Di Publikasikan oleh media : Suara Kalimantan
Ditulis oleh : H. Aspihani Ideris, S.A.P., S.H., M.H. bin H. Muhammad Ideris (Tuan Guru Ideris) bin Sayyid Abdurrasyid Assegaf
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menegaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sebagai manifestasi dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional itu sendiri, Pemerintah telah menggratiskan biaya sekolah, dan melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Kenyataannya wacana Pemerintah menggratiskan biaya pendidikan tersebut hanya isapan jempol belaka. Buktinya penyelenggaraan pendidikan tidak merata, penggratisan dan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun sebagaimana tujuan utama pemerintah saat ini, namun program pemerintah wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun itu lebih tampak ditempat tertentu saja.
Sebut saja di pulau Jawa perkembangan pendidikan sangatlah pesat dan berkembang, segala penunjang fasilitas pendidikan sangat memadai, para tenaga pengajar nya pun sangat berkualitas. Namun berbeda sekali dengan pulau-pulau di luar Jawa, tak terkecuali penyelenggaraan pendidikan di Kalimantan, yang konon memiliki kekayaan alam yang fantastis, seperti diantaranya memiliki kekayaan tambang emas, batubara, biji besi, intan, minyak dan lain sebagainya. Namun nyatanya rakyat di Kalimantan sangat jauh dari tingkat kesejahteraan, di Kalimantan hanya pemimpinnya saja yang kaya raya, mereka sepertinya sudah melupakan rakyatnya. Tidak heran mayoritas pejabat di Kalimantan sebagian besar memiliki mobil mewah dengan harga miliaran rupiah dan bahkan pula jangan merasa aneh kepala daerahnya memiliki pesawat pribadi sendiri. Nah beginilah bukti ketamakan para pemimpin di Kalimantan, sehingga mereka melupakan pendidikan dasar anak-anak Kalimantan itu sendiri.
“Sangat terkesan bantuan pemerintah sepertinya tidak mencerminkan keadilan, sehingga patut diduga bertentangan dengan amanah Bunyi alenia ke empat pembukaan UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut; ‘Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia…”
Kalimantan Utara baru berjalan sekitar setengah tahun (enam bulan) menjadi daerah otonom baru atau disetujui memekarkan diri dari provinsi Kalimantan Timur, Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN) mengutus TIMnya investigasi ke perbatasan Indonesia-Malaysia tersebut pada tahun 2010 yang mana disaat ini Nunukan masih merupakan wilayah Kalimantan Timur. Kalimantan Timur tersebut saat itu merupakan salah satu provinsi Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia, yaitu daerah Sabah Malaysia, hal ini tentunya membutuhkan suatu perhatian serius dalam pengelolaan kawasan perbatasan terkhusus dalam dunia pendidikan. Selama ini kehidupan di daerah kawasan perbatasan identik dengan sesuatu sebutan yang daerah terpencil, terbelakang, termiskin, dan terabaikan. Ini semua dikarenakan tidak dipikirkan oleh pemerintah atau hanya sebagai halaman belakang suatu kehidupan bangsa ini, masalah perbatasan dapat pemberitaan hangat apabila bangsa ini di usik oleh bangsa atau negara tetangga, misal masalah patok batas yang tergeser dan lain sebagainya. Sedangkan masalah pendidikan sepertinya sudah terabaikan dari kewajiban pemerintah itu sendiri.
Sebuah posisi perbatasan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, maka setiap perkembangan situasi maupun kemajuan berbagai bidang di negara tetangga akan berpengaruh terhadap masyarakat tidak terkecuali yang ada di Nunukan Provinsi Kalimantan Utara. Berbicara masalah Pendidikan maupun Perekonomian negara tetangga mengalami kemajuan lebih baik dibanding Nunukan. Hal ini terbukti dengan adanya perkembangan dan perbaikan sarana prasarana pendidikan dan transportasi, sarana perdagangan, perbankan, pendidikan serta pelayanan kesehatan di negara tetangga yang jauh lebih baik dari Indonesia.
Sekilas pandang tentang Kalimantan Utara, karena Kalimantan Utara adalah sebuah provinsi baru di Indonesia yang terletak di bagian utara Pulau Kalimantan. Provinsi ini berbatasan langsung dengan negara tetangga, yaitu Negara Bagian Sabah dan Serawak, Malaysia Timur. Kalimantan Utara merupakan propinsi hasil pemekaran dari propinsi Kalimantan Timur dan disahkan serta disetujui menjadi daerah otonom baru yakni menjadi propinsi sendiri yang ke 34 di Indonesia sejak adanya paripurna DPR RI pada tanggal 25 Oktober 2012 dengan Ibu kota Propinsi Tanjung Selor.
Selanjutnya kita kembali ke permasalahan pendidikan diperbatasan, akibat dari kondisi kurang tanggapnya pemerintah Indonesia di daerah perbatasan secara tidak langsung telah menarik minat warga Nunukan untuk menempuh pendidikan di negeri jiran Malaysia tersebut. Selain itu pula warga Nunukan cenderung memperoleh segala kebutuhan bahan pokok di negeri tetangga itu sendiri, dikarenakan memang tidak tersedia di wilayah sendiri meskipun mereka harus membayar dengan mata uang ringgit yang merupakan mata uang Malaysia, bukan dengan mata uang rupiah, mata uang negara nya sendiri. Ini membuktikan bahwa wilayah Nunukan sangat terpengaruh oleh negara tetangga, selain karena faktor kedekatan lokasi dan negara tetangga lebih maju, juga disebabkan karena kemudahan akses untuk mencapai wilayah negara tetangga tersebut.
Apakah bahwa kita tidak malu dengan negeri jiran kita sendiri Malaysia? Di negeri jiran kita sarana prasarana pendidikan sangat memadai, sedangkan di Kalimantan sebaliknya. Apalagi kalau kita menoleh ke Provinsi Kalimantan Utara yang dulunya merupakan bagian Provinsi Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan Sabah Malaysia Timur dan Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Sarawak Malaysia. Sarana prasarana pendidikan di perbatasan tersebut sangat carut marut dan sangat tidak layak dalam sebuah kegiatan proses belajar mengajar, dimana rasa bentuk tanggung jawab pemerintah?
Kita bicara seperti ini, karena ini semua merupakan fakta yang tak bisa dipungkiri, karena kita sudah melakukan investigasi kesemua perbatasan Indonesia-Malaysia dan bahkan kita sudah investigasi juga ke perbatasan wilayah negeri jiran kita sendiri Malaysia sebagai perbandingan. Ternyata sarana dan prasarana di Kalimantan sangat jauh ketinggalan dibanding Malaysia. Bukan hanya dari segi pendidikan, sarana infrastruktur seperti jalan dan jembatan di perbatasan sangat ketinggalan jauh di banding dengan infrastruktur jalan dan jembatan di Malaysia. Di perbatasan jalan sangat becek sekali, bahkan tidak jarang dilalui jalan yang sudah putus, begitu juga dengan jembatan sudah banyak yang rapuh termakan usia. Padahal kita semua bisa memahaminya bahwa jalan dan jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas berbagai aktivitas.
Diawali di tahun 2010 TIM dari Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan yang disingkat LEKEM KALIMANTAN sudah hampir menjajaki semua wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia ini, di perbatasan kita tidak kesulitan dalam berkomunikasi. Penggunaan Bahasa Melayu merupakan perekat suku serumpun, sehingga komunikasi tutur tidak mengalami hambatan. Sekedar diketahui oleh para pembaca, Kalimantan Barat memiliki lima kabupaten yang berbatasan langsung dengan Malaysia, yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu. Lintas batas yang resmi digunakan untuk berkunjung ke Malaysia dan sebaliknya adalah melalui Aruk (Kabupaten Sambas), Jagoi Babang (Kabupaten Bengkayang), Entikong (Kabupaten Sanggau), dan Badau (Kabupaten Kapuas Hulu). Perbatasan darat Kalimantan Barat dengan Serawak Malaysia Timur membentang sepanjang 966 kilometer, mempunyai luas sekitar 2,1 juta hektar. Perbatasan Kalimantan Barat dengan Sarawak Malaysia meliputi 5 wilayah Kabupaten yaitu : Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu dengan 15 Kecamatan dan 98 Desa. Berbicara mengenai pendidikan, di kawasan perbatasan tersebut memerlukan lebih banyak perhatian dan sentuhan dari berbagai kalangan, tentunya itu semua adalah kewajiban dari pemerintah sendiri.
Kondisi Pendidikan di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia terjadi ketimpangan yang sangat mencolok. Di Malaysia, sekolah dibangun dengan baik, serta dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang representatif. Sementara di daerah perbatasan Indonesia tidak ditemukan kondisi seperti itu. Sehingga tidak mengherankan jika banyak warga diperbatasan memilih sekolah di Sarawak (Malaysia) ketimbang sekolah di negeri sendiri. Mungkin jika bisa di jadikan alasan oleh pemerintah dikarenakan letak geografisnya sangat jauh dari ibu kota provinsi dan kabupaten juga, sehingga menjadi alasan mengapa pendidikan di sana kurang perhatian dan sentuhan. Mungkin juga alasan lain adalah belum ada akses jalan darat yang memadai, saluran komunikasi melalui telepon seluler maupun kabel tidak tersedia, dan belum terjangkau aliran listrik.
Kondisi geografis di daerah perbatasan memang kita akui menyulitkan banyak anak mendapatkan akses pendidikan. Di beberapa perkampungan atau dusun di perbatasan Kalimantan Barat misalnya, anak-anak harus berjalan kaki 2 hingga 3 jam sejauh hingga lebih dari 6 hingga 10 km melintasi hutan dan menuruni perbukitan untuk mendapatkan pendidikan di sekolah setiap hari. Kondisi sulit yang dihadapi anak diperbatasan juga dialami oleh para pemgahar (guru), terutama para guru honorer yang kebanyakan honor komite. Bahkan disana tenaga pengajar sangat kekurangan, sehingga para guru tersebut banyak yang harus mengajar 2-3 kelas sekaligus.
Masyarakat perbatasan melakukan aktivitas kesehariannya yang menyangkut sosial ekonomi cenderung pergi ke Sarawak, daripada kenegara sendiri karena aksesnya lebih dekat, mudah serta ketersediaan fasilitas transfortasi yang lebih gampang. Kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia terdapat lebih dari 50 ruas jalan setapak yang menghubungkan lebih dari 55 desa di Kalimantan Barat dengan 32 kampung di Serawak. Kondisi kesejahteraan sosial, ekonomi, pendidikan dan keterampilan hidup masyarakat perbatasan tertinggal dibanding dengan masyarakat Serawak.
Peningkatan kualitas pendidikan di perbatasan itu sebuah keharusan, karena hal demikian merupakan langkah penting untuk mengokohkan sistem pertahanan nasional di beranda depan bangsa Indonesia melalui pendidikan dan budaya. Peningkatan akses pendidikan di perbatasan bisa menghapus stigma kesenjangan politik nasional mengenai peningkatan sumber daya manusia dan infrastruktur serta menjadikan warga di daerah perbatasan merasa bangga menjadi bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu perlu dicermati permasalahan di atas guna mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan yang terpenting meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa sehingga para siswa memahami dengan baik bagaimana mencetak kepribadiannya berbangsa dan bernegara. Kondisi tertingal dan terbelakang yang dialami oleh para siswa dan guru di daerah-daerah perbatasan pada hakikatnya merupakan daerah terdepan sebagai pintu gerbang untuk memasuki Indonesia. Tentu saja semua itu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mencari solusinya, agar pendidikan di sana memiliki kualitas yang sederajad dengan daerah lain yang letak geografisnya lebih menguntungkan sehingga tidak akan jauh ketinggalan dari negeri jiran kita sendiri yaitu Malaysia.
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, kiranya perlu menaruh perhatian serius terhadap pendidikan di kawasan perbatasan tersebut. Kita patut khawatir terjadi dampak buruk jika pendidikan di sana kurang diperhatikan, misalnya pengikisan nasionalisme yang bukan tidak mungkin akan mengancam kedaulatan bangsa Indonesia sendiri. Setidaknya ada 4 (empat) pikar yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam membangun pendidikan berkelanjutan di wilayah perbatasan yaitu, Pertama, membangun dan meningkat infrastuktur jalan dan jembatan, membuka akses komunikasi yang layak, seperti penyediaan transportasi yang memadai, dan komunikasi lisan yang dapat diakses melalui telepon seluler/telepon kabel serta meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan. Kedua, membangun sarana dan prasarana pendukung pendidikan, seperti memperbaiki gedung sekolah yang sudah rusak dan fasilitas pembelajaran lainnya. Ketiga, pemenuhan kebutuhan guru dan meningkatkan kesejahteraan guru dengan memberikan insentif yang layak, selain gaji serta penyediaan rumah dinas buat tenaga pengajar dan asrama buat siswa yang tinggalnya jauh dari sekolah itu sendiri. dan Keempat, meningkatkan kualitas guru melalui pelatihan-pelatihan agar tercipta pembelajaran yang efektif dan mengembangkan kurikulum yang berkearifan lokal sesuai untuk diterapkan di daerah perbatasan sehingga dapat menuntaskan buta aksara terhadap warga masyarakat sekitar. ###
Penulis adalah Direktur Eksekutif LEKEM KALIMANTAN