SUAKA – BANJARMASIN. Sebelumnya Ernawati SH MH atas nama Kuasa Hukum Supian Sauri melaporkan Asharuddin dan Syaifullah ke Direktorat Kriminal Khusus (Krimsus) Polda Kalsel, kini dalam beberapa hari kedepan ini, dia mengaku akan melaporkan kembali Bupati dan Wakil Bupati Balangan atas nama Kuasa Hukumnya Marhat atas tuduhan dugaan penipuan. Hal ini di ungkapnya se usai menghadiri persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, jalan Pramuka Banjarmasin, Selasa, (5/12).
Menurut Ernawati SH MH yang mengaku mendapatkan Surat Kuasa Khusus dari dua orang yang berbeda, yakni H Supian Sauri dan Marhat. Dijelaskannya kasus yang terkait laporan atas nama Kuasa Supian Sauri di polisi itu, kliennya meminjamkan dana sebesar Rp 7,5 miliar ke pak Asharuddin dan Syaifullah. Namun sampai saat ini uang kliennya tersebut tidak dikembalikan, akunya kepada wartawan.
Dan yang kedua, Ernawati mengatakan akan melaporkan kembali Asharuddin dan Syaifullah, atas nama klien nya Marhat. “Maunya uang pak Supian Sauri kembali, begitu juga sertipikat pak Marhat kembali juga, itu aja maunya,” tukasnya kepada wartawan suarakalimantan.com, Selasa (5/12) di Banjarmasin.
“Pak Marhat juga klien aku dan beberapa hari ini kami akan melaporkan mereka ke Polda Kalsel. Dua kepentingan yang saya bawa, pak Supian Sauri pengen uangnya kembali dan pak Marhat pengen Sertipikat nya kembali.” Tukas Ernawati kepada beberapa wartawan suarakalimantan.com saat itu.
Selanjutnya, Ernawati menjelaskan, dalam pinjaman dana dari kliennya sebesar Rp 7,5 Milyard tersebut dilampirkan dengan jaminannya berupa 28 buah sertipikat, namun diketahui, ujar Erna, sertipikat itu punya orang lain, yaitu punya pak Marhat sejumlah 25 buah dan hanya 2 buah miliknya pak Ansharuddin serta 1 buah sertipikat milik pak Syaifullah.
Diketika ditanya oleh awak media suarakalimantan.com permasalahan proses pinjaman uang milyaran rupiah tersebut, Ernawati menjawab, disaat itu perjanjiannya di notaris, namun mereka tidak pernah ketemu antara H Supian Sauri dengan pak Ansharuddin, “Di notaris ada yang membawa suratnya ke pak Anshar untuk ditandatangani perjanjian pinjam meminjam itu,” ujar Erna.
Pada awalnya pinjaman tersebut, kliennya mau meminjamkan dananya ke pak Syaifullah via transfer di karenakan urusan pekerjaan, “perjanjiannya itu untuk modal kerja, namun aku tidak tau apa jenis pekerjaannya. Seharusnya ini sudah termin kedua pembayaran, dan harus sudah dibayar Rp 5 milyar, namun sepeser pun tidak ada pembayaran sama sekali dari pihak mereka sampai saat ini,” tegas Erna.
Issunya ada dech mau membayar, kata Ernawati, namun sama sekali tidak ada upaya pembayaran itu. Malah telpon kliennya malah di blokir. Sedangkan upaya persuasif, upaya di damaikan sudah kami laksanakan namun tidak ada tanggapan dari pihak terlapor dan sebentar lagi akan ada pemanggilan para saksi terkait laporan yang saya buat kemaren terhadap mereka.
Ansharuddin diketika di komfirmasi mengatakan, persoalan utang piutang antara dirinya dengan pihak lain itu adalah masalah pribadi, sehingga tidak ada kaitannya dengan masalah status dan jabatannya saat ini,” ini masalah pribadi, seharusnya tidak perlu terlalu dipublikasikan di beberapa media,” ujar Bupati Balangan ini memaparkan.
