Foto: Murid-murid dan guru TK PAUD Nurul Aini Jakarta Timur
DUNIA anak merupakan masa yang menyenangkan. Apalagi, jika mereka bisa berbaur dengan teman yang sebayanya.
Di Kampung Jembatan, Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur berdiri sebuah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Sekolah ini memang belum lama berdiri. Namun, prestasi anak muridnya dibilang gemilang. Tak kalah dengan Taman Kanak-kanak (TK) maupun PAUD yang ada disekitarnya yang telah lama berdiri.
Hari ini tepat tanggal 21 April 2018, PAUD yang berada dipinggir jalan itu turut merayakan Hari Kartini yang diperingati dalam setiap tahunnya oleh bangsa Indonesia.
Murid perempuan maupun laki-laki tampak mengenakan pakaian adat daerah masing-masing. Ada yang memakai kebaya, baju adat Minang, baju adat Bali, baju adat Papua dan sebagaianya.
Anggun terlihat raut muka murid wanita. Pun, demikian tampak gagah, bagi murid laki-laki dengan balutan pakain adat.
Pagi ini, puluhan murid PAUD Nurul Aini yang duduk berjajar rapi sambil mendengarkan suara gurunya yang kerap disapa Bu Mus, Bu Neneng dan Bu Asnuri.
Sesekali guru-guru itu terlihat menyeka keringat lantaran tidak ada Air Conditioner (AC) didalamnya. Karena, hanya ada kipas angin yang menempel didinding.
Tak selang lama, anak muridpun diajak berjalan berkeliling kampung dengan jarak tempuh sekitar 1 kilometer. Anak-anak tak terlihat kecapekan karena bisa bercanda dengan teman-temanya.
Tak ada satu jam mereka berjalan. Acara dilanjutkan dengan pembagian tropi kepada murid PAUD itu. Anak-anak pun terlihat gembira karena menerima sesuatu yang tidak pernah mereka dapatkan setiap hari.
Raden Adjeng (RA) Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879. Ia meninggal di Rembang, 17 September 1904 saat dirinya bermur 25 tahun. RA Kartini merupakan seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia.
RA Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. RA Kartini merupakan anak dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Bupati Jepara. Sedangkan, ibunya bernama M.A. Ngasirah.
RA Kartini tidak suka dipanggil Raden Ayu, dia lebih suka dipanggil “Katini” saja. Hal ini diketahui saat ayahnya pertama kali memberinya gelar Raden Ayu sesaat setelah dia pulang sekolah.
Setelah pemberian gelar itu dia terus memikirkan dua kata itu, dia pandang lingkungannya, dan terantuklah mata batinnya pada kenyataan, betapa banyak Raden Ayu di sekelilingnya. Dan diam-diam, Kartini mempelajari, apa Raden Ayu itu sesungguhnya. Dan akhirnya dia tahu, Raden Ayu adalah status yang tak layak dibanggakan, sehingga dia pun tak mau memakai gelar itu.
Makam RA Kartini kini terletak di Desa Bulu, 17 km dari kota Rembang, berbentuk pesanggrahan dengan cungkup atap berbentuk joglo, di sanalah RA Kartini bersama suaminya Bupati Djojo Adiningrat serta putranya disemayamkan.