SUAKA – BANJARMASIN. Kerusakan sebuah lingkungan selain disebabkan oleh fator alam, hal juga bisa disebabkan oleh tangan-tangan jahil ulah manusia itu sendiri. Hal demikian tentunya untuk memperbaiki rusaknya lingkungan terbut tidak terlepas dari sebuah kewajiban manusia itu sendiri yang seyogyanya diemban oleh pemerintah, ungkap Fauzi Noor Direktur Lembaga Pemerhati Masyarakat (LEMPEMA), Kamis 29/12 di Markas Koalisi Lintas LSM Kalimantan, Jalan Gatot Subroto, Banjarmasin.
Lanjut Fauzi Noor yang juga merupakan petinggi salah satu LSM terkemuka di Kalimantan, Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM Kalimantan), “Berbicara permasalahan hujan seperti yang terjadi saat ini, saya lihat di Banjarmasin sudah sepekan ini hujan turun dan mengakibatkan sebagian sudut-sudut kota jalannya tergenang air, nah inikan salah satu kewajiban pemerintah setempat untuk mengatasi polimik ini, tentunya pemerintah daerah harus bisa dengan jeli tanggap menyikapi permasalahan banjir ini,” ujarnya.
“Selain itu saya lihat di Banjarmasin dan sekitarnya permasalahan sampah tidak tertata dengan baik, padahal semua masyarakat membayarkan kontribusi sampah itu setiap bulannya lewat rekening pembayaran PDAM dan Listrik maupun lewat pengangkut sampah di wilayah tinggal, bahkan semua perusahaan baik berskala besar maupun kecil dalam menghidupi perijinannya juga mendapatkan tagihan retribusi sampah tersebut, dikemanakan uang peruntukan sebanyak itu? Sedangkan fakta dilapangan jelas-jelas penanganan sampah itu seperti rabun,” ungkap Fauzi.
Sementara Aspihani Ideris seorang Pengamat Lingkungan menanggapi polimik penanganan lingkunagan ini ketika dihubungi via telepon Kamis (29/12) oleh wartawan suarakalimantan.com, “Permasalahan lingkungan memang merupakan sebuah pekerjaan yang rumit dan kurang terlalu dipedulikan oleh masyarakat itu sendiri, tentunya kewajiban dari pemerintahlah yang sepatutnya menyikapi masalah lingkungan ini,” ujarnya.
“Sebenarnya permasalahan lingkungan ini bukan hanya masalah banjir dan sampah saja, akan tetapi sangat banyak yang harus ditangani serius oleh pemerintah, seperti dampak dari sebuah limbah perusahaan, tidak adanya reklamasi pada lahan yang sudah dipakai dan lain lain sebagainya,” kata Aspihani Ideris.
Lebih lanjut Aspihani Ideris yang juga petinggi LSM Pemerhati Lingkungan Hidup (PELIH), mengungkapkan, “Permasalahan lingkungan ini sudah nyaris tumpul tidak bisa selesai-selesainya ditangani oleh pemerintah, bahkan mereka sudah tidak berdaya menghadapi berbagai perkara kejahatan pengrusakan lingkungan, padahal permasalahan lingkungan ini sudah jelas ditegaskan dalam UU No.23 tahun 1997 dan UU No.32 Tahun 2009,” cetusnya.
“Kan penerapan hak atas lingkungan itu merupakan sebuah bagian terpenting dari implementasi Undang-undang lingkungan, karena keberadaan hak tersebut sudah diatur dalam Undang-undang lingkungan itu sendiri. Maka secara umum dapat dikatakan penerapan hukum di Indonesia termasuk didalamnya mengenai hak atas lingkungan tampaknya masih sangat jauh dari yang diharapkan,” kata Aspihani. (TIM)