Selain itu, Bupati Balangan ini mengatakan, karena utang piutang ini masalah pribadi, seharusnya diselesaikan secara pribadi tidak perlu dikaitkan dengan instansi, jabatan maupun unsur tokoh agama, “Tidak ada niat saya untuk tidak membayar utang tersebut, kalau memang utang ya wajib lah dibayar, walau itu di transperkan ke rekening nya pak Syaifullah, dan itu merupakan utang bersama,” tukas orang nomor 1 di Balangan ini.
Dijelaskan dalam hukum agama Islam, kita wajib menagih piutang dan juga diwajibkan membayar utang kepada orang lain, dan setiap individu juga berhak memiliki utang maupun piutang kepada siapun, dan tidak ada sedikitpun pihak kami untuk tidak membayarnya. Dan dulu pernah kami mau membayarnya namun di tolak mereka, lagian jedda waktu masa pembayaran masih setahun lagi, ucap Ansharuddin.
Memang sipeminjam tersebut, menurut dia, memiliki tanggungjawab dan hak dalam penggunaannya, apalagi dengan jaminan, sedangkan pemberi pinjaman berhak menagih pinjaman tersebut sebagaimana kesepakatan yang telah ditetapkan dan disetujui bersama, “Ini etika dalam bermasyakat, seharusnya pemberi pinjaman tak perlu berupaya mempermalukan peminjam, baik dengan berstatement mengenai penggunaan dana yang dikaitkan dengan jabatan dan nama daerah, dan lainnya kepada publik,” katanya.
Menurut Anshar, masyarakat saat ini sudah lebih pintar dan bijak memilih dan meneliti serta berkomentar terkait informasi maupun pemberitaan. Sehingga mereka sudah bisa menelaah mana yang benar, bahkan kejanggalan yang ada dalam sebuah informasi maupun pemberitaan dengan selalu mengutamakan asas praduga tak bersalah terlebih dahulu, katanya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Aspihani Ideris mengatakan, langkah hukum yang dilakukan oleh Ernawati melaporkan Ansharuddin dan Syaifullah ke Polisi itu merupakan hal yang keliru. Walaupun pada dasarnya tidak ada ketentuan yang melarang hal tersebut. Karena untuk membuat laporan atau pengaduan ke polisi itu merupakan hak semua orang.
Ketua Advokasi dan Hukum Ikatan Wartawan Online (IWO) Kalimantan Selatan ini mengingatkan, bahwa didalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutangnya, “Walaupun ada laporan tersebut, pengadilan tidak boleh mempidakan, hanya karena ketidakmampuannya membayar utang tersebut,” jelas Aspihani.
Menurut Dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini memaparkan, pidana itu bisa muncul, apabila didalam hutang piutang tersebut seseorang yang berhutang dengan menjaminkan sebuah jaminan yang tidak benar. Misalnya seperti jaminan yang dijaminkan kepada Supian Sauri oleh Bupati dan Wakil Bupati Balangan tersebut seandainya ternyata sertipikat palsu, maka dari itu, barulah muncul ranah pidananya,” Selama jaminan itu disepakati bersama dan berupa surat menyurat yang tidak diragukan keasliannya, maka pidana bukan ranahnya, melainkan itu hanya ranah perdata,” ujar.
Selanjutnya Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN) ini menjelaskan, pada dasarnya, beropini atau berpendapat merupakan hak asasi manusia sebagaimana dan ini di autur pada Pasal 28E ayat (2) dan (3) UUD 1945. Namun kebebasan berpendapat ini juga harus memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara sebagaimana tertuang dalam Pasal 23 ayat (2) UU HAM, ujarnya.
Karena menurut Aspihani, jika beropini atau berpendapat itu diluar batas kewajaran, maka hal itu tidak menutup kemungkinan dapat menjerat si nara sumber keranah pidana. Walaupun di dalam UU ITE tidak terdapat pengertian tentang pencemaran nama baik. Namun itu semua bisa saja diarahkan ke Pasal 310 ayat (1) KUHP. Karena disana dijelaskan, pencemaran nama baik tersebut bisa saja diartikan sebagai perbuatan menyerang kehormatan dan atau menyerang nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya supaya hal itu diketahui oleh publik.
Wartawan : Anang Tony
Editorial : Nurul Hidayat
Redaktur: Kastalani Ideris