Oleh : ASPIHANI IDERIS
Pertambangan merupakan sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan danpengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,pengangkutan dan penjualan, serta kegiatanpascatambang. Bahwa tindak pidana pertambangan adalah perbuatan yang dilarang oleh peraturan yang dikenakan sanksi bagi pelaku perbuatan, guna perlindungan kegiatan dan usaha pertambangan mineral dan batu bara.
Disisi lain, pertambangan juga merupakan salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi. Proses pertambangan ini merupakan sebuah usaha pengambilan material yang dapat diekstraksi dari dalam perut bumi. Tambang tersebut juga adalah sebuah tempat terjadinya kegiatan penambangan.
Pengertian Pertambangan Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang termaktub pada Pasal 1 ayat (1) “Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang”.
Dari itu, seseorang yang hendak memiliki usaha pertambangan, maka terlebih dahulu harus mengurus Izin Usaha Pertambang (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Hal demikian sebagaimana amanah sebagaimana dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 04 tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara Juncto Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia nomor 34 tahun 2017 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Ketika Izin Pertambangan telah dikantonginya oleh perusahaan, maka tidak akan ada seorangpun yang dapat menggangu atau merintangi kegiatan Pertambangan tersebut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2009 tentang Izin Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Pasal 162 menjadikan sebuah benteng dalam dunia pertambangan, sebagaimana yang berbunyi “Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegjatan usaha pertambangan dari pemegang IUP atau IUPIC yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.
Jika ternyata ada warga sekitar pertambangan, maupun mengatasnamakan masyarakat dan atau atas kuasa dari orang yang mengaku pemilik lahan yang ingin menolak operasi tambang tersebut? Apapun alasannya, seseorang atau sekelompok orang yang merintangi dan atau mengganggu aktivitas pertambangan, maka itu jelas melanggar Undang-Undang dan dapat di pidanakan. Hal ini dikuatkan dalam putusan MK yang tetap memberlakukan Pasal 162 jo Pasal 136 ayat 2 Undang-Undangan Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa Negara mempunyai hak menguasai atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk tambang. Oleh karena itu, tidak hanya orang yang mengganggu atau merintangi kegiatan pertambangan dapat dipidana, namun di tegaskan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, setiap orang yang akan melakukan pertambangan wajib meminta izin terlebih dahulu dari Negara/Pemerintah.
Apabila terjadi kegiatan penambangan tanpa memiliki izin, maka perbuatannya merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 158 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang berbunyi “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.
Namun didalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tersebut juga menegaskan, bagi orang yang melakukan eksplorasi tanpa mengantongi izin, maka tindakan tersebut dapat di Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (1) “Setiap orang yang melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 atau Pasal 74 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”.
Dalam menyelesaikan permasalahan secara Hukum khususnya Pidana, tentunya hal tersebut merupakan wewenang pihak Kepolisian Republik Indonesia. Dengan demikian ketika hendak melakukan laporan terlebih dahulu kita harus memiliki 2 (dua) alat bukti yang kuat sebagaimana telah di atur dalam Pasal 184 KUHAP akan tetapi KUHAP tidak mengatur mengenai definisi bukti permulaan yang cukup dalam tahapan Penyelidikan dan Penyidikan, namun hal ini diatur dalam Keputusan bersama Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Kejaksaan Agung, dan Polri Nomor : 08/KMA/1984, Nomor : M.02-KP.10.06 tahun 1984, Nomor : KEP-076/J.A/3/1984, Nomor : Pol. KEP/04/III/1984 dan PERKAPRI nomor : Pol. Skep/1205/IX/2000.
Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin