merupakan ruang pelayanan kelas III di RSUD Jaraga Sasameh, Leo menegaskan bahwa biaya inap di ruangan dimaksud cukup murah, yakni Rp30.000 per 1 x 24 jam. “Untuk Meranti, kalau tidak salah biaya inapnya Rp30.000 per hari,” kata Leo seraya menutup pembicaraannya.
Sumber : Kabar Kalteng