Korban Jiwa Jatuh, Tambang Emas Ilegal di Aranio Diduga Kebal Hukum: Negara Rugi, Lingkungan Dihancurkan.

Banjar, SUARA KALIMANTAN Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, kembali menuai sorotan tajam. Praktik tambang emas ilegal yang diduga telah lama beroperasi secara terbuka ini kini tidak hanya merusak lingkungan dan merugikan negara, tetapi juga telah menelan korban jiwa akibat konflik perebutan lahan tambang.

Sejumlah LSM pemerhati lingkungan mengungkapkan, tambang emas ilegal di Desa Artain dan wilayah sekitarnya menggunakan alat berat serta diduga dikelola secara terorganisir oleh pemodal besar. Aktivitas tersebut bahkan menyebar hingga Sungai Pinang, Mantewe, dan Kabupaten Tanah Bumbu.
“Ini bukan tambang rakyat. Ini kejahatan lingkungan yang terstruktur. Konflik lahan sampai memakan korban nyawa adalah bukti kegagalan pengawasan negara,” tegas Sofia F, aktivis lingkungan Kalimantan Selatan.

LSM MAPEL menilai PETI telah menyebabkan kerusakan hutan lindung, pencemaran sungai, serta meninggalkan lubang tambang berbahaya yang mengancam keselamatan warga.
“Kerusakan ekologis, konflik sosial, hingga kematian warga adalah harga mahal dari pembiaran tambang ilegal,” ujar Ipriani.
Tekanan publik semakin menguat setelah Ormas LSM LEKEM melayangkan surat peringatan keras kepada para bos tambang emas ilegal. LEKEM memastikan kasus ini akan dilaporkan hingga ke Presiden RI Prabowo Subianto, DPR RI, Kapolda Kalimantan Selatan, Gubernur Kalsel, dan Kejaksaan Tinggi.
“Ini peringatan terakhir. Jika masih beroperasi, kami pastikan langkah hukum nasional akan ditempuh tanpa kompromi,” tegas perwakilan LEKEM.
Secara hukum, tambang emas tanpa izin melanggar UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar, serta dapat dijerat UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup.
Namun hingga kini, aktivitas PETI di Aranio masih berlangsung. Publik pun bertanya keras:
jika sudah ada korban nyawa, masihkah tambang emas ilegal ini akan terus dibiarkan?
Redaksi membuka ruang hak jawab sesuai UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.


Ini peringatan terakhir. Jika masih beroperasi, kami pastikan langkah hukum nasional akan ditempuh tanpa kompromi,” tegas perwakilan LEKEM tegasnya pada wartawan .
Sumber sinarpublik