SUAKA – BANJARMASIN. Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) di wilayah Kelurahan Alalak Utara Kecamatan Banjarmasin Utara Kota Banjarmasin dalam pembuatan sertifikat PRONA 2017 terindikasi dikenakan pungutan biaya oleh oknum kantor kelurahan setempat berinisial J. Padahal PRONA dibentuk dalam lingkungan Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri ini telah diatur dalam Kepmendagri Nomor 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria untuk meringankan masyarakat tidak mampu dalam pembuatan sertipikat tanah secara berkelompok.
Direktur Eksekutif Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN), Aspihani Ideris memaparkan, tujuan utama dari PRONA itu sebuah proses pembuatan sertipikat tanah secara masal dan juga sebagai perwujudan dari pada program Catur Tertib di bidang Pertanahan yang dilaksanakan secara terpadu yang ditujukan untuk lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah, serta menyelesaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis.
Menurut Aspihani, pembuatan sertipikat tanah PRONA tidak dipungut biaya melainkan hanya biaya administrasi yang jumlahnya tidak mencapai ratusan ribu rupiah, “Hal itu diatur dalam Keputusan Meneg Agraria/Kepala Badan pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1995 tentang Perubahan Besarnya Pungutan Biaya Dalam Rangka Pemberian Sertipikat Hak Tanah yang Berasal Dari Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Penegasan Hak Tanah Adat dan Konversi Bekas Hak Tanah Adat, yang Menjadi Obyek Proyek Operasi Nasional Agraria (“Kepmeneg Agraria 4/1995”), ujar Aspihani Ideris kepada wartawan suarakalimantan.com, Kamis 24 Agustus 2017 di Banjarmasin.
Diketahui bunyi Pasal 1 ayat (1) Kep Meneg Agraria 4/1995 menyatakan sebagai adalah “Pemberian hak-hak atas tanah negara kepada masyarakat, penegasan/pengakuan atas tanah-tanah hak adat dan tanah-tanah lainnya yang ditentukan sebagai lokasi Proyek Operasi Nasional Agraria dalam rangka persertifikatkan tanah secara masal, dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara seperti yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1975, dan kepada penerima hak-haknya dikenakan kewajiban membayar biaya administrasi”.
Selanjutnya alumnus Master Hukum UNISMA – MALANG ini menegaskan, berdasarkan ketentuan Kep Meneg Agraria 4/1995, pembuatan sertipikat tanah PRONA itu dibebaskan dari kewajiban membayar uang pemasukan kepada Negara, namun penerima sertipikat tanah PRONA hanya saja membayar biaya administrasi, “kalau lebih dari satu juta rupiah, itu namanya bukan biaya administrasi, melainkan pungutan liar,” kata Aspihani.
Aspihani mengatakan, pelaku pungutan liar tidak hanya dapat dijerat dengan pasal KUHP melaikan juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun umumnya, praktik pungutan liar dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan, cetus aktivis Kalimantan ini.
Selain itupula menurut Aspihani, jika pelaku merupakan pegawai negeri sipil, maka yang bersangkutan akan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun.
Sedangkan ketentuan pidana yang ancaman hukumannya lebih besar dari itu, yakni Pasal 12 e UU Tipikor. “Pungli itu bisa dikatakan sebagai bentuk tindakan korupsi. Karena disana ada dijelaskan tercantum pada Pasal 12 e dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun,” tukasnya kepada wartawan.
Menurut salah satu Ketua RW di wilayah Kelurahan Alalak Utara Kecamatan Banjarmasin Utara yang namanya enggan disebutkan, menurut dia warga yang membikin sertipikat PRONA ini diminta bayar oleh salah satu oknum di Kelurahan Alalak Utara, “bagi yang bikin sertifikat PRONA ini diminta bayar oleh oknum kelurahan, katanya sih buat administrasi, akunya kepada wartawan suara kalimantan.com.
Menurut Ketua RW yang enggan namanya disebutkan ini memaparkan, bahwa para pihak yang membikin sertipikat PRONA tersebut dipungut biaya oleh oknum pegawai kelurahan, berkisaran antara Rp 1 juta dan mencapai 1,3 juta per sertipikat. Jika kita kalikan 10 sertipikat saja, berarti terduga (inisial J) ini sudah mengantongi keuntungan Rp 10 juta, tukasnya kepada wartawan. (TIM)