SUARA – BANJARMASIN. Berbagai desakan dari LSM, akhirnya Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, Dr Abdul Muni SH MH, mengeluarkan perintah penyelidikan atas dugaan korupsi di ruang lingkup RSUD Ulin Banjarmasin. Abdul Muni mengambil sikap merespons positif untuk melakukan penyelidikan ini atas permintaan beberapa LSM yang terus mengusik dugaan rasuah di RSUD Ulin.
Dalam hal ini Kajati Kalsel ini memerintahkan Asisten Pidana Khusus untuk segera mengusut kasus tersebut. “Saya sudah keluarkan surat perintah penyelidikan terkait laporan yang telah kami terima ini, tentang adanya dugaan korupsi di rumah sakit terbesar di Kalsel ini,” ujar Muni di hadapan peserta unjuk rasa yang memenuhi pelataran Kejati Kalsel, Kamis (5/10/2017).
Sejauh ini berbagai desakan selalu bermunculan dari berbagai berbagai, seperti halnya LSM Pemuda Islam (PI), Masyarakat Anti Korupsi (MASAK), Aliansi Pemantau Korupsi (APEK) dan Indonesian Corruption Monitoring (ICM). Mereka mempertanyakan perkembangan kasus yang sedang ditangani pihak kejaksaan, seperti diantaranya kasus perjokian kunker DPRD Banjar, Gratifikasi Proses Lelang Pembangunan RSUD Hadji Boejasin Tanah Laut dan beberapa kasus lainnya.
Dan juga dikatakan Abdul Muni, para LSM ini menyoal dugaan korupsi di intansi RSUD Ulin tersebut, karena ada pemotongan dana proyek 5 Persen yang diperuntukkan THR karyawan rumah sakit itu sebanyak 2.000 orang. Akan tetapi kenyataannya yang dibagikan hanya 3 persen, dan dua persen tidak diketahui rimbanya,” ujar Abdul Muni kepada wartawan.
Muni mengatakan semua masalah dugaan korupsi sudah ditangani. Ia menjamin kasus yang ditangani tetap berlanjut, hanya menyangkut masalah waktu saja. Selain itu, Muni mengakui ada keterbatasan tenaga untuk menyidik kasus pidana.
Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan ini, menyatakan dalam penindak pelaku korupsi tidak pandang bulu saat mengusut tindak pidananya. “Siapapun yang diduga melakukan korupsi tentunya akan berhadapan dengan masalah hukum,” ujar Abdul Muni.
Ia mengingatkan bahwa jaksa tidak hanya menangani masalah korupsi saja, tetapi masalah hukum lain seperti pidana umum, masalah intelijan, dan tata usaha negara (datun). “Makanya kita perlu bersabar,” kata Muni.
Ia pun minta juga kepada para pengunjuk rasa untuk menanyakan masalah korupsi pada pihak kepolisian karena juga mengusut perkara korupsi. Soal dugaan korupsi perjalanan dinas anggota DPRD Kalsel, Muni mengakui baru saja menerima hasil pemeriksaan dari pihak BPKP.
Menurut dia, jaksa sebagai penegak hukum berada di tengah. Ia akan meneruskan ke pengadilan asalkan berkas dari kepolisian sudah beres. Begitupun kalau pengadilan sudah memutus vonis, maka kejaksaan mengeksekusi vonis tersebut. “Dalam menangani suatu perkara kita tidak boleh menzalimi tersangka. Kalau orang tersebut tidak terbukti bersalah tentunya bisa dibebaskan, sebab menzalimi orang itu adalah dosa besar,” ujar Abdul Muni.
Mengutip Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2016, Abdul Muni juga memaparkan, kejaksaan mendorong penyelesaian lewat Inspektorat masing- masing lembaga. Adapun kejaksaan baru turun kalau sudah adanya dua alat bukti kuat pelanggaran hukum yang telah dilakukan.
Selain perkara di RSUD Ulin Banjarmasin, para LSM tersebut juga melaporkan masalah dugaan korupsi proyek taman di kantor Sekretariat Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarbaru yang menggunakan anggaran senilai Rp7 Miliar, perkara Perjokian Kunjungan Kerja di DPRD Kabupaten Banjar, Bansos DPRD Kalsel, serta dugaan adanya gratifikasi proses lelang pembangunan RSUD Hadji Boejasin Pelaihari senilai proyek Rp300 Miliar.
Jurnalis: Gusti Rizali Noor
Editorial: Suhaimi SE
Redaktur: Sumarko SE