SUAKA- MARTAPURA. Terindikasi akibat aktivitas pertambangan bawah tanah perusahaan asal Tiongkok PT Merge Mining Industry (MMI) membuat sebuah persoalan retaknya lahan persawahan milik warga Desa Rantau Bakula, Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan yang terjadi pada awal tahun lalu tak terdengar lagi perkembangannya, membuat aktivis lingkungan hidup Kalimantan Selatan angkat bicara.
Salah satu Direktur Pemerhati Lingkungan Hidup (PELIH) Kalimantan Selatan, Andi Nurdin SH ketika dikonfirmasi sangat menyayangkan atas sikap Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang tak cermat mengawal kasus persawahan yang retak ini.”kan kasus ini sudah ditangani oleh pemerintah pusat, dan seharusnya juga pemerintah daerah mengetahui bagaimana perkembangannya. Jangan hanya menunggu hasil dari pihak pusat,” ujar advokat Kalsel ini memaparkan kepada wartawan, Kamis (23/11).
Andi Nurdin berkata, jika retaknya sawah tersebut akibat dari aktivitas pertambangan PT Merge Mining Industry (MMI), maka itu semua menjadikan kekhawatiran keretakannya dapat menyebar menuju pemukiman warga di desa. “Untung saja retaknya hanya di sawah. Coba saja kalau masuk kepemukiman warga, nah ini yang menjadi kekhawatiran dan seharusnya ESDM Kalsel juga mengetahui perkembangan ini secara detail,” tandas Wakil Sekretaris Jenderal Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN) ini memaparkan.
Ketika di konfirmasi, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalsel, melalui Kabid Minerba, Kelik Isharwanto malahan berdalih, persoalan sawah retak yang terjadi di Desa Rantau Bakula, Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Banjar sepenuhnya urusan pusat. “Karena PT MMI memegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), dan kasus ini dikaji oleh Kementerian ESDM RI melalui Direktorat Jendral Mineral dan Batubara,” katanya kepada wartawan suarakalimantan.com saat dikonfirmasi Kamis, (23/11).
Selanjutnya ia menjelaskan,sebelumnya pihak PT. MMI memang sudah diminta untuk melakukan kajian teknis terkait kejadian sawah retak tersebut. Danpula, kajian ini diperlukan untuk membuktikan apakah memang betul retaknya sawah tersebut terjadi dikarenakan aktivitas pertambangan, atau hanya sekadar peristiwa alam belaka. “Selain kajian dari pihak perusahaan, Ditjen Minerba juga sudah menggandeng Insititut Teknologi Bandung (ITB) untuk melakukan kajian secara independen,” tuturnya kepada segenap wartawan saat itu.
Menurut Kabid Minerba, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalsel ini menegaskan, kajian independen ini punya tujuan untuk membuktikan kepada publik bahwa pemerintah tak punya kepentingan apa-apa terhadap pelaku pertambangan yang ada.
Namun, sayangnya, Dinas ESDM Kalsel hingga sekarang juga belum memperbaharui kasus retaknya sawah di desa tersebut. “Lantaran ditangani oleh pusat, kami belum mengetahui secara persisnya seperti apa perkembangan kasus tersebut. Dan kami akan sampaikan hasil kajian tersebut secepatnya,” janji Kelik dalam penegasannya.
Di Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan ini, selain PT. MMI, kawasan pertambangan Perusahaan Daerah (PD) Baramarta juga berdiri. Diwartakan sebelumnya oleh, perusahaan pelat merah dari Kabupaten Banjar tersebut juga diminta untuk melaporkan kajian teknis. Namun, penyerahan laporan tersebut dari PD Baramarta tak kunjung berlanjut. “Soalnya yang diduga kuat hanya PT Merge Mining Industry (MMI) ini,” ujar Kelik Isharwanto kepada wartawan.
Guna pelengkap informasi dalam pemberitaan suarakalimantan.com, awak media ini beberapa kali mengonfirmasi perkembangannya kasus sawah retak ini kepada pihak PT Merge Mining Industry (MMI) dengan cara mendatangi Kepala Teknik Pertambangan (KTT) PT. MMI, Winarto. Namun sangat disayangkan, yang bersangkutan sangat sulit untuk didatangi dan dihubungi serta terkesan sengaja menghindar dari pemberitaan.
Jurnalistik : Syamsir
Editorial : Mahyuni
Redaktur : Kastalani