Foto salah satu terduga pelaku Brigadir Rusman
SUAKA – BANJARMASIN, Lagi-lagi ulah oknum anggota POLRI asal pukul terhadap seseorang. Dan kini korbannya adalah seorang jurnalis dari Radar Bhayangakara Indonesia bernama Hizzas Yamani HZ Bin H Zulkifli Misba dengan perkara kejadian penganiayaan tersebut pada Sabtu, 09 Desember 2017 sekitar pukul 01:Wita.
Lelaki kelahiran Banjarmasin, 13 Oktober 1988 ini mengaku dirinya dianiaya oleh 4 (empat) orang anggota Polri di sebuah Tempat Hiburan Malam di Grand Mitra Plaza Jalan Antasari, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, “sebagai seorang warrawan kehadiranku di THM ini investigasi mas, wajarkan saya investigasi kesana dan saya ada surat tugas kok untuk meliput kemana saja, namun oknum anggota POLRI itu ngapain datang ke THM, apakah melaksanakan tugas negara atau pribadi?,” papar Hizzas Yamani balik bertanya kepada wartawan suarakalimantan.com, Minggu 24 Desember 2017.
Karena tidak terima dirinya di aniaya, Hizzas Yamani akhirnya melaporkan perkara pemukulan terhadap dirinya ke Polisi Sebagaimana bukti laporkan ke SPKT Polresta Banjarmasin, dengan Laporan Polisi Nomor : LP/778/XII/2017/. “Perkara ini sudah saya laporkan dan sementara penyidik memasang Pasal 170 KUHP,” ujar warga Jalan Sutoyo S Komplek Wildan Sari 7 Kelurahan Teluk Dalam ini kepada wartawan menjelaskan kepada wartawan suarakalimantan.com, Minggu 24 Desember 2017 saat dijumpai dirumah tempat tinggalnya.
Menurut Yamani, sebelum kejadian perkara pengeroyokan terhadap diri tersebut, pada Jum’at 08 Desember 2017, Sekitar pukul 23.10 wita, dia bersama temannya Syam’ani dan Deny yang merupakan warga Desa Semangat Bakti, Handil Bakti Barito Kuala investigasi mendatangi THM Grand Mitra Plaza Banjarmasin. “Tiba-tiba ada 4 orang duduk berdampingan dengan teman-teman saya tepatnya di area depan bartender, jujur satupun diantara mereka tidak ada yang saya kenal, namun dari perkataan mereka bahwa mereka itu adalah anggota Polri dari Kesatuan Narkoba Polda Kalsel, dan jika tidak salah diantara mereka itu salah satunya bernama Brigadir Rusman,” kata Hizas.
Selanjutnya, jelas Hizas, setelah ia merapat ke kursi teman-temannya yang berada tepat di area depan bartender, dan berusaha berkata kepada salah satu dari 4 tamu yang diduga anggota Polri tersebut. “Entah kenapa dan pengaruh apa dengan alasan yang tidak jelas tiba-tiba saya di dorong oleh salah satu orang tersebut, dia berteriak kamu anggota ya, dan saya berusaha diam, dan orang tersebut langsung memukul di bagian muka sebelah kiri saya,” katanya.
Kemudian secara kasar mereka menyeret saya di baju, sehingga mengakibatkan luka akibat goresan kalung emas putih berbuah berbentuk jangkar di dada. Selain itupula baju saya robek bagian luar maupun baju dalam saya. Kemudian 3 orang diantara 4 orang tersebut menyeret saya ke luar THM secara kasar sambil menghajar saya dengan tendangan pukulan secara terus menerus sampai di parkiran mobil, tepatnya di samping pos penjagaan scurity, kata Hizzas Yamani HZ Bin H Zulkifli Misba menjelaskan.
Dari itupula oknum anggota POLRI tersebut terus menerus menendang dan memukul saya dan akhirnya mereka mempertanyakan tentang legalitas diri saya. Sementara saya minta ijin untuk menjelaskan dan melihatkan legalitas diri saya. Mereka terus memukul dan berkata “ijin, ijin apa. Apa ijin segala” dengan suara sangat kasarnya kepada diri saya.
Saya langsung perlihatkan legalitas saya sebagai Wartawan Radar Bhayangkara Indonesia dan akhirnya merekapun mengaku sebagai seorang Anggota Polisi. Dari itupula mereka langsung menggeledah tas dan kantong celana kain saya, tanpa surat sehelai surat tugaspun, mereka juga menyita handphone pribadi saya hingga mengambil kunci sepeda motor saya.
Mereka mempertanyakan keberadaan sepada motor saya “mana sepeda motor kamu” kata mereka dengan kasarnya sambil menendang dan memukul saya, papar Hizas sambil menirukan ucapan pelaku. Daripula saya tetap tidak berani menunjukkannya kepada mereka tentang keberadaan motor tersebut. Sebab saya belum tau pasti legalitas diri mereka. Karena hanya pengakuan mereka saja bahwa mereka itu anggita POLRI dan tidak menunjukan identitasnya.
Setelah saya tunjukan legalitas diri saya, malah mereka mengganggap semua legalitas yang saya punya dari Radar Bhayangkara Indonesia itu ditudingnya ‘PALSU’ dan dikatakan mereka saya telah memalsukan identitas tersebut. Serta semua dokumentasi hasil kunjungan yang pernah saya laksanakan dianggap oleh meraka palsu semua, dan mereka terus memukul dan menendang saya secara bergantian.
Untuk membuktikan kebenaran senua data yang saya miliki, pada saat itu juga saya berucap kepada mereka untuk bersama-sama pergi ke Polda Kalsel guna memastikan kebenaran legalitas diri saya maupun legalitas mereka, dan mereka pun menolaknya sehibgga akhirnya mereka langsung pergi meninggalkan saya begitu saja.
Bukti-bukti tentang kronologis atas penganiayaan terhadap diri saya sudah saya miliki semua, selain teman-teman saya, salah satu scurity Mitra Plaza pun siap menjadi saksinya, bahkan hasil rekaman CCTV sudah saya miliki, “Semua alat bukti sudah saya miliki dan visum pun sudah dilaksanakan, tidak ada alasan bagi penyidik untuk tidak menahan mereka. Karena ini kriminal murni,” tegas Hizas mengatakan kepada wartawan suarakalimantan.com.
Ketua Advokasi hukum Ikatan Wartawan Online Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan, Aspihani Ideris memaparkan, kejadian pengeroyokan oleh oknum anggota POLRI terhadap seorang jurnalis ini jelas tidak dibenarkan secara hukum. “Seorang jurnalis itu dilindungi oleh UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan UU Keterbukaan Informasi Publik No. 14 Tahun 2008 serta patut dikenakan pelanggaran terhadap Pasal 401 dan 170 ayat 1 (satu) KUHP, yakni, barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan,” ujar Aspihani saat di hubungi wartawan suarakalimantan.com, Minggu 24 Desember 2017.
Aktifis LSM LEKEM KALIMANTAN inipun menjelaskan, menurutnya di dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang terdapat pada Pasal 19 menjelaskan, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. “Semua pelaku dan siapun dia, tidak terkecuali Polisi sendiri, yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat, itu jelas pidana murni. Apalagi ini delik aduan, dan korbannya sudah melakukan pengaduan dari orang yang menjadi korban tindak pidana tersebut,” tegas Aspihani.
Disisi lainpun dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini memaparkan, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2009 tentang Penerapan Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 10 juga menegaskan, bagi Polisi dalam melaksanakan tugas wajib menghormati dan melindungi martabat manusia serta tidak boleh menghasut, mentolerir tindakan penyiksaan. Tegasnya menurut Aspihani Polisi dalam melaksanakan tugasnya harus menjalankan yang diamanatkan oleh undang-undang kepada mereka, bebernya.
Selain itupula, menurut Aspihani, sebagaimana terdapat pada Pasal 11 Perkapolri No. 8 Th. 2009 tersebut polisi dilarang melakukan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum. Apalagi dengan kekerasan sampai menghukuman dengan perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia itu sendiri, “para oknum itu langsung tangkap saja, apalagi perbuatan mereka itu diserta dengan melakukan penyiksaan terhadap korban, jika Propam Polda Kalsel tidak melakukan tindakan tegas terhadap pelaku, bisa dipastikan ini merupakan preseden buruk bagi institusi POLRI,” tegasnya memaparkan kepada wartawan.
Jurnalis : Gazali Rahman
Redaktur : Kastalani
Editorial : Suhaimi
Saya selaku wakil ketua DPD PWRI prov Jambi mengecam tindakan polisi yg telah melakukan pemukulan terhadap jurnalis di kalimatan dan meminta pihak propam polda setempat untuk menindak lanjuti laporan dari rekan wartawan kita…