SUARA KALIMANTAN, MARTAPURA. Diketahui dalam dua minggu berjalan ini, danya dua orang masyarakat mengaku sebagai petugas berbekal surat kuasa dari Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor (Paman Birin) meng obok-obok para Kepala Desa di Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan.
Menurut salah satu Kepala Desa (Pambakal) di Kecamatan Sungai Tabuk (tidak mau disebutkan namanya), bahwa kedua orang berlagak KPK itu, salah satunya bernama H Sugianor, pernah mendatangi ke desa-desa di wilayah Kecamatan Sungai Tabuk ini menayakan data-data proyek, “dia datang dan meminta data-data pembangunan di desa kami. Namun kami enggan memberikannya dan dia malahan mengancam akan melaporkan kami, karena dianggapnya proyek di desa kami bermasalah,” tuduhnya, tukas Pambakal di salah satu desa di Sungai Tabuk mengatakan kepada kepada Wartawan, Selasa (17/10).
Senada juga, Pambakal Desa Lok Buntar, Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar, Khusairi, juga angkat bicara, menurut dia kedua oknum tersebut mengaku utusan Gubernur Kalsel dan bertindak dengan mempertentangkan Surat Perintah dari Gubernur Kalsel H Sabirin Noor, “dia itu berlagak aparat hukum, dan kamipun menduga itu hanya rekayasa,” ujar Khusairi kepada Wartawan, Selasa (17/10).
Menurut Khusairi, oknum mengaku utusan Gubernur Kalsel itu mengaku bernama H Sugianor A Fajar yang tinggal di komplek Persada Raya I Jalur 2 No. 4 RT 021 RW 002 Desa Handil Bakti Kecamatan Alalak Kabupaten Barito Kuala Kalsel dan Darmansyah warga Gang Pelita RT 001 RW 001 Desa Tatah Alayung Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan.
Pambakal Desa Lok Buntar ini membeberkan kepada wartawan Suara Kalimantan, kedua oknum tersebut mengaku ditugaskan Gubernur Kalsel untuk mengawal Dana Desa (DD) dengan cara memberikan nasehat kepada semua Aparat Desa, para Pambakal, para Camat dan para Bupati. Ironisnya, bukan nasehat yang disampaikan, melainkan oknum tersebut diduga malah menyusupkan adu domba masyarakat dengan aparat desa kami, papar Khusaini menjelaskan.
Selanjutnya Khusairi menilai, kedua oknum yang mengaku mendapatkan tugas dari Gubernur Kalsel itu bertugas, tanpa dasar yang jelas, apalagi yang bersangkutan terlalu berani mengumpulkan sebagian kecil warga desa kami tanpa permisi dengan aparat desa setempat, “ini jelas tanpa etika sama sekali, nyelunung bertindak tanpa permisi sama sekali dengan aparat desa,” ujar Khusairi mengatakan kepada wartawan.
Bahkan menurut Khusairi, oknum tersebut sangat disayangkan dalam mengumpulkan masyarakat desa Lok Buntar, sudah berani menuduh Pambakal beserta aparat desa sudah melakukan korupsi Dana Desa, “bukti rekaman atas tuduhan oknum petugas itu ada kami simpan,” katanya seraya membukakan rekaman tersebut didepan awak media suarakalimantan.com.
Dampak di masyarakat kata Pambakal Lok Buntar ini, terjadi gejolak di lingkungan masyarakat desa Lok Buntar itu sendiri. Mereka itu sudah keterlaluan, masyarakat kami di provokasi mereka, emangnya mau mereka itu apa sih. Kami sebagai aparat di desa ini sangat dirugikan akibat kedatangan oknum yang mengaku mendapatkan tugas dari Gubenur Kalsel,” ucapnya dengan nada meninggi membuktikan kekesalannya terhadap kedua oknim tersebut.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Selatan, Drs H Gusti Syahyar, diketika di konfirmasi via HP 0813113…… membenarkan, kedua oknum tersebut di tunjuk dan ditugaskan oleh Gubernur Kalsel untuk mengawal Dana Desa. Namun menurut dia, mereka itu hanya di izinkan untuk melakukan pengawalan Dana Desa tersebut hanya di wilayah desanya sendiri yaitu Desa Handil Bakti Kecamatan Alalak dan Desa Tatah Alayung Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan saja.
“Kalau mereka itu sudah sampai melebar ke wilayah Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar, berarti kedua oknum itu sudah melampaui batas dalam kewenangannya dan patut di pertanyakan,” tegasnya kepada wartawan.
Pantauan awak media ini, para Kepala Desa (Pambakal) se Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Propinsi Kalimantan Selatan, langsung mengadakan Rapat Koordinasi para Kepala Desa beserta Muspika Kecamatan Sungai Tabuk membahas adanya dua orang masyarakat mengaku sebagai petugas yang berbekal surat kuasa dari Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor (Paman Birin) meng obok-obok para Kepala Desa di Kecamatan Sungai Tabuk.
Dalam rapat koordinasi Itu, pantauan media ini, mereka membicarakan kesepakatan sikap dalam menghadapi oknum yang mengaku utusan Gubernur Kalsel tersebut. Apakah nantinya mau di bawa ke ranah hukum atau bagaimana mengatasi permasalahan tersebut agar oknum tersebut jangan sampai meng obok-obok para Kepala Desa (Pambakal) se Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan.
Aspihani Ideris, salah satu TIM Kuasa Hukum Pambakal Desa Lok Buntar, ketika dihubungi awak media ini via telpon 08122116… membenarkan kliennya telah di obok-obok oleh orang yang mengaku mendapatkan tugas dari Paman Birin (sebutan akrabnya buat panggilan Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor). Diketika dikonfirmasi, Aspihani saat ini masih berada di Balikpapan, dan sepulangnya nanti dia akan menemui klien nya tersebut guna membahas upaya langkah hukum yang akan dilakukan. Karena menurut Aspihani, jika pihaknya diam, maka dikemudian hari akan ada lagi datang orang yang akan meng obok-obok kliennya tersebut, tanpa alasan yang jelas, tegasnya berujar kepada wartawan.
Aspihani memaparkan, dia merasa sangat aneh dan ada yang janggal atas surat yang ditandatangani Gubernur Kalsel ini, karena ujar Aspihani, jika mengacu aturan hukum, gubernur itu hanya bisa mengangkat atau memberikan tugas kepada ASN nya, bukan kepada pihak swasta sebagau mana di atur dalam PP No. 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural, “Kop Suratnya aja juga janggal, bertuliskan ‘PEMERINTAH KOTA BANJARMASIN, KALIMANTAN SELATAN, KANTOR GUBERNUR TRIKORA BANJARBARU’ dan juga yang menugaskan H. Sahbirinoor dengan jabatan Gubernur Banjarmasin, Kalimantan Selatan,” kata Aspihani kepada wartawan.
Kita menyangkan Gubernur berkenan menandatangani surat tersebut tanpa memahami maksud dari tugas yang diberikan. Karena dalam memberikan tugas itu, setidaknya ada dua hal yang perlu diperjelas dari istilah-istilah di atas. Pertama, apa pengertian atau maksud ‘Pelaksana Tugas’, ‘Pelaksana Harian’, dan ‘Penjabat’. Kedua, jika dilekatkan dengan jabatan seseorang apakah istilah-istilah itu memiliki konsekuensi hukum, “Yang kita khawatirkan, apakah akibat ini tidak ditertawakan orang yang punya SDM, mau ditaruh kemana nama baik Gubernur kita? Apalagi terpampang gambar bersama Gubernur dengan mempertentangkan surat tugas tersebut,” kata Aspihani.
Salah satu cara memberikan penjelasan atas hal pertama adalah melihat istilah dan definisi frasa tadi dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Istilah Plt dan Plh antara lain disebut dalam Pasal 34 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2014tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP). Rumusannya: “Apabila Pejabat Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan menjalankan tugasnya, maka Atasan Pejabat yang bersangkutan dapat menunjuk Pejabat Pemerintahan yang memenuhi persyaratan untuk bertindak sebagai pelaksana harian atau pelaksana tugas” ujarnya kepada awak media ini.
Masalahnya, UUAP tak memberikan penjelasan apa yang dimaksud ‘pelaksana harian’ dan ‘pelaksana tugas’. Selain itu, sebelum UUAP lahir konsep Plh dan Plt sudah dikenal dan dipraktikkan. Tetapi kita bisa melacak ketentuannya lebih jauh dari Pasal 14 UUAP yang mengatur tentang mandat. Ada dua kategori pejabat yang memperoleh mandat, yaitu ditugaskan oleh Badan dan/atau Pemerintahan di atasnya, atau merupakan pelaksanaan tugas rutin. Tugas rutin adalah pelaksanaan tugas jabatan atas nama pemberi mandat yang bersifat pelaksanaan tugas jabatan dan tugas sehari-hari.
Nah, ujar Aspihani, bahwa pejabat yang melaksanakan tugas rutin tersebut terdiri dari Pelaksana Harian yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara; dan Pelaksana Tugas yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap. Coba pilah masuk kategori berhalangan yang mana keadaan pejabat definitif berikut seperti cuti lebaran, menunaikan ibadah haji, kunjungan ke daerah, mengikuti sekolah pimpinan, atau dirawat di rumah sakit, beber dosen Fakultas Hukum UNISKA ini menjelaskan.
Senada juga, H Suripno Sumas memaparkan, kalau merujuk pada Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara No. K.26-3/V.5-10/99 tertanggal 18 Januari 2002, semua kategori tadi menjadi dasar untuk mengangkat Pelaksana Harian. Disebutkan dalam SK Kepala BKN ini, jika ada pejabat yang tidak dapat melaksanakan tugas sekurang-kurangnya 7 hari kerja, maka untuk tetap menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan Atasan Pejabat segera menunjuk Pelaksana Harian. Ketentuannya dirinci dalam SK tentang Penunjukan Pejabat Pelaksana Harian itu.
“Kewenangan pengawasan kepada institusi resmi setingkat desa sudah ada SOPD yang bertanggung jawab dan juga sudah ada petugas yg menjadi pendamping.. jadi kalau ada petugas informal seperti Sugianor untuk itu, perlu dipertanyakan ke afsahannya, tegas anggota DPRD Kalsel ini memaparkan kepada wartawan. (Kastalani/Gazali Rahman/TIM